BOSSY BOSS

Chapter 164 - You Failed Me & I Feel Satisfied With Him



Chapter 164 - You Failed Me & I Feel Satisfied With Him

0Jeremy melepas pakaian Daisy tanpa merasa gugup. Dulu mereka sering bercinta dan tidak ada alasan baginya untuk merasa gugup. Tapi satu kejutan membuatnya terdiam saat melepas atasan Daisy. Ia melihat payudara Daisy yang dipenuhi jejak-jejak bekas ciuman seseorang. Jeremy menelan ludahnya dan ia mencoba untuk berpikir negatif walau pun ia tahu itu adalah jejak ciuman seseorang yang sengaja ia tinggalkan.     
0

Daisy sama sekali tidak sadar bahkan setelah Jeremy mengganti pakaiannya. Ia hanya menatap Daisy yang masih tertidur dan mengusap keningnya dengan lembut. Jeremy juga memegang tangan Daisy.     

"Maaf, aku sengaja mengikutimu tadi," katanya pada Daisy.     

"Aku khawatir kamu akan stres ketika melihatku. Dan ternyata itu benar, ya? Untungnya aku yang ada di sana untuk menjemputmu, Daisy," lanjutnya.     

"Aku juga menyayangimu dan senang melihat pertumbuhan Jason, anakmu."     

Suara deru mobil yang kemudian mati depan rumah Daisy membuat Jeremy lantas keluar dari kamar Daisy. Ia tahu bahwa itu mobil Raka yang tadi ia hubungi untuk datang ke rumah Daisy.     

Jeremy membuka pintu rumah dan kemudian Raka masuk. Mereka lalu berpelukan dalam diam dan melepas pelukan itu secara bersamaan.     

"Bagaimana dia?" tanya Raka.     

"Dia stabil. Sekarang tidur. Sorry," ucap Jeremy.     

Raka dan Jeremy lalu duduk di sofa dan berbincang selagi waktu masih ada. "Lo pulang ke Indonesia? Kenapa? Dan kenapa juga lo ngikutin dia?"     

Banyak pertanyaan yang Jeremy harus jawab. Jadi Jeremy menjelaskan semuanya yang mana bahkan Raka tidak perlu bertanya lagi.     

"Gue sadar gue belum bisa lupain Daisy. Tapi kepulangan gue ke Indonesia bukan untuk kembali dengannya atau memintanya. Tapi membiarkan waktu yang menjawabnya, Ka. Di sini gue juga lebih punya banyak tanggung jawab dari pada di Amerika. Sorry, gue bukan bermaksud buat dia atau lo kaget pas lihat gue di restoran tadi. Tapi gue menangkap ekspresi Daisy yang stres dan gue ikuti dia sampai clubbing. Gue ... gue nggak tahu kalau lo sekeluarga ada di restoran itu juga, sorry," jelas Jeremy.     

Raka memegang bahu Jeremy dan menepuk-nepuknya. "Gue paham sekarang. Tapi apa nggak sebaiknya lo yang di sini saja sampai dia bangun?" tanya Raka.     

Jeremy menggelengkan kepalanya. "Untuk sementara jangan dulu gue ketemu dia. Gue bahkan nggak ekspek untuk ketemu dia. Tapi saat tadi ketemu dia, hati gue rasanya masih sama seperti dulu. Apa dia baik-baik saja? Atau dia sedang dekat dengan cowok lain?"     

Raka hanya menggelengkan kepalanya. "Gue nggak tahu persis apakah dia lagi dekat sama seseorang atau nggak. Yang gue tahu, selama ini dia belum baik-baik saja, Jer. Dia cuma lagi berusaha menyembunyikannya."     

"Gue nggak ada di saat dia butuh. Ini salah gue kan, Ka? Seharusnya saat itu gue nggak pergi ninggalin dia. Seharusnya gue tetap di sini dan menunggunya sampai benar-benar mau menikah dengan gue," kata Jeremy merasa bersalah.     

"Kita nggak tahu masa depan, Jer. Mungkin ini juga sudah jalannya Daisy. Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri, OK?"     

"Kalau begitu, gue sebaiknya pulang sekarang." Jeremy langsung berdiri dan memandang ke arah kamar Daisy. Ia harus menyelimuti Daisy agar Raka tidak melihat bagian payudara Daisy yang terdapat banyak jejak ciuman. Jeremy tidak ingin nantinya Raka bertanya dan mereka malah bertengkar.     

"Sekarang?" tanya Raka.     

"Hmm ... gue ke kamar Daisy dulu," katanya pada Raka.     

Jeremy mendekat dan kemudian menutupi tubuh Daisy sampai leher. Lalu ia mengecup kening Daisy dan barulah ia keluar dari kamarnya.     

"Gue titip Daisy ya, Ka. Sorry ngrepotin lo."     

"Gue selalu jaga dia sebisa gue, Jer. Senang akhirnya bisa lihat lo lagi." Raka kembali menepuk bahu Jeremy dan membiarkannya pergi dari rumah Daisy.     

***     

Tidak ada.     

Daisy tidak menemukan jejak apa pun tentang Jeremy. Dia tidak mungkin salah lihat. Bahkan Daisy masih ingat bau parfum yang dipakai Jeremy. Sentuhannya pun ia masih hapal. Hanya saja janggut tipisnya yang mulai tumbuh, itulah yang berbeda.     

Frustrasi, Daisy memilih duduk diam di sofa. Lalu ia baru sadar bahwa mobilnya tidak ada di halamannya. Daisy pun langsung menelepon Raka.     

"Raka, mobilku?" tanya Daisy langsung saat panggilannya dijawab Raka.     

"Ah ... ya, itu ... aku hubungi orang dulu buat mengantar mobilmu." Tiba-tiba Raka langsung mematikan panggilan Daisy dan Daisy mengerutkan keningnya langsung.     

Beberapa jam kemudian mobil Daisy berbunyi tepat di gerbangnya. Daisy pun membukakan gerbang dan membiarkan mobilnya yang dikemudikan orang lain memasuki halaman rumah.     

Seorang laki-laki yang Daisy tidak kenali keluar dari mobilnya dan mendekat ke arah Daisy. "Ini Bu, kunci mobilnya. Maaf atas keterlambatannya," ucap laki-laki itu.     

"Nama kamu?" tanya Daisy seraya menerim kunci mobilnya.     

"Tono, Bu."     

"Siapa yang menyuruhmu, Tono?" tanya Daisy memancingnya. Ia masih ingin mencari tahu kebenarannya.     

"Pak Jer— errr, maksud saya Pak Raka," jawab Tono kewalahan.     

Daisy menghela nafasnya. Dari salah bicaranya Tono saja ia sudah tahu. Tapi ia tidak akan menuntut Tono untuk mengatakan lebih detail jadi ia hanya mengangguk dan meninggalkan satu pesan untuk Jermey.     

"Katakan padanya, temui saya di restoran kemarin jam 7 malam ini. Itu kalau dia mau datang," ucapnya pada Tono.     

"Ba-baik, Bu."     

"Katakan itu pada Jeremy. Bukan Raka," ujar Daisy.     

"Tapi, Bu. Yang menyuruh saya Pak Raka. Bukan Pak Jeremy."     

Daisy hanya menatap Tono dengan tatapan 'lakukan saja yang saya katakan' padanya hingga laki-laki itu lalu berpamitan pada Daisy.     

Daisy memijat pangkal hidungnya dan kemudian ia berbaring di sofanya. Tidak ada yang akan ia lakukan hari ini kecuali beristirahat dan menunggu jam 7 malam ini datang. Ia akan bertemu Jeremy. Pasti Jeremy mau menemuinya.     

***     

Berkali-kali Daisy menghela nafasnya menunggu kedatangan Jeremy. Ia bahkan malam in berdandan diri dengan berlebihan. Padahal ia tidak tahu apakah Jeremy datang atau tidak. Karena mendadak ia ragu sebab semalam saja Jeremy meninggalkannya bersama Raka. Daisy bertanya-tanya kenapa Jeremy tidak ingin menungguinya saja semalaman?     

Satu gelas es cokelat sudah habis ia minum. Waktu sudah menunjukkan lebih dari 30 menit ia membuat janji dengan Jeremy. Harapannya semakin memudar dan tahu bahwa Jeremy tidak akan menemuinya. Jeremy bahkan tidak pernah telat. Bahkan biasanya Jeremy-lah yang datang lebih awal walau pun Daisy yang membuat janji.     

Mata Daisy sudah berkaca-kaca. Ia merasa percuma sudah berdandan seperti ini dan memalukan sekali. Hanya seorang diri di restoran dengan satu gelas yang sudah habis dan setengah cake kecil yang hampir habis.     

Pukul 8 malam tepat waktu, Daisy meraih tasnya dan ia bergegas menuju kasir untuk membayar tagihannya. Ia lalu pulang tanpa menoleh ke belakang. Sudah cukup ia berharap dan membuatnya menjadi gila. Karena jika begitu, Daisy akan gagal membahagiakan Jason.     

"Dia nggak datang!" teriak Daisy memukul kemudinya. Lalu akhirnya Daisy menangis. Air mata membanjiri pipinya yang jatuh di pangkuannya. Diusapnya dengan kasar air mata itu seraya Daisy menghapus riasan di wajahnya dengan tisu basah yang tersedia di mobilnya.     

"Bodoh! Dia tentu nggak akan datang, Daisy! Kalau dia datang, dia nggak mungkin meninggalkanmu semalam di rumah bersama Raka!" teriak Daisy di mobil.     

Lajunya ia percepat dan tidak peduli dengan suara klakson yang berbunyi meneriaki dirinya sebagai pengendara gila di jalanan.     

"Persetan!" rutuknya.     

Daisy berbelok ke arah yang berbeda, yang mana seharusnya ke rumahnya, namun ia ke tempat yang lain. Menuju tujuan yang akan membuat kesedihannya setidaknya memudar.     

Saat sampai rumah itu, Daisy langsung turun dari mobilnya dan melangkah ragu menuju pintu utama rumah yang ia datangi.     

Diketuknya pintu itu berkali-kali sampai pintu itu terbuka.     

Daisy memang terlihat berantakan. Namun melihat laki-laki di hadapannya, ia langsung mendaratkan ciumannya pada laki-laki itu.     

"Daisy? Hei— tunggu ... hmm," laki-laki itu menjauhkan Daisy untuk melihat wajah Daisy dengan kedua tangannya yang besar.     

Daisy tampak mungil di kedua tangan itu. Ia lalu menangis saat laki-laki itu menatapnya. "Hei ... ada apa?" tanyanya.     

"Please ... lakukan saja. Buat aku lupa. Buat aku puas," pinta Daisy dalam tangisannya.     

Laki-laki itu menatap ke luar dan ia lalu menutup pintunya dan merangkul Daisy serta menuntunya ke sofa. Ia lalu meraih segelas air mineral dan menyuruh Daisy meminumnya terlebih dahulu.     

"Minum," perintah laki-laki itu.     

Daisy meminumnya di saat ia sedang menangis sesenggukkan. Setelah itu ia memberikan gelas itu pada laki-laki di sisinya.     

"Katakan padaku, ada apa," tanyanya.     

Daisy menggeleng dan menunduk. Laki-laki itu lalu memeluknya dan mengusap rambut kepala Daisy. Ia menghela nafas cukup lama sampai ia merasakan Daisy tidak menangis lagi. Hanya sisa-sisa sesenggukkan itu saja.     

"Apa kamu terluka?" tanyanya.     

Daisy menggeleng. Ia membawa satu tangan laki-laki itu ke dadanya. Mengatakan dengan isyarat bahwa ia terluka di sana. Di hati dan jantungnya.     

"Aku nggak akan membiarkanmu terluka, Daisy," ucapnya.     

"Aku tahu ... maka dari itu, bercintalah denganku," pinta Daisy dan menatap kedua bola mata laki-laki itu.     

Ia menatap Daisy dengan kilatan nafsu. Kedua tangannya menyelipkan sehelai rambut Daisy ke belakang telinganya. Menatap Daisy dengan makna dan penuh hasrat.     

"Please ... kamu yang bilang aku bisa datang ke kamu kapan pun aku butuh," sekali lagi Daisy memohon.     

Ia mengangguk dan masih diam menatap Daisy. Tapi Daisy sudah cukup lama menunggu. Ia tidak ingin terlalu lama menunggu.     

Maka dari itu Daisy pun akhirnya berdiri. Ia melepas seluruh pakaiannya di hadapan laki-laki itu hingga tidak menyisakan suatu apa pun. Begitu saja ia masih diam memandang wajah dan tubuh Daisy.     

Daisy akhirnya juga melepas pakaian laki-laki itu hingga mereka benar-benar terlanjang bersamaan. Daisy tahu ereksi laki-laki itu sudah mengeras dan ia pun langsung naik ke atasnya dan melakukannya di atas pangkuan laki-laki itu.     

"Hmm ... Daisy," laki-laki itu mendesah nikmat saat Daisy melakukan gerakannya.     

"Aku tahu. Kamu suka ini dan aku juga," ucap Daisy. Semua kesedihannya yang tadi benar-benar hilang dan tergantikan dengan nafsunya yang membara bersama Ricky.     

"Lebih cepat!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.