Menikahi Pria Misterius

Tidak Suka Pria Dewasa



Tidak Suka Pria Dewasa

0"Bibi Xiu, apakah Nenek Huo ada di rumah?" Tanya Chu Jingyi yang tiba-tiba saja datang.     
0

Pelayan itu berkata dengan suara terbata-bata di luar, "Nyonya ada...."     

"Apa mereka sedang makan malam? Cepat sekali?" Katanya sambil masuk, "Nenek Huo, aku Jingyi."     

Su Wanwan meletakkan sumpitnya dan menatap Huo Jingshen.     

Huo Jingshen memandang Nenek Huo.     

Nenek Huo merasa tersudutkan.     

Padahal bukan dia yang mengundang Chu Jingyi.     

Chu Jingyi sudah berada di ruang makan.     

Begitu dia melihat meja yang penuh dengan orang, dia tersenyum ringan, "Kalian cepat sekali sudah makan malam."     

Nenek Huo tertawa dengan terpaksa, "Jingyi, ada perlu apa?"     

"Tidak ada, bukankah kakekku memberi ayam hari ini? Dia hanya memintaku untuk membawa ikan mas crucian. Dia baru saja menangkapnya di kolam rumah Komisaris Zhou. Ikannya masih hidup, aku letakkan di depan pintu."     

"Benarkah? Kalau begitu sampaikan terima kasih kamu kepada Tuan Chu atas perhatiannya."     

Setelah berbicara, melihat Chu Jingyi masih berdiri di depan pintu ruang makan, Nenek Huo bertanya lagi, "Apa kamu sudah makan malam?"     

Chu Jingyi tersenyum, "Aku belum makan."     

Raut wajah Su Wanwan berubah kesal.     

Nyonya Huo merasa suasana sedang tegang.     

Kalau dulu dia masih bisa leluasa menawari Jingyi untuk makan malam bersama, tapi sekarang tidak bisa seleluasa dulu.     

Chu Jingyi hanya tersenyum tanpa mengatakan sepatah kata pun.     

Chu Jingyi berdiri dengan rambut panjangnya mempesona, sosoknya anggun, bibirnya merah, dia memakai rok putri duyung hitam, terlihat cantik sekali seperti lukisan cat minyak.     

Nyonya Huo akan merasa salah kalau dia menawarkan Chu Jingyi untuk makan bersama, tapi kalau tidak, dia juga akan merasa bersalah. Sedangkan tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara. Suasana berubah menjadi aneh.     

Tiba-tiba Kakek Huo berdiri, "Jingyi, kamu datang tepat pada waktunya. Paman Gu mengirimiku beberapa lukisan dan kaligrafi dua hari yang lalu. Bantu kakek menilai lukisan dan kaligrafi itu ya."     

Mata Chu Jingyi bergerak sedikit, tapi senyumnya tidak berubah, "Baiklah."     

Sebelum pergi, Kakek Huo memelototi istrinya dengan jelas.     

"Banyak sekali ulahmu hari ini."     

Nyonya Huo terdiam.     

…...     

Meskipun Chu Jingyi tidak duduk untuk makan, dia ada di ruang kerja dan membantu Kakek Huo untuk menilai kaligrafi dan lukisan.     

Sungguh gadis yang berbakat.     

Su Wanwan makan dengan tenang, meskipun tidak terlalu nyaman.     

"A Shen, ambilkan istrimu sayuran." Nenek Huo mengedipkan mata.     

Huo Jingshen mengambil bacon dan kecambah bawang putih goreng dengan sumpit dan memasukkannya ke dalam mangkuk istrinya, Su Wanwan mengambil sumpit dan memasukkan bacon ke dalam mangkuk kecil Fu Ziyang, "Aku tidak suka daging Bacon Tua (pria dewasa), Zi Yang, makanlah."     

Fu Ziyang dan Huo Jingshen terdiam.     

…...     

Di ruang belajar, Chu Jingyi dengan hati-hati membantu Kakek Huo menilai beberapa lukisan dan kaligrafi.     

"Selamat Kakek Huo, kaligrafi dan lukisan ini asli, dan semuanya layak untuk dikoleksi."     

"Benarkah?" Kakek Huo membelai janggutnya dan sangat senang, "Sejak kecil kamu memang gadis yang sangat teliti. Kakek lega mendengar perkataanmu."     

Chu Jingyi tersenyum, "Kakek Huo, jangan memujiku, aku belum berpengalaman. Maafkan aku kalau nanti penilaianku ada yang salah."     

"Bagaimana mungkin kakek menyalahkanmu? Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan." Perkataan Kakek Huo mengandung makna yang dalam, "Penilai lukisan sama seperti hidup manusia. Manusia takut membuat kesalahan. Kalau bersikeras menjerumuskan diri dalam masalah, tidak ada orang yang bisa menolongnya."     

Chu Jingyi menatapnya dengan sedikit senyum di wajahnya.     

Setelah meninggalkan ruang belajar, hanya Nyonya Huo yang melihat Fu Ziyang mengerjakan pekerjaan rumahnya di ruang tamu.     

Tanpa sadar Chu Jingyi melirik ke atas.     

"Jingyi." Nyonya Huo tersenyum, "Kenapa kamu tidak mengajak Xiao Ye ke sini? Kudengar dia dan Ziyang belajar di sekolah yang sama?"     

"Dia mengerjakan pekerjaan rumahnya di rumah." Chu Jingyi melihat waktu, "Nenek Huo, Kakek Huo, ini sudah larut, aku harus pulang."     

"Baiklah." Nyonya Huo bangun dengan tergesa-gesa, "Hati-hati di jalan."     

...     

Keluar dari rumah keluarga Huo,      

Chu Jingyi meninggalkan rumah keluarga Huo. Ketika dia berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dia seperti menyadari sesuatu, lalu dia berhenti dan menoleh dengan cepat.     

Benar saja, ada seseorang yang sedang berjongkok di balkon lantai dua rumah keluarga Huo, sosok itu segera menghilang ketika dia menoleh.     

Tapi dia bisa melihatnya meskipun gerakannya sangat cepat.     

Chu Jingyi mengangkat alisnya yang halus dan tiba-tiba tertawa. "Menarik."     

…...     

Di Balkon lantai dua.     

Su Wanwan dengan cepat menuju ke kamar tidur.     

Ketika Huo Jingshen keluar dari kamar mandi, dia melihat istri kecilnya sedang duduk di sofa dengan serius, membaca buku di tangannya.     

Dia mengangkat alisnya dan bertanya, "Apa yang kamu baca?"     

Su Wanwan mengabaikannya.     

Huo Jingshen berjalan mendekat, dia mengambil buku tebal dengan judul "Ilmu Pengarahan Televisi" dari tangan istrinya dan melemparkan buku itu ke meja.     

"Apa yang kamu lakukan!" Su Wanwan terdengar marah, "Aku sedang belajar, apa kamu tidak bisa tidak menggangguku?"     

Alis Huo Jing tenggelam, "Bukankah aku berhutang maaf padamu."     

Istrinya sudah terlalu lama jual mahal, jadi dia yang harus bertindak.     

"Chu Xiuhuang benar, wanita tidak boleh dimanjakan. Kalau tidak, mereka akan berbuat sesuka hatinya." Kata Huo Jingshen dalam hati.     

Memikirkan hal ini, Huo Jingshen langsung menggendong istrinya.     

Su Wanwan teriak ketakutan, "Aaahh... Apa yang kamu lakukan?"     

"Bermain denganmu."     

Su Wanwan terdiam, "Kamu salah minum obat ya?"     

"Aku tidak minum obat apa pun." Huo Jingshen telah menggerakkan kakinya yang panjang dengan cepat, "Aku hanya makan kura-kura, tiram, teripang, domba..."     

Su Wanwan melotot mendengarkan perkataannya.     

Neneknya juga ada-ada saja. Setiap kali mereka berdua pulang ke sini untuk makan malam, mereka pasti di suguhi makanan penguat ini.     

"Jangan! Aku ada kelas besok pagi, aku harus pulang ke asrama..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.