BOSSY BOSS

Chapter 156 - This Is The Beginning



Chapter 156 - This Is The Beginning

0"Aku nggak terima penolakan, Daisy. Jadi, suka atau tidak kita tetap akan bekerja sama. Saya akan memborong semua desain yang kamu lakukan hari ini," ujar Ricky.     
0

Daisy ingat ia hanya diam saat itu sampai Ricky berhenti bicara. Ia tidak bisa berkata-kata banyak karena Ricky mengatakan bahwa ia tidak mau ada penolakan.     

"Sudah selesai bicaranya, Bapak Ricky?" tanya Daisy saat itu.     

Ricky diam dan mengangguk.     

Daisy pun memberikan form, persis seperti yang ia berikan pada Maurin. "Kalau Anda memang nggak terima penolakan, bagaimana pun saya akan tetap profesional. Anda harus mengisi form ini dan saya akan memberikan satu desain contoh sesuai yang Anda mau."     

Ricky menaikkan satu alisnya. "Aku—"     

"Bapak Ricky, tolong hargai keprofesionalan saya," potong Daisy langsung.     

Ricky tersenyum miring dan ia mengangguk mendengar Daisy memiliki sikap tegasnya. "Baiklah, Cantik. Dengan senang hati."     

Daisy membuka matanya dan nafasnya tersengal-sengal saat ia sadar ia masih di bawah pancuran air. Ia langsung meraih handuknya dan membungkus rambutnya. Ditatapnya dirinya di cermin dan ia melihat tidak ada yang berubah pada wajahnya kecuali rambutnya yang lebih panjang.     

"Nggak mungkin tadi itu Zen, kan? Tapi kenapa dia mirip sekali?" tanyanya berpikir.     

"Saya bukan Zen ... laki-laki yang Anda maksud," kata Ricky menjawab pertanyaan Daisy saat itu.     

Digelengkannya kepalanya secara berulang dan ia kemudian fokus pada dirinya untuk menyiapkan diri. Ia tidak akan memikirkan laki-laki untuk saat ini. Tidak sekarang saat ia merasa semua baik-baik saja di saat ia merasakan nikmatnya sendiri.     

"Daisy? Apa kamu sudah siap? Tamu sudah datang," suara Reina di depan pintunya berteriak.     

"Ya, sebentar lagi!"     

Daisy buru-buru menyelesaikan persiapannya. Ini semua karena bayangan itu, sial! Rutuknya kesal.     

Ia pun keluar dan melangkah ke arah meja makan. Mereka semua belum duduk pada tempat masing-masing, melainkan menunggu tamu mereka masuk. Thomas Dan Weiske yang menyambutnya.     

Ketika tamu itu masuk ke arah meja makan, Daisy terkejut bukan main. Ia di temukan kembali pada masa lalunya yang sudah lama ia lupakan.     

Dua orang tua yang usianya mungkin sama seperti Thomas dan Weiske, dan satu anak putranya. Reza. Mantan kekasih Daisy saat masa kuliahnya.     

Keduanya sejenak saling bertatapan hingga Daisy memilih untuk berpura-pura tidak mengenalnya. Ia beruntung karena Weiske belum pernah melihat Reza, hanya tahu namanya saja. Dan beruntung lagi yang lain belum tahu Reza.     

Mereka saling bersalaman sampai ketika Daisy bersalaman dengan Reza, ada atmosfer yang berbeda. Keduanya tercengang seperti teringat lagi akan masa lalu keduanya.     

"Apa kalian saling mengenal?" tanya Weiske memecah keterkejutan keduanya.     

"Nggak, Bu. Maaf, mengulur waktu kalian," ucap Daisy.     

Makan malam yang dimulai dengan suasana hangat pun tercipta. Keduanya berhasil menciptakan suasana yang ramah dan tak lupa diisi dengan obrolan sedikit demi sedikit.     

Daisy memilih diam dan fokus memperhatikan Jason di sisinya yang sedang makan dengan sedikit berantakan.     

Setelah mereka selesai makan malam, semuanya menuju ruang tamu dan melanjutkan beberapa obrolan yang mau tidak mau Daisy harus ikut bergabung.     

Jason dan Lily sibuk bermain di ruangan bermain mereka yang memang sudah disediakan sejak dulu agar mereka memiliki waktu dan tempat khusus.     

"Nak Reza jadi bekerja sebagai apa?" tanya Weiske dengan ramah.     

"Saya seorang pilot, Tante. Kebetulan sedang off, jadi saya di rumah," jawab Reza dengan jelas.     

"Wah, keren. Jadi kerjamu keliling dunia atau masih di dalam Indonesia?" tanya Raka menimpali.     

"Syukurnya aku sudah keliling dunia. Tapi ya, nyawa adalah taruhannya. Untungnya sampai saat ini semua baik-baik saja."     

Daisy mendengarkan obrolan mereka tanpa menunjukkan respons. Walau ia tertarik dengan obrolan itu, tapi ia tidak ingin melibatkan diri terlalu jauh.     

"Hmm, bagaimana dengan anak Tante? Daisy?" tanya Reza menatapnya.     

Daisy langsung menatap Reza dengan pandangan bertanya. Lalu Weiske-lah yang menjawabnya. "Ah, dia punya toko butik dengan desain dari dirinya sendiri dan seseorang akan menjahitnya. Dia juga suplier tangan pertama untuk penjual-penjual yang mau menjual pakaiannya."     

"Menarik. Apa kalian keberatan jika aku pinjam Daisy sebentar untuk membicarakan bisnisnya?" tanya Reza menatap semuanya.     

Daisy mendadak kaku. Ia juga ikut menatap seluruh keluarganya. Mereka mengharapkan dirinya untuk menerima ajakan Reza. Daisy hanya bisa menghela nafasnya dan kemudian ia mengangguk.     

Tempat yang paling ia sukai adalah area kolam renang. Jadi Daisy menuntun Reza di sana. Di samping itu ia juga tidak ingin ada orang yang mendengar pembicaraan mereka.     

"Senang melihatmu, Daisy," ucap Reza kemudian.     

"Kamu mengajakku bicara bukan untuk bisnis, bukan? Itu hanya alasanmu. Benar, kan?" tanya Daisy langsung.     

Reza mengangguk dan ia ikut duduk bersama Daisy di hadapannya. Matanya memandang Daisy lamat-lamat sementara Daisy memilih memandang air kolam renang yang bergerak tenang.     

"Jadi, kamu udah punya anak. Apa anak itu dari laki-laki yang—"     

"Bukan. Aku nggak bisa menceritakan apa pun padamu, Reza. Maaf," sambar Daisy langsung.     

"Well, OK. Aku mengerti."     

"Apa kehadiranmu di sini sudah tahu tentangku?" tanya Daisy.     

"Belum. Aku lupa nama Ibumu. Dan orang tuaku adalah teman kerja Papamu. Jadi, aku nggak menyangka akan bertemu kamu setelah sekian lama."     

Daisy mencernanya. Ia menelan ludahnya berkali-kali saat berbicara dengan Reza. Sulit ia bayangkan jika Reza berbeda dari di masa lalunya. Reza yang sekarang terlihat benar-benar gagah. Ia benar-benar meraih cita-citanya menjadi seorang pilot.     

Dalam beberapa waktu mereka hanya diam dan menikmati malam yang cukup indah suasananya.     

"Daisy, apa aku boleh menemuimu di hari-hari berikutnya? Selama aku masih di rumah?" tanya Reza tiba-tiba.     

"Untuk apa, Reza?"     

"Hanya mengobrol. Kita sudah lama nggak bertemu, bukan?"     

"Hmm, OK. Tapi tolong buat janji dulu. Aku sibuk dengan pekerjaanku."     

"Kalau begitu, boleh aku minta nomor yang bisa kuhubungi?"     

Daisy menaikkan satu alisnya. Kali ini ia tidak akan dipermainkan laki-laki. Jadi ia memilih untuk sedikit menjual mahal. "Cari tahu sendiri, Reza. Jangan dari aku atau keluargaku."     

***     

Sebelum ayam berkokok, Daisy sudah bangun. Menyiapkan sarapan untuknya, Jason dan Ama. Ia senang melakukan pekerjaan dapur setelah Jason lahir ke dunia ini. Menyiapkan bekal untuk anaknya adalah pekerjaan yang ia sukai. Apalagi mengingat bagaimana imut dan lucunya Jason.     

Setelah selesai, ia lebih memilih untuk dirinya bersiap dulu baru setelah itu membangunkan Jason dan memandikannya.     

Saat Daisy keluar dari kamar mandi, ia melihat Jason sudah lebih dulu bangun dengan wajah masih mengantuk.     

"Anak Mama sudah bangun? Mandi, yuk?" ujar Daisy mencium-ciumnya.     

"Hari ini Jason masih sekolah ya, Mama?"     

"Iya, Sayang. Yuk, mandi. Mama sudah mau siap, loh. Jason juga, yuk?"     

"Bentar, Mama. Jason ada sesuatu buat Mama." Jason turun dari kasurnya dan meraih tasnya. Dengan susah payah ia membukanya dan Daisy menunggu dengan sabar. Lalu Jason tiba-tiba membalikkan tasnya hingga menjatuh beberapa cokelat di kasur.     

Daisy kaget karena ia tidak pernah memberikan cokelat sebanyak itu pada anaknya.     

"Ini buat Mama, he he he," katanya dengan tawa kecilnya.     

"Jason dapat dari mana? Mama kan, nggak pernah kasih Jason banyak cokelat."     

Jason lalu berpikir seolah ia hampir lupa dengan si pemberi. Lalu satu tangannya dijentikkan dengan susah payah, membuatnya terlihat sangat lucu. "Om ... Reza, Ma. Iya, Om Reza yang kasih Jason semalam. Lily juga dikasih kok, Ma. Mama terima, ya. Ini dari Om Reza, dari Jason buat Mama."     

Daisy menghela nafasnya dan menerimanya dengan senyuman. Ia mengacak-acak rambut Jason dan segera menyuruh anaknya untuk mandi.     

Reza memberikan cokelat pada Jason dan Lily tentunya ada maunya. Tapi Daisy juga tidak tahu jika Reza tidak tahu bahwa Jason adalah anaknya, apakah ia tetap akan memberikan cokelat padanya atau tidak.     

"Cium Mama dulu, dong," ucap Daisy saat ia mengantar Jason dengan Ama di sekolahnya.     

Jason mencium pipi dan kening Daisy dengan gelak tawa yang terdengar lucu. Lalu mereka turun dan Daisy melambai meninggalkan sekolah.     

"Pagi, Bu. Ini daftar telepon yang masuk pagi ini dan ada yang ingin membuat janji," ujar Firly saat Daisy sampai kantornya.     

"Pagi, Firly." Daisy melihat daftarnya dan ia terkejut saat melihat nama Reza di list teratas. Hanya butuh semalam untuk Reza menemukannya. Ia tidak tahu apakah Reza mencari tahu sendiri atau bertanya pada keluarganya.     

"Terima kasih, Firly. Nanti akan saya kasih tahu yang mana sebaiknya kamu telepon balik, OK?"     

Daisy berjanji pada Reza bahwa jika ingin bertemu dengannya membuat janji terlebih dahulu. Tapi jika Reza ternyata sudah menghubunginya lebih awal dan masuk ke list teratas, tidak mungkin Daisy menolaknya.     

Tidak! Pikirnya. Daisy memilih untuk mempersulit Reza bertemu dengannya. Ia tidak ingin membuat laki-laki dengan mudah dekat dengannya. Apalagi jika itu mantan kekasihnya.     

Saat sedang konsentrasinya membuat desain, ponselnya berdering dan nomor yang tidak masuk dalam kontaknya tertera di depan. Seseorang meneleponnya. Terlihat nomor pribadi, bukan nomor rumah atau kantor.     

"Halo?" sapa Daisy.     

"Daisy. Ini aku Reza. Jadi, bagaimana? Akhirnya aku tahu nomormu, bukan?"     

Daisy diam sejenak. Reza langsung menemukan nomornya dan menghubunginya. Sepertinya Reza telah berubah, pikirnya. Reza yang ia kenal adalah sosok yang tidak berani melakukan sesuatu seorang diri. Mendadak dirinya ingat bagaimana mereka dulu sempat berpacaran.     

"Apa maumu, Reza?" tanya Daisy akhirnya.     

"Waktu, Daisy. Aku mau waktumu."     

"Reza, aku sudah pernah menikah dan punya anak. Apa kamu nggak berpikir itu?"     

"Memangnya kenapa jika kamu sudah menikah dan punya anak? Apakah itu lantas menghalangiku bertemu denganmu? Atau dekat denganmu lagi?"     

"Reza—"     

"Daisy ... beri aku kesempatan. Ayo kita lakukan pendekatan dari awal. Setelahnya aku pasrah agar kamu yang memutuskannya sendiri.     

"Nggak," tolak Daisy langsung. Ia tidak ingin terlibat dengan laki-laki.     

Reza diam dalam beberapa detik. Daisy bisa mendengar helaan nafasnya. "Daisy, aku mohon. Hanya itu yang aku mau sampai aku kembali terbang."     

"Reza— well, OK. Terserah kamu. Tapi ingat, aku nggak bisa memberi harapan apa pun. Aku juga bukan orang yang sama pada waktu itu. Paham?" ujar Daisy akhirnya. Ia tahu Reza tidak akan menyerah, tapi bukan berarti Daisy menyerah begitu saja membiarkan Reza masuk dalam hidupnya.     

Baginya, ini baru permulaan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.