BOSSY BOSS

Chapter 182 - He Makes Me Like a Queen



Chapter 182 - He Makes Me Like a Queen

0Daisy turun ke bawah dan duduk bersama dengan keluarganya untuk sarapan. Semua mata keluarganya memandang dirinya. Tidak. Lebih tepatnya mereka semua fokus pada jari manis Daisy yang begitu mencolok. Sebab memang cincin pernikahan Daisy dengan Raja benar-benar bukan cincin biasa.     
0

"Jangan menatapku begitu. Setiap tahun sekali aku memakainya, kan?" Ujar Daisy dengan percaya diri.     

"Hmm, ya … dan memang setiap kamu memakainya, kamu lebih kelihatan cantik, Daisy. Kenapa nggak memakainya untuk waktu yang lama?" Tanya Thomas, Ayahnya.     

Daisy menghembuskan nafasnya. Ia menyentuh cincinnya dan kemudian mengusap kepala rambut anaknya.     

"Aku … nggak punya jawaban untuk itu, Pa," jawab Daisy akhirnya.     

"Ah, sudahlah … ayo, kita mulai sarapan," ujar Weiske memecah kekakuan di antara mereka.     

Setelah selesai sarapan, semua kembali pada aktivitas masing-masing. Daisy berlutut untuk berbicara pada anaknya.     

"Jason, nanti tidur di rumah, ya? Mama kangen Jason di rumah, loh," ajak Daisy pada Jason.     

Jason menganggukkan kepalanya tanpa berpikir lagi. "OK, Ma! Tapi Jason maunya pulang di jemput Om Jeremy juga."     

Senyum Daisy menghilang mendengar permintaan anaknya itu. Lalu tak lama Daisy kembali tersenyum dan merapikan penampilan seragam sekolah Jason.     

"Iya, nanti Mama jemput sama Om Jeremy, ya. OK? Cium Mama dulu." Jason langsung mencium pipi Daisy dan kemudian berlari menuju Lily yang sudah siap juga untuk bersekolah. Mereka akan di antar oleh Weiske dan Thomas karena orang tua Daisy memang ingin mengantarnya sekaligus pergi untuk membeli beberapa bahan pangan yang habis.     

Setelah satu per satu keluarganya pergi, kini hanya tinggal Daisy dan Reina yang memang sudah janjian akan pergi bersama. Lebih tepatnya Daisy akan mengantarnya. Ia tidak ingin begitu ikut andil dalam acara ulang tahun Raka walau pun acara tersebut juga ulang tahun Raja, mendiang suaminya.     

"Aku cuma bisa antar saja ya, Rei. Kerjaan di kantor benar-benar menumpuk soalnya," ujar Daisy setelah ia menghentikan mobilnya tepat di sebuah tempat yang dituju Reina.     

Reina mengangguk dengan senyumnya. "Iya, nggak masalah. Pastikan nanti sore sama Jeremy datang, ya? Nanti aku kabari tempatnya." Reina mengerlingkan matanya pada Daisy dan kemudian turun dari mobilnya.     

Daisy hanya bisa menghembuskan nafasnya saat itu. Ia sama sekali tidak menjawab ajakan Reina karena sempat bingung seketika. Sekarang ia harus pergi menuju makam Raja untuk sebuah rutinitas kerinduannya.     

Sampai makam, Daisy langsung menaruh bunga-bunga di atas makam Raja. menyebarkannya hingga terlihat benar-benar cantik. Lalu Daisy juga menaruh sebuket bunga yang ia beli.     

"Selamat ulang tahun, Raja. Apa kamu bahagia di sana? Jujur, sebenarnya aku masih berharap kamu ada di sini. Atau setidaknya seseorang yang mirip denganmu ada di sini denganku. Yah. sejauh ini yang kelihatan hanya Jeremy. Bahkan dia lebih lembut dari pada kamu, harus aku akui itu," ucap Daisy.     

"Dan, apa kamu nggak apa-apa kalau aku menikah dengannya? Sesuai yang kamu inginkan? Bagaimana kalau aku gagal lagi? Aku masih takut, tapi aku nggak bisa bohong kalau aku sayang padanya, Raja."     

Dihembuskannya nafasnya dan tersenyum sedih. "Maaf, aku malah bercerita hal ini padamu. Padahal kamu suamiku. Tapi aku yakin kamu nggak apa-apa. Hmm, sepertinya aku yang terlalu yakin diri menganggap kamu nggak apa-apa."     

Mendadak air matanya terjatuh. Daisy langsung menyekanya dengan buru-buru. "Padahal ini sudah bertahun-tahun, tapi kenapa masih saja aku menangis di makammu, Sayang?"     

***     

"Raka? Tumben lo datang, ada apa?" tanya Jeremy saat ia melihat Raka datang ke rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang Psikolog.     

Raka mengangguk dan duduk di hadapannya. "Sebenarnya bisa aja gue ngabarin lo lewat hape, tapi sekalian gue mau ngomong sama lo tentang Daisy."     

Jeremy meneguk ludahnya begitu ia mendengar nama Daisy. "OK, silakan."     

"Hmm, nanti malam ada acara yang gue sendiri nggak tahu karena Reina yang rencanain, jadi gue harap lo datang. Lalu, tentang Daisy … "     

"OK, gue akan datang," potong Jeremy langsung.     

"Daisy memakai cincin pernikahannya dengan Raja. Dia melakukan itu setahun sekali di saat Raja dan gue ulang tahun. Jadi, gue harap lo nggak mempermasalahkannya," jelas Raka.     

Jeremy mengangguk-angguk paham dengan apa yang Raka sampaikan. Ia lalu tersenyum dan bahunya sedikit merosot karena lega mendengarnya. Ia pikir sesuatu buruk terjadi pada Daisy.     

"Thank you, Raka, karena lo ngasih tahu ini. Sejujurnya gue nggak masalah dengan itu. Tapi mungkin gue nggak akan paham kalau lo nggak ngasih tahu gue soal ini. Karena kan, beberapa tahun terakhir gue sama dia berpisah," ujar Jeremy.     

"Lo benar-benar cowok yang nggak mudah cemburuan ya, Jer? Gue pikir lo akan marah. Tapi memang sejak mengenal lo, gue nggak pernah sedikit pun melihat kemarahan dari diri lo."     

Jeremy tertawa kecil. Memang ia jarang marah. Bahkan marah di hadapan Raka saja tidak pernah ia perlihatkan. Cemburu? Tentu saja hanya Daisy yang tahu. Baginya, mengekspresikan perasaan emosionalnya pada kekasihnya itu perlu dari pada di hadapan orang lain.     

"Jangan salah menilai, Raka. Gue lebih sering keluarin perasaan emosional gue sama Daisy," tangkas Jeremy.     

"Jadi, Daisy tahu semuanya tentang lo?"     

"Hmm, ya … bisa dibilang begitu."     

"Yah, gue berharap pernikahan nanti lancar, Jer. Kasihan juga gue sama Daisy yang masih begitu aja sama kehidupannya. Dari awal gue kenal dia sampai sekarang, perubahannya jelas banget. Dulu dia lebih ceria soalnya."     

"Sabar ya, Ka. Dia pasti kembali menjadi Daisy yang dulu. Gue cuma bisa janjiin membahagiakan dia."     

Raka mengangguk dan mereka pun mengakhiri percakapan yang cukup panjang. Setelah itu Raka berpamitan karena tahu diri bahwa Jeremy sedang di jam kerjanya.     

Jeremy menghembuskan nafasnya setelah kepergian Raka. Dari semalam ia tidak menghubungi Daisy. Bahkan pagi ini juga belum. Sementara Raka mengundangnya untuk datang ke acaranya. Namun seperti pucuk dicinta, ulam pun tiba, tiba-tiba nama Daisy tertera di layar ponselnya.     

"Halo, Cantik," sapa Jeremy dengan senyuman. Walau senyuman itu tidak bisa dilihat Daisy, tapi energinya mendadak naik hingga membuatnya tersenyum senang.     

"Aku di koridor utama, apa kamu bisa ke sini?" tanya Daisy.     

Belum sempat menjawab pertanyaan Daisy, Jeremy langsung keluar dari ruangannya dan menuju koridor utama dengan ponsel masih di telinganya.     

"Ada apa, Daisy?" tanya Jeremy dari balik tubuhnya, sekaligus mengejutkan Daisy.     

Daisy memang terkejut dan langsung berbalik. Ia mematikan panggilannya dan tersenyum pada Jeremy. Kemudian Daisy memeluk Jeremy tanpa peduli ada beberapa perawat dan orang-orang yang lalu lalang melihat mereka.     

"Aku rindu kamu," ucap Daisy dengan nada manja.     

Awalnya Jeremy terkejut, tapi pada akhirnya ia membalas pelukan Daisy dan menjadi rileks ketika mendengar ucapan Daisy.     

"Aku juga merindukanmu, Sayangku … "     

***     

Daisy memeluk Jeremy dalam keadaan tanpa busana. Akhirnya mereka melakukan sewa hotel untuk melampiaskan hasrat rindu mereka, sekaligus Daisy ingin menebus rasa bersalahnya pada Jeremy. Hingga akhirnya ia bisa dan merasa lega bahwa dirinya baik-baik saja.     

"Aku tadi lihat Raka datang ke sini, Jer," ucap Daisy.     

Jeremy terkejut tapi ia mencoba bersikap normal dan tetap mengusap-usap punggung Daisy. "Hmm, ya. Dia ke sini karena katanya Reina membuat acara yang dia nggak tahu," jawab Jeremy sekenanya. Ia berharap Daisy tidak mendengar apa pun. Atau bisa jadi sudah mendengar namun Daisy memilih menemuinya di koridor utama.     

"Ya, hari ini Raka ulang tahun, Jer. Reina membuat kejutan untuknya. Aku sih yakin, Raka mengetahui maksud Reina. Karena setiap tahun Reina selalu begitu," ucap Daisy.     

Jeremy langsung menatap Daisy dan ia baru sadar sesuatu. "Astaga, aku tadi nggak ngucapin padanya. Apa kamu mau temani aku beli hadiah untuknya?"     

Daisy terkekeh mendengar ucapan Jeremy. Baru kali ini ia melihat ada laki-laki yang ingin membelikan sebuah hadiah untuk teman laki-lakinya.     

"Kamu mau memberinya hadiah? Aneh sekali!" tanya Daisy.     

"Memangnya kenapa? Hadiah kan, hak seseorang, Daisy."     

"Benar. Tapi rasanya aneh melihat laki-laki membelikan hadiah untuk teman laki-lakinya," ucap Daisy masih terkekeh.     

Jeremy pun jadi ikut terkekeh mendengar alasan Daisy. Memang bukan salah wanita jika ia sampai berpikiran seperti itu.     

"Jadi, kamu mau temani atau nggak? Aku butuh saranmu."     

"Hmm, kamu membuatku bolos ke kantor lagi, Jeremy. Aku kan, jadi nggak bisa menolaknya."     

Mereka tertawa bersama dan akhirnya merapikan diri bersama untuk segera pergi mencari kado untuk Raka.     

Daisy terpaksa menaruh dulu mobilnya di rumahnya baru setelah itu ia pergi dengan mobil Jeremy. Dalam perjalanan mereka berdua berpegangan tangan sementara satu tangan Jeremy memegang kemudi seolah sudah sangat pro sekali.     

"Omong-omong, Raka suka dasi dengan corak yang lucu-lucu," ujar Daisy memberitahu dalam perjalanan.     

Jeremy mengangguk-anggukkan kepalanya. "Pantas saja setiap aku melihatnya mengenakan dasi, dasinya seolah memiliki motif yang lucu-lucu. Alasannya apa kamu tahu?"     

Daisy mengangguk dengan senyum. "Sejak punya Lily dan Lily tahu sebuah dasi, dia meminta Raka selalu memakai motif yang lucu-lucu. Ya, kuanggap itu sebagai cara Raka membuat Lily bahagia."     

Jeremy tidak lagi berbicara. Ia sudah paham akan ke mana arah pembicaraan ini jika diteruskan. Tentu saja akan mengarah ke perbedaannya dengan Jason yang tanpa Ayah.     

"Kita sampai. Ayo, masuk!"     

Jeremy tidak pernah sedikit pun melepaskan gandengan tangannya pada Daisy. Sekali pun saat mereka memilih-milih hadiah, tangannya akan selalu berkaitan dengan Daisy. Beberapa sales store-nya pun terkadang yang sampai melirik dan ada yang melihat tanpa mengalihkan pandangannya.     

"Akhirnya, kita dapat beberapa dasi yang unik. Aku yakin Raka pasti senang," ucap Jeremy dengan senyuman.     

"Iya, aku juga yakin dengan itu. Hmm, apa kamu keberatan kalau kita cari makan? Aku lapar.     

"Ayo, kita cari makan!" Jeremy sekali pun tidak pernah menjawab dengan kata 'tidak' di saat Daisy bertanya. Padahal niat Daisy bertanya ingin tahu apakah ia mau atau tidak. Tapi dengan itu, Daisy semakin yakin bahwa Jeremy benar-benar memperlakukannya seperti ratu.     

"Jer … " panggil Daisy saat mereka sedang mencar-cari outlet makanan.     

"Ya, Cantik?"     

Daisy memerah setiap kali mendengar Jeremy mengatakan itu. Padahal hanya sederhana dan terkesan biasa saja, tapi berhasil membuatnya seolah mabuk kepayang.     

"Terima kasih ya, sudah memperlakukanku seperti ratu," ucapnya dengan lembut.     

Jeremy hanya mengusap-usap puncak kepala rambutnya dengan tersenyum menatapnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.