BOSSY BOSS

Chapter 157 - Let Me In To Your Room



Chapter 157 - Let Me In To Your Room

0Ia menaburkan campuran bunga di atas nisan itu. Yang tadinya hanya gundukan tanah basah, sekarang berganti menjadi nisan dengan ukiran keramik yang tercetak di sana. Wajahnya tersenyum ketika ia menaburkannya sambil sesekali mengingat kejadian itu lagi.     
0

"Aku nggak akan lupa sama kamu, Raja. Seandainya kita bertemu lagi, aku akan tetap pergi denganmu, bukan yang lain," ujar Daisy.     

Tangannya mengusap-usap keramik itu di mana di sisi bagian kepalanya tercetak nama suaminya, Raja.     

"Jason sudah besar. Aku yakin kamu memerhatikan dia dari atas sana, kan?"     

"Maafkan aku yang pada akhirnya nggak memilih bersama Jeremy. Aku nggak bisa. Bahkan sampai sekarang pun aku enggan memulai hubungan yang baru lagi. Perhatianku cuma untuk Jason seorang, Raja," katanya bercerita.     

Daisy hanya seorang diri datang ke makam Raja. Ia tidak mengajak siapa pun karena ia ingin berbicara pada Raja walau tahu Raja tidak akan meresponsnya.     

Bahkan keluarganya sendiri pun tidak ada yang tahu bahwa sampai sekarang Daisy masih sering berkunjung ke makam Raja.     

"Aku senang akhirnya aku sukses, Raja. Aku bahagia. Tapi aku juga masih merasa kosong. Dan ... aku nggak tahu kenapa bisa seperti itu."     

Matanya mulai berkaca-kaca hingga berhasil membuatnya menangis di makam suaminya itu. Pikirnya ia tidak akan menangis lagi. Tapi ternyata ia salah.     

"Aku akan ke sini lagi, selama sebulan sekali. Aku mencintaimu, Sayang."     

Setelah dari makam, Daisy menuju kantornya. Ia memang terbiasa datang ke makam ketika hari masih pagi. Atau lebih tepatnya setelah ia mengantar Jason ke sekolahnya bersama Ama yang memang mengajar di sana.     

Hari ini jadwalnya cukup padat. Ia sengaja setiap hari membuat dirinya sesibuk mungkin agar setidaknya tidak ada yang mengganggunya secara pribadi. Menyibukkan diri bertemu klien atau mendesain sesuatu berdasarkan keinginan klien.     

Kemarin Reza berhasil menemukan nomor pribadinya. Lalu ia ingin Daisy memberikan kesempatan waktu padanya selama ia berada di rumah. Daisy mengiyakan atas dasar agar semua berjalan lebih cepat. Namun kenyataannya, ia mempersulit pergerakan Reza.     

Seharusnya hari ini ia menerima ajakan Reza untuk makan malam bersamanya, tapi Daisy menolak dengan alasan bahwa ia punya janji lebih dulu dengan klien.     

Ternyata tidak sampai situ. Reza bahkan menunggu Daisy di kantornya tepat ketika Daisy menyelesaikan pekerjaannya dengan klien terakhirnya.     

Daisy yang keluar bersama kliennya pun berpamitan lebih dulu lantaran matanya mendapati Reza di lobi kantornya.     

"Ada apa, Reza? Aku pikir aku sudah menolak janji temu denganmu," tanya Daisy.     

"Ya, benar. Tapi aku rasa kamu belum makan malam sama sekali mengingat janjimu hanya di kantor dengan klienmu. Jadi, sepertinya kedatanganku yang tiba-tiba nggak akan kamu tolak?"     

Daisy berdecak dan ia menatap arloji di tangan kirinya. "Ya, OK. Kamu dapat waktumu sekarang. Tapi kita menggunakan kendaraan masing-masing. Kamu yang tentukan tempat."     

Reza terlihat senang dan ia mengangguk. Mereka pun keluar bersama dengan mobil masing-masing.     

Daisy mengikuti mobil Reza yang berada di depannya seraya menghubungi nomor Ama untuk menanyakan Jason. Setelah ia mendapati jawaban bahwa Jason ingin tidur di rumah Kakak Neneknya, Daisy merasa lega.     

Sejak kecil Daisy memang tidak begitu pandai mengakrabkan diri dengan Jason. Weiske dan Thomas lebih sering merawat Jason karena Daisy sibuk merintis karirnya. Walau begitu, Daisy selalu meluangkan waktu agar Jason tahu siapa dan bagaimana Ibunya. Maka dari itu jason juga sudah terbiasa di tinggal oleh Daisy itu pun karena Daisy ingin berusaha untuk masa depan Jason yang tercukupi.     

Sejauh ini rupanya Reza masih mengenal apa yang Daisy sukai dari makanan. Ia bahkan mengajak Daisy makan di pinggir jalan yang sudah lama Daisy tidak rasakan ketika sedang bersama laki-laki.     

Sejak setelah bersama Reza, laki-laki yang dekat padanya hanya membawanya ke restoran mahal atau berkelas. Memang ada beberapanya yang mengajaknya ke pinggir jalan. Tapi untuk kali pertama yang disebut kencan, hanya Reza yang langsung membawanya ke pinggir jalan.     

Penyetan lele yang Daisy sukai lebih dari apa pun berhasil membuat mood-nya seperti naik lagi. Secara tidak langsung bahkan Daisy tersenyum sendiri.     

"Aku masih ingat kesukaanmu, Daisy," ujar Reza.     

"Terima kasih. Ini lebih dari cukup," balas Daisy bersikap profesional.     

Mereka kemudian hening dan menikmati makanan mereka yang sudah datang. Daisy berencana mengajak Reza berbicara tentang apa yang selama ini ia lakukan sampai bisa menjadi pilot pada akhirnya. Tapi Daisy mengurungkan niatnya, menunggu waktu yang tepat saja.     

"Reza," panggil Daisy saat mereka sudah selesai makan. Ia berdeham sebentar untuk mengatur nada bicaranya.     

"Ya?"     

"Jason bilang kamu memberi cokelat padanya. Aku minta tolong jangan lagi, OK? Aku selalu mengizinkannya makan cokelat seminggu sekali. Dan aku tahu apa motifmu di balik itu," jelas Daisy.     

Reza diam sejenak dan menghela nafasnya. "Daisy, aku nggak punya motif apa pun saat memberinya cokelat. Aku pikir semua anak kecil menyukainya, kan?"     

Daisy tidak mempercayai jika Reza tidak memiliki motif apa pun. Tapi ia membenarkan bahwa semua anak kecil menyukai cokelat.     

"Apa pun itu, aku mohon jangan lagi kecuali kamu meminta izinku."     

"OK, Daisy. Next time aku akan minta izin darimu."     

Mereka kembali diam seraya menghabiskan teh panas. Lalu Reza berdiri dan membayar pesanan mereka. Daisy hanya diam tanpa merasa ia harus berdebat untuk membayar pesanan mereka. Sebab ia tidak membuat Reza berpikir seolah Daisy berhutang padanya. Apalagi Daisy juga berpikir bahwa ini adalah ajakan Reza.     

"Apa Jason nggak mencarimu?" tanya Reza.     

Mereka memutuskan duduk di bangku panjang pinggir jalan yang tak jauh dari mobil mereka. Memandang jalanan yang ramai dengan lampu yang gemerlap.     

"Dia di rumah Ibuku. Dan Jason nggak akan mencariku juga," jawab Daisy.     

"Aku sudah tahu semuanya, Daisy. Jadi, aku nggak akan bertanya lebih detail atau lebih jauh," timpal Reza.     

Daisy menoleh ke arahnya dan menelengkan kepalanya. "Begitu, ya? Jadi kamu secepat itu sudah tahu?"     

Reza mengangguk. "Apa kamu nggak mau menanyakan sesuatu padaku?"     

"Aku ... nggak tahu mau bertanya apa, Reza. Hal semacam ini sudah lama nggak aku lakukan kepada siapa pun."     

Reza terlihat kecewa, tapi sedetik kemudian ia mengerti masalah yang Daisy hadapi dan ia tidak ingin menjadi beban Daisy juga.     

"Sejak kita putus, aku memutuskan mengejar cita-citaku. Aku konsentrasi pada cita-citaku, Daisy. Dan kamu tahu apa misiku ketika aku berhasil menjadi pilot?"     

Daisy menggelengkan kepalanya.     

"Aku mau menunjukkan padamu bahwa aku bisa di berada di atasnya. Laki-laki yang bernama Zen," jawab Reza.     

Daisy terkekeh mendengar jawaban Reza. Entah kenapa rasanya lucu saja. Secara tidak langsung, itu adalah balas dendam terbaik dengan penyampaian yang baik pula.     

"Kenapa kamu tertawa?" tanya Reza.     

"Well, kamu akhirnya membuktikan padaku, bukan?"     

"Tapi belum di hadapan dia, Daisy."     

Daisy tahu siapa yang Reza maksud. Sayangnya Daisy memilih untuk tidak meneruskan percakapan yang berhubungan dengan Zen.     

"Lalu, kamu nggak pernah berpacaran sama sekali?" tanya Daisy.     

"Nggak. Tapi ya, aku nggak bisa bohong kalau ada beberapa yang dekat denganku. Akunya saja yang belum mau berpacaran atau mengarah ke serius," jelas Reza.     

Daisy mengangguk dan ia mulai merasa bosan karena mengantuk. Ia lalu diam sehingga membuat Reza juga ikut diam.     

"Sebaiknya kita pulang, Rez. Aku mengantuk," ujar Daisy memberanikan diri.     

"OK. Aku antar."     

"Jangan. Aku bisa sendiri. Lagi pula rumah kamu dan rumahku nggak searah," tangkas Daisy langsung.     

"Kamu nggak pulang ke rumah orang tuamu?"     

Daisy menggeleng dengan mata mengantuknya. "Nggak. Aku punya rumah sendiri. Jangan bilang kamu nggak tahu?"     

"Aku tahu, kok. Cuma aku pikir kamu pulang ke rumah Ibumu karena ada Jason di sana."     

"Aku terbiasa terpisah dengan Jason, kok."     

Mereka pun berpisah dan Daisy benar-benar tidak ingin Reza mengantarnya sampai rumah. Di samping tidak ingin merepotkan, Daisy juga tidak ingin terlalu dekat dengannya.     

Sampai rumah keadaan rumahnya benar-benar gelap. Sudah pasti sahabatnya itu sudah tidur dan dengan diam-diam Daisy masuk ke dalam rumah dan mengunci dirinya di kamar.     

Ia menghamburkan dirinya di atas kasur dan menatap langit-langit kamarnya. Kali ini ia benar-benar lelah dan sedikit merasa beruntung karena Jason bersama Ibunya. Setidaknya besok adalah hari libur dan Daisy bisa beristirahat sejenak.     

"Nggak ada apa pun yang kurasakan bersama Reza," ucapnya pada diri sendiri.     

"Perasaan terkejut itu hanya di awal. Setelahnya ternyata biasa saja," lanjutnya lagi.     

Daisy beranjak dan ia kemudian mengganti pakaiannya dengan piyama. Ia lalu membasuh wajahnya dan menggunakan perawatan krim malamnya.     

"Memangnya aku berharap apa, sih? Jatuh cinta lagi? Hah! Untuk apa juga aku jatuh cinta lagi?" katanya lagi seraya menatap cerminnya.     

Setelah itu Daisy berbaring miring dan menatap sisinya yang kosong. Di kasur ini pernah ada Raja dan Jeremy. Lalu semuanya terasa kosong seketika. Perasaannya kesepian dan ia benci dengan malam yang menerkamnya.     

Daisy tidak munafik jika ia benar-benar merindukan kasih sayang seseorang. Belaian seseorang yang sudah lima tahun ini tidak ia rasakan. Tapi ia juga tidak mungkin lantas mencari laki-laki hanya untuk dibelai.     

Jika bisa, ia berharap bisa menemukan seseorang yang bisa menjadi sosok Ayah bagi Jason juga, bukan hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan biologisnya saja.     

Daisy memeriksa ponselnya yang sejak tadi ia pegang. Ada berbagai pesan dan panggilan tak terjawab. Lalu matanya tersorot pada satu nama pemanggil yang sudah tersimpan di kontaknya.     

Ricky meneleponnya.     

Sejak ia bertemu dengan laki-laki itu untuk membicarakan kerja sama bisnisnya yang mana laki-laki itu tidak terima penolakan, setelah itu tidak lagi bertemu dengannya. Pikir Daisy, mungkin kerja sama itu batal dan Daisy bisa tenang.     

Sebab ketika ia melihat Ricky, ia teringat akan Zen. Bahkan saat bersama Ricky dalam beberapa jam saat itu membuat jantungnya berdetak.     

Lalu Ricky juga mengirimkan pesan padanya. Pesan yang baru saja dikirimkannya.     

Dari: Klien Ricky     

Lihat ke luar jendela. Aku di sana menunggumu menyuruhku masuk ke dalam kamarmu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.