BOSSY BOSS

Chapter 163 - I Know It's You



Chapter 163 - I Know It's You

0Pandangannya tak bisa lepas dari kumpulan keluarga Jeremy. Daisy masih menatap Jeremy yang terlihat begitu lebih wibawa dengan pakaian resminya. Mendadak ingatan-ingatan terakhir bersama Jeremy membuatnya ingin sekali menghampiri dan memeluknya. Tapi Daisy tidak punya nyali seperti itu. Pasti memalukan baginya jika muncul lagi di kehidupan Jeremy dan keluarganya.     
0

Yang lebih terkejut lagi, Jeremy tiba-tiba berhenti memandang sekelilinya tepat di mana Daisy sedang berada. Mereka saling berpandangan untuk beberapa saat sampai Raka pun juga sama terkejutnya dan hanya mereka yang sadar akan kedatangan Jeremy.     

Lalu tak lama Jeremy menunduk dan tersenyum pada Daisy. Kemudian ia berlalu untuk bergabung dengan keluarganya.     

Jeremy yang baru saja melihat Daisy juga sama terkejutnya. Namun ia bisa membiasakan dirinya dengan memberikan senyuman pada Daisy walau rasanya aneh baginya. Jantungnya berdetak dua kali lipat saat ia melihat Daisy. Ada perasaan yang kembali tumbuh dan ia membiarkannya seperti itu.     

Jeremy juga melihat adanya dua anak kecil yang ia sudah bisa tebak siapa keduanya. Ia cukup senang melihat pertumbuhan Jason, anak Daisy. Selama ini ia berpindah tempat ke luar negeri untuk melupakan Daisy. Namun ternyata ia salah, ia tidak bisa melupakannya begitu saja.     

Dan saat ia bertemu tanpa sengaja, rasa yang pernah ada itu kembali muncul. Seperti menginginkannya untuk kembali kepada Daisy, kembali memperjuangkan Daisy.     

Beruntungnya bagi Jeremy, keluarganya tidak mempermasalahkan tentang statusnya yang masih sendiri. Bahkan mereka tidak membenci Daisy atas keputusan yang Daisy inginkan. Walau pun mereka tahu itu menyakiti Jeremy. Tapi memang keluarga Jeremy mengajarkan apa itu kasih terhadap sesama dan jangan pernah membenci seseorang walau mereka melukaimu.     

"Daisy, siapa yang kamu lihat tadi?" tanya Raka begitu ia memiliki kesempatan untuk bicara dengan Daisy.     

"Bukan siapa-siapa, Raka."     

Raka tahu Daisy berbohong karena ia tidak mau kelihatan sedih. Jadi, kesimpulannya pun Raka tahu bahwa Daisy banyak menyimpan kebohongan demi terlihat baik-baik saja.     

"Jangan bohong, Daisy," tiba-tiba Raka mencekal lengan Daisy. "Aku tahu siapa yang kamu lihat. Kamu nggak bisa bersikap seolah kamu baik-baik saja," tambahnya.     

Daisy hanya diam dan menahan genangan air matanya yang sudah menumpuk begitu Raka mengatakan itu. Saat ini memang sepertinya Raka yang lebih paham tentangnya, tapi Daisy tidak ingin menjadi beban siapa pun. Ia ingin terlihat kuat untuk Jason. Itulah tujuannya sekarang. Ia harus menjadi seorang Ibu dan Ayah yang baik untuk anaknya.     

Raka lalu menarik Daisy dan memeluknya. Daisy langsung menangis dalam pelukan Raka dengan guncangan tubuhnya yang hebat. Kenyataan melihat Jeremy membuatnya tidak baik-baik saja. Ia masih menyayangi Jeremy, tapi ia juga tidak ingin Jeremy tersakiti lagi karenanya.     

"Aku tahu ... menangislah," ucap Raka.     

Raka melihat Reina yang menatap mereka. Raka hanya mengangguk pada Reina untuk memberi mereka waktu sebentar sebelum yang lain datang menuju parkiran mobil.     

Daisy tidak berbicara sedikit pun selama ia dalam pelukan Raka. Yang ia lakukan hanyalah menangis dan menangis sampai ia merasa lega.     

Daisy lalu melepas pelukan Raka dan menyeka air matanya. "Terima kasih," ucapnya yang langsung masuk ke dalam mobil Raka untuk menunggu yang lain.     

Daisy mengatur nafasnya dan memandang pintu keluar mau pun masuk restoran. Ia berharap bisa setidaknya melihat Jeremy muncul. Tapi sampai kepergiannya, Daisy tidak melihat Jeremy.     

Sampai rumah, mereka turun bersamaan dan Daisy melihat Lily juga Jason sudah tertidur saat dalam perjalanan pulang. Sepertinya ia tidak tega jika harus membangunkan Jason dan mengajaknya pulang ke rumahnya sendiri.     

"Bagiamana? Apa kamu mau bawa dia dalam keadaan tidur?" tanya Weiske.     

"Nggak jadi deh, Bu. Aku nggak tega. Jason di sini dulu saja kalau begitu. Sebaiknya aku yang pulang dulu saja," ucap Daisy. Ia mengecup kening Jason dan mengusapnya dengan senyuman. Lalu ia berpamitan pada yang lainnya dan mengendarai mobilnya sendiri.     

Sudah lama Daisy tidak minum alkohol di saat kepalanya pusing seperti ini. Melihat Jeremy mengembalikan memori dan rasa bersalahnya pada laki-laki itu. Ia butuh pelepasan setidaknya minum-minuman beralkohol. Setidaknya sedikit dan setelah itu ia akan merasa baik-baik saja.     

Maka dari itu, Daisy membelokkan mobilnya ke club malam yang tak jauh dari rumahnya. Memarkirkan mobilnya dan melangkah masuk ke dalam menuju bar dengan kursi yang masih kosong beberapa.     

Daisy tidak tahu banyak mengenai jenis minuman, tapi ia memesan white wine yang mana menurutnya cukup berhasil membuat pusingnya hilang.     

Hingar bingar suara club dengan lagu-lagu yang berdentum memekakkan telinga siapa pun yang menikmatinya. Daisy menikmatinya setelah alkohol bekerja pada tubuhnya. Kepalanya bergerak-gerak mengikuti irama musik     

Sloki demi sloki ia habiskan sampai malam semakin ramai dengan para pengunjung yang menikmatinya. Daisy akhirnya bergegas ke toilet karena perutnya terasa mual akibat terlalu banyak menenggak white wine-nya.     

Ia mengeluarkan isi-isi perutnya di bilik toilet sampai Daisy tak mampu berdiri lagi. Ia memejamkan matanya seraya bersandar pada bilik toilet. Sebelum itu ia menyalakan flush closet dan duduk diam di lantai.     

Kepalanya kini terasa pusing. Tapi bukan pusing karena masalahnya, bahkan ia tidak ingat masalahnya, melainkan ia pusing karena alkohol yang sudah menggantikan penat kepalanya.     

"Daisy!" suara laki-laki muncul menyentuh dua lengannya. Ia memerhatikan Daisy yang sudah lemas dan sesekali membuka matanya untuk melihat siapa laki-laki di hadapannya.     

"Jer? Jeremy? Itukah kamu?" tanyanya seraya tersenyum. Tangannya menyentuh kedua rahang laki-laki itu yang ditumbuhi janggut-janggut tipis.     

"Ayo, kita pulang!" kata laki-laki itu mulai membopongnya.     

Daisy hanya melenguh dan tak berontak sama sekali. Ia hanya sesekali tertawa dan tetap memegang kedua rahang laki-laki itu.     

"Kenapa kamu kembali? Apa kamu sudah melupakanku?" cerca Daisy tanpa sadari.     

Laki-laki itu hanya diam dan tetap fokus pada kemudinya ketika ia sudah berjalan untuk membawa Daisy kembali ke rumahnya. Ia akan mengurus mobil Daisy nantinya, yang jelas sekarang ia harus memulangkan Daisy dulu.     

"Kenapa kamu nggak jawab aku, Jer? Ah ... Jason ... apa kamu kenal Jason? Anak itu sekarang sudah besar," gurau Daisy. Matanya tertutup tapi ia terus berbicara kepada laki-laki itu.     

Lalu tiba-tiba raungan tangisan Daisy terdengar. Membuat laki-laki itu menatapnya seraya tetap fokus. "Aku sayang kamu ... tapi aku nggak mau menyakitimu, Jer. Maaf ... maafkan aku," ujar Daisy sesenggukkan.     

Laki-laki itu mengusap rambut kepala Daisy. Ia merasa kasihan pada Daisy. Tapi ia juga tidak bisa membiarkan Daisy sendiri seperti ini. Ia harus menghubungi Raka karena ia tidak ingin Daisy tahu bahwa ialah yang membawa Daisy pulang.     

Sambungkan pertama terhubung dan langsung Raka angkat.     

"Raka ... ini gue ... Jeremy."     

***     

Daisy terbangun dengan kepala yang terasa pusing dan berat. Ia beranjak dan terhuyung-huyung langsung berlari menuju toiletnya. Kembali ia memuntahkan segalanya lalu mencuci wajah dan mulutnya.     

Ia menatap dirinya di cermin dan kemudian sadar bahwa pakaiannya telah berganti hanya mengenakan tank top. Sadar bahwa bagian payudaranya masih ada jejak-jejak ciuman Ricky.     

'Sial! Siapa yang ganti pakaianku?' batinnya dalam hati.     

Lalu ia terdengat pergerakan seseorang di dapur dan Daisy pun langsung menuju dapur setelah mengenakan baju kebesarannya untuk menutupi jejak itu.     

"Raka?" suara Daisy terdengar ketika ia melihat Raka sedang membuat sesuatu di dapurnya.     

"Sudah agak baikan?" tanyanya.     

Daisy bingung. Ia menatap sekelilingnya untuk memastikan apakah Raka sendiri atau bersama keluarganya.     

"Kenapa kamu di sini?" tanya Daisy.     

"Kamu semalam mabuk dan aku datang," jawab Raka dengan nada yang kecil.     

"Kamu yang datang? Menjemputku?" tanya Daisy tak percaya.     

Daisy lalu meraih air mineral dan kemudian menyentuh keningnya untuk memastikan lagi apa yang ia ingat.     

"Nggak ... bukan kamu. Aku tahu bukan kamu yang menjemputku," kata Daisy menolak perkataan Raka.     

"Itu aku, Daisy. Kamu mabuk dan lepas kendali, nggak mungkin kamu ingat sesuatu."     

Daisy hanya diam dan salah satu tangannya berada di pinggang. Daisy melirik Raka sekilas untuk mencari tahu kebenaran. "Kamu juga yang mengganti pakaianku?"     

"Hmm ... ya. Itu juga aku," jawab Raka tanpa menatapnya. Ia sibuk membuat makanan di dapur Daisy.     

"Kalau begitu, apa yang kamu lihat di tubuhku?" tanya Daisy lagi.     

Kali ini Raka menatapnya dan ia memerhatikan tubuh Daisy dari bawah hingga ke atas. "Nggak ada. Hanya tubuh rampingmu saja."     

Dari sana Daisy tahu bahwa Raka berbohong. Daisy tahu apa yang ia lihat dan ia sentuh. Bahkan ia masih ingat pakaian laki-laki itu. Sementara Raka hanya mengenakan kaos biasa dengan celana jeans. Tapi Daisy memilih diam dan akan mencari tahu sendiri.     

"Makanlah. Pereda mabukmu. Pedas banget," kata Raka mengulurkan sepiring nasi goreng yang terlihat sangat merah akibat cabai-cabaian yang ia racik.     

Daisy mengerutkan keningnya dan ia pun menyantap satu sendok nasi goreng itu. Kemudian tak lama mengunyah, Daisy merasakan pedas cabai dari nasi goreng itu.     

"Ini pedas banget, Raka!" seru Daisy.     

"Memang. Makan saja sedikit-sedikit."     

"Tunggu! Aku harus hubungi asistenku, aku harus izin hari ini dan mengosongkan jadwalku," kata Daisy dan ia menuju kamarnya. Cara berjalannya pun masih sedikit terhuyung dan tidak seimbang.     

Raka yang memperhatikannya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.     

Tak lama dari itu Daisy kembali keluar dan duduk di kursinya lagi. Untungnya ia suka pedas, jadi Daisy makan nasi goreng itu sedikit demi sedikit seperti yang dikatakan Raka.     

"Kamu nggak pulang, Raka?" tanya Daisy.     

"Apa kamu sudah bisa ditinggal?"     

"Iya. Pulanglah. Tapi tunggu, apa mereka tahu kamu ke sini?" tanya Daisy lagi.     

"Hanya Reina. Dia nggak masalah."     

Daisy mengangguk-angguk dan kemudian ia kembali mengingat kejadian semalam di toilet. Laki-laki yang menjemputnya, membopongnya dan mengantarnya itu Jeremy. Daisy masih ingat betul semua itu. Ia tidak mungkin melupakan bagian itu.     

Yang lebih malu bagi Daisy adalah, Jeremy mengganti pakaiannya dan melihat jejak-jejak ciuman Ricky di payudaranya.     

"Ah! Sial!" tiba-tiba Daisy berseru dan Raka langsung menatapnya dengan pandangan kaget.     

"Aku rasa kamu belum bisa ditinggal, Dai," kata Raka akhirnya. Daisy hanya ikut terkejut dengan apa yang baru saja ia rasakan.     

Tangannya ia kibas-kibaskan di hadapan Raka, "bisa, Raka. Sebaiknya kamu pulang saja. Aku juga sepertinya butuh istirahat. Dan tolong, aku titip Jason lagi. Maaf merepotkan kalian."     

"Jason sudah seperti anak laki-laki bagiku, Dai. Kamu jangan khawatir, OK?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.