Aku Bukan Gay! Aku Wanita Kesayangan Bos Besar!

Memanggilmu Ayah



Memanggilmu Ayah

0

Di akhir pidatonya, Tuan Bo naik ke panggung untuk memberi sedikit sambutan. Setelah itu, pesta pun berakhir.

0

"Hei! Ye Xian si pengikut! Kamu babi, ya! Cepat bangun!"

Makian orang-orang di pundak Ye Xian membuatnya terbangun. Reaksi pertama yang dilakukan Ye Xian adalah menyentuh sudut mulutnya, apakah ia barusan ngiler atau tidak, "Sudah berakhir? Apa sudah boleh pulang?"

"Pulang apanya? Kamu sudah makan belum? Lihat posisi ketua. CEO mengundang kita untuk makan malam keluarga, ayo pergi!"

Cary memaksa Ye Xian untuk berdiri, dan Lin Yan memberinya tisu sembari berkata, "Seka sudut bibirmu."

Ye Xian benar-benar ngiler. Tapi, untungnya Cary mengatakan tentang makan. Saat ini perut Ye Xian benar-benar terasa keroncongan.

"Kamu berani sekali.. Tidur di depan Direktur yang sedang berpidato. Bahkan, tadi kamu juga duduk di barisan paling depan."

"Memangnya kenapa?"

Apa hubungannya pidato Bo Tingshen dengan tidurku? Pidato itu bukan untukku, kan? Batin Ye Xian kesal.

"Benar juga. Bagaimanapun juga, Ye Xian si pengikut hanya ketua yang tidak ditakuti. Tapi kamu langsung ketakutan saat melihat Direktur Bo."

Ye Xian memutar matanya sembari berkata, "Aku peringatkan. Jangan coba-coba memanggilku si pengikut lagi!"

"Memangnya kenapa? Ye Xian si pengikut, si pengikut..."

Ekspresi wajah Cary terlihat seperti orang yang sedang meledek, dan dengan tidak tahu malu ia membuat Ye Xian ingin menonjoknya, "Percaya atau tidak, akan aku pukul kau! Kupanggil kamu Ayah!"

"Aku tidak percaya. Kamu sangat lemah gemulai. Apakah kamu seorang wanita?"

"Aku rasa kamu tidak tahu malu!"

"Ehem ehem..." Lin Yan dengan lembut berdeham untuk mengingatkan mereka.

Cary dan Ye Xian melihat bahwa mereka telah tiba di ruang perjamuan keluarga Bo. Di bawah lampu kristal yang terang dan mewah, terdapat meja perjamuan berukir gaya Eropa. 

Di ujung meja yang panjang, terlihat Pak Tua dari keluarga Bo duduk di kursi utama, putra tertua dan menantu perempuan tertua duduk di kursi sampingnya, dan cucu tertua Bo Tingshen duduk di kursi sampingnya lagi. 

Jiang Wanze dan kerabat serta teman-temannya yang duduk secara terpisah dalam jarak yang cukup jauh. Saat ini, mereka semua mengawasi Ye Xian dan Cary yang sedang bertengkar.

Orang yang tadinya mengantuk saat mendengarkan pidato, sekarang mereka dalam kondisi yang tampak begitu bersemangat.

Cary membersihkan sudut bajunya yang telah ditendang oleh Ye Xian. Karena malu, ia pun menggaruk kepalanya. Sedangkan Ye Xian juga menggerakkan alisnya karena merasa sedikit malu.

Tuan Bo yang baik hati juga tidak merasa keberatan dan ia berkata, "Wanze, anggotamu terlihat begitu bersemangat."

"Iya, Kakek." Ekspresi wajah Jiang Wanze terlihat sangat dingin dan menjawab dengan singkat, sepertinya ia tidak ingin berbicara lebih banyak. Entah karena kehadiran Ye Xian di sini atau mungkin karena hal lain.

Selama bertahun-tahun ini Karena Tuan Bo tidak mengakui Jiang Wanze, dan ia pun tidak pernah memberi Jiang Wanze harapan yang tinggi. Untuk menjaga citra sebagai cucu yang baik, obsesi Ye Xian dengannya tidak menyebar ke Tuan Bo. Fakta itu yang membuat Ye Xian merasa lega.

"Jangan berdiri saja. Ayo duduk. Hari ini ada makan malam keluarga. Jangan segan, anggap saja seperti rumah sendiri."

Saat ini Tuan Bo sedang berada di masa puncak kejayaannya, ia masih sehat dan bugar, dan kondisinya terlihat sangat baik. Ia sepertinya tidak peduli dengan latar belakang keluarga keturunannya. Tapi saat melihat kursi tempat Jiang Wanze duduk, ia terlihat sejajar dengan kerabatnya.

Di sisi lain, Ye Xian mengambil telur puyuh dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Saat ia melirik ke arah Tuan Bo dan Jiang Wanze ia sepertinya merasa curiga. Tanpa sengaja saat tatapan matanya malah bertemu dengan Bo Tingshen. Seketika ia terkejut dan akhirnya menelan bulat-bulat telur puyuh itu.

Untunglah Ye Xian bisa menelannya. Tapi tenggorokannya terlalu kecil. Sehingga Telur itu berhenti saat melewati tenggorokannya. Ia dengan cemas menggaruk pipi dan langsung mengambil segelas anggur di depannya lalu meminum hingg habis.

"Uhuk uhuk uhuk…"

Anggur merah itu terasa pahit. Satu gelas tandas begitu saja, sehingga membuat wajah Ye Xian tampak memerah.

Ketika Ye Xian mendongakkan kepalanya lagi, tampak berlinang air mata di sudut matanya. Ia sadar bahwa  saat ini semua orang yang ada di meja sedang menatapnya kecuali Bo Tingshen.

Di sisi lain, saat ini Cary tampak senang, sepertinya ia sedang menunggu hal konyol apa yang akan dilakukan Ye Xian setelah ini.

Cheng Jingshu yang saat itu duduk di samping Ye Xian mencoba menahan rasa jijiknya dan bergerak diam-diam ke satu sisi. Seperti hantu lapar yang bereinkarnasi, Ye Xian tidak memiliki aturan sama sekali! Batin Cheng Jingsu dengan jijik.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.