Menikahi Pria Misterius

Membuang-Buang Uang



Membuang-Buang Uang

0"Bu, tolong bujuk ayah lagi, Bu..." Su Yanyan meraih lengan Jiang Yi sambil menangis.     
0

Jiang Yi hanya bisa berkata, "Yang terjadi di bangsal hari itu telah dipotret oleh wartawan di tempat kejadian. Kalau keluarga Xing tidak bisa menemukan orang untuk membantu menutupi masalah ini dan berita itu tersebar, maka hal ini akan berdampak buruk pada dua keluarga ini. Terutama ayahmu, dia sekarang sedang dinilai, mata semua orang di industri radio, film, dan televisi tertuju padanya, kalau tiba-tiba ada berita tentangmu yang muncul…."     

"Jadi demi karirnya dan juga agar ayah bisa menjadi direktur, dia langsung menyetujui permintaan keluarga Xing? Apakah perceraianku dengan Kak Yuyun belum cukup? Bahkan sekarang ibu juga setuju mengirimku ke Korea?" Su Yanyan masih tidak percaya. Bagaimana bisa ayahnya, yang mencintainya sejak kecil, memperlakukan dirinya seperti ini?     

"Yanyan, ini keputusan terbaik yang bisa kita lakukan, lagipula Korea Selatan juga sangat dekat dengan negara kita, Ibu bisa mengunjungimu setiap bulan, dan Ibu juga bisa tinggal di sana untuk menemanimu..."     

"Aku tidak mau!" Kata Su Yanyan sambil menangis, "Sejak kecil, aku tidak pernah meninggalkan rumah. Aku juga tidak bisa bahasa Korea atau pun bahasa Inggris. Aku tidak mau pergi Bu, aku benar-benar tidak mau pergi."     

Tiba-tiba terdengar suara dering telepon.     

Jiang Yi mengangkat teleponnya, "Kak."     

Su Yanyan tidak tahu dengan siapa dan apa yang ibunya bicarakan di telepon.     

Setelah selesai, Jiang Yi bangkit dan berkata, "Ibu akan meminta Bibi Yang untuk membantu mengemasi semua barang bawaanmu. Ibu turun ke bawah dulu."     

Mendengar hal ini, Su Yanyan mengangkat kakinya dan menendang semua koper sampai terjatuh.     

*     

*     

Di ruang tamu lantai bawah.     

Su Xueqin sedang duduk di kursi roda sambil membaca koran.     

"Ayah." Jiang Yi memanggilnya.     

Tidak ada tanggapan dari Su Xueqin.     

Jiang Yi meremas tangannya dan berjalan menghampirinya, lalu ia berkata, "Barusan kakakku menelepon dan berkata kalau ponselmu tidak bisa dihubungi. Kakakku mengatakan kalau dia sudah menemui Su Wanwan di kampus, dan dia sudah memberitahu tentang acara makan malam besok, tapi dia tidak mau dan bilang…."     

"Paakkkk."     

Su Xueqin membanting korannya ke lantai, dan menimbulkan suara yang sangat keras. Jiang Yi sangat ketakutan sampai tidak berani berbicara lagi.     

"Apa lagi yang dia katakan?" Suara Su Xueqin terdengar dingin dan tegas.     

Jiang Yi buru-buru menjawab, "Su Wanwan juga mengatakan kalau apapun yang terjadi nanti, dia tidak akan pernah mau kembali ke rumah ini lagi."     

Wajah Su Xueqin seketika langsung menegang dan jari-jarinya menjadi pucat karena menggenggam pegangan kursi roda dengan kuat.     

Jiang Yi melihat ekspresi lelaki tua itu dan menambahkan, "Hari itu, anggota keluarga Huo juga ada di tempat kejadian. Sudah sangat lama sejak Su Wanwan mendapatkan sertifikat, tapi keluarga Huo tidak pernah datang lagi ke rumah, dan muncul masalah ini…"     

Kata-kata itu terdengar terlalu menyudutkan.     

Bibir Su Xueqin terkatup rapat, matanya terlihat tajam dan dalam dari balik kacamata. Su Xueqin tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dia pikirkan.     

*     

*     

Keesokan harinya adalah ulang tahun Su Xueqin, kebetulan juga hari itu bertepatan dengan Hari Guru.     

Di pagi hari, tepat setelah pelajaran kedua berakhir, Su Wanwan mendapat telepon dari Mo Weiyi. Sepuluh menit kemudian, mereka bertemu di pintu masuk kantin.     

Putri kecil itu mengenakan pakaian yang cerah dan indah, dan tidak jauh di belakangnya, terlihat Rong An yang mengenakan setelan hitam.     

"Kenapa hari ini kamu datang ke kampus?" Tanya Su Wanwan penasaran.     

"Bukankah sore ini ada acara Hari Guru? Aku merasa sangat bosan, jadi aku mau datang dan melihat-lihat."     

"Acaranya jam tiga sore, untuk apa kamu datang terlalu cepat?"     

"Aku mau menemanimu makan siang." Mo Weiyi meraih lengan Su Wanwan dengan manja, "Aku bosan setiap hari makan masakan Bibi Jiang di rumah. Kepala ikan dengan cabai cincang di kantin lantai atas sangat enak. Aku sengaja datang ke sini jam sebelas siang, pas saat dibukanya kantin lantai atas."     

"Serius?" Su Wanwan tertawa.     

"Putri kecil ini benar-benar ingin makan kepala ikan dengan cabai cincang di kantin ini?"     

"Makanan itu benar-benar enak. Wanwan, kamu belum pernah mencoba kepala ikan dengan cabai cincang, kan? Kalau begitu, ayo coba, aku yang traktir."     

Su Wanwan tidak banyak memiliki kesempatan untuk makan di kantin. Setiap kali dia membeli makan di kantin, dia akan minta bungkus dan membawa makanan itu ke asramanya.     

Akhirnya hari ini dia bisa pergi ke kantin lantai atas dan menemukan sesuatu yang istimewa.     

Kantin kecil ini didekorasi dengan gaya antik, jendelanya cerah dan bersih, dan pelayannya mirip dengan pelayan di restoran luar.     

Masakan Hunan adalah hidangan utama di tempat ini, mereka disambut dengan aroma lada yang kuat, dan sangat menggugah selera.     

Mo Weiyi segera memesan makanan setelah ia duduk, "Aku mau kepala ikan dengan cabai cincang, kodok goreng, babi rebus, iga ketan, kembang kol organik, blueberry…"     

"Cukup, cukup." Su Wanwan buru-buru menahannya.     

Terlalu berlebihan, mereka kan hanya mau makan siang, tidak perlu menghabiskan uang begitu banyak untuk membeli makanan sebanyak itu.     

"Dan aku juga mau jus pepaya segar." Mo Weiyi menambahkan.     

"Bisakah kita tidak minum jus pepaya hari ini?" Su Wanwan berkata dengan wajah pucat, "Aku bahkan belum selesai makan pepaya yang kamu berikan waktu itu."     

"Kalau begitu... Buah markisa madu. Walaupun kita tidak memiliki dada yang besar, setidaknya kita harus merawat kulit kita, agar kulit kita tetap putih dan cerah. Sebagai wanita, kita harus merawat diri kita sendiri."     

Su Wanwan terdiam.     

Hidangan pertama mereka adalah blueberry dingin, Su Wanwan mengambil sendok, tapi tiba-tiba ponselnya berdering ketika dia sudah akan menggigit buah itu.     

"Wanwan." Suara Nyonya Huo terdengar dari panggilan itu, "Sebentar lagi aku sampai di gerbang kampus, kamu cepatlah berkemas, kita akan pergi ke rumah sakit."     

Su Wanwan tercengang, "Ada apa, Nenek? Siapa yang sakit?"     

"Kakekmu. Dia tiba-tiba terkena serangan jantung dan sedang diberi pertolongan di rumah sakit."     

Su Wanwan segera menutup panggilan itu dan bangkit dalu berkata, "Weiyi, aku tidak bisa menemanimu makan."     

"Kenapa?"     

"Ada masalah serius, aku harus segera pergi ke rumah sakit."     

"Siapa yang sakit? Aku ikut pergi denganmu!" Mo Weiyi meletakkan sumpitnya.     

"Tidak perlu, lagi pula sekarang kakimu sedang terluka. Nenek dan yang lainnya sudah di jalan untuk menjemputku." Su Wanwan tidak punya waktu untuk menjelaskan, "Aku pergi dulu, mungkin aku juga tidak bisa menemanimu ke acara sore ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.