BOSSY BOSS

Chapter 165 - Is This What I Want?



Chapter 165 - Is This What I Want?

0Daisy terbangun dalam keadaan telanjang dan Ricky di sisinya. Ia mengingat-ingat kejadian semalam dan lantas memejamkan matanya, merutuk betapa bodohnya dirinya.     
0

Sekarang ia beranjak perlahan dan berharap Ricky tidak terbangun karenanya. Ia harus segera pulang dan bekerja.     

Setelah berhasil bergerak tanpa menimbulkan suara atau membuat Ricky terbangun, Daisy langsung pergi menuju mobilnya.     

Mesin mobilnya menderu dan ia bersyukur bahwa ia berhasil pergi tanpa menimbulkan Ricky terbangun sehingga tidak akan mencegahnya.     

Satu-satunya hal yang membuatnya gila akhir-akhir ini adalah karena pertemuannya dengan Ricky yang menawarkan kenikmatan duniawi. Padahal Daisy bersungguh ia tidak ingin kembali ke masa kelam itu.     

Namun lagi-lagi Daisy menyalahkan keadaan. Kekecewaannya terhadap Jeremy yang tidak datang semalam, membawanya menuju petaka kenikmatan.     

Daisy tahu Jeremy memutuskan untuk menetap di luar negeri untuk melupakannya. Tapi Daisy juga tahu bahwa Jeremy sendirilah yang berinisiatif muncul di club malam itu dan mengantarnya pulang tanpa ia ketahui. Padahal kesadarannya masih bisa dikatakan normal baginya.     

Buru-buru Daisy bersiap diri dan menuju kantornya. Kemarin ia tidak ke kantor dan menunda semua pertemuan dengan beberapa klien. Ia tidak ingin merasa kasihan diri lagi saat ini.     

"Pagi, Firly. Tolong jadwalkan semuanya hari ini, ya. Untuk yang kemarin tertunda," sapa dan perintah Daisy.     

"Pagi, Bu. OK, Bu. Biar saya atur."     

Daisy menghela nafasnya. Mendadak ia rindu pada anaknya itu yang belum juga berhasil ia bawa pulang karena hal kecil.     

Daisy pun menelepon Weiske agar bisa bicara dengan Jason.     

"Mama!" pekik Jason girang.     

Mendengarnya saja sudah membuat hati Daisy lega. "Anak Mama, lagi apa? Bentar lagi sekolah, kan?"     

"Lagi sarapan, Mama. Sama Lily. Mama nanti pulang ke rumah Nenek, kan?"     

"Iya, nanti Mama pulang ke rumah Nenek. Mau dibawakan apa, Nak?"     

"Nggak mau apa-apa, Ma. Mama ke sini aja, ya."     

Daisy tersenyum mendengarnya. Memang dari kecil ia mengajarkan sesuatu pada Jason apa itu kebutuhan dan keinginan. Jika keinginan itu tidak sepenting kebutuhan, maka sebaiknya jangan mengambilnya.     

"OK, Anak Mama Ganteng, udah dulu, ya. Mama kerja dulu," ujar Daisy.     

"Daaah, Mama!"     

Daisy langsung mematikan panggilannya berpikir sesuatu. Sebab walau bagaimana pun, ia tetap akan membawa sesuatu untuk Jason. Setidaknya makanan kesukaannya atau mungkin menambah koleksi mainannya.     

Beberapa jam Daisy bekerja, tak terasa sudah di jam makan siang alias istirahat. Daisy sadar karena Firly memberitahunya.     

Daisy pun menuju kantin kantor yang jarang sekali ia kunjungi. Jadi di waktu luangnya sekarang, ia akan mencoba menu di kantin kantornya saja.     

"Bu, saya temani Ibu, ya?" tiba-tiba Firly datang membawa nampan yang berisikan menu makanan datang kepadanya.     

"Silakan, Firly."     

Sebenarnya Daisy merasa canggung karena ia belum pernah ditemani karyawannya di satu meja seperti saat ini.     

Akhirnya Daisy berinisiatif untuk mengajak bicara santai dengan Firly.     

"Kamu udah punya pacar, Firly?" tanya Daisy.     

"Hah? Eh ... Apa, Bu?" Firly merasa gugup karena ia belum pernah ditanya-tanya mengenai hal pribadi oleh Daisy.     

Daisy tersenyum dan menggeleng-geleng. "Udah punya pacar belum?"     

"Oh, udah, Bu. He he."     

"Terus kamu nggak mau tanya saya balik?" pancing Daisy.     

Firly langsung menatap Daisy lagi dengan serius. "Eh, nggak apa-apa nih, Bu?"     

"Iya. Tanya aja. Biar obrolan kita terdengar santai juga. Dan satu lagi, saya percaya kamu nggak akan membuka rahasia apa pun."     

Firly mengangguk mantap dan ini menjadi kesempatannya untuk bertanya hal pribadi pada Daisy. Sebab selama ini ia hanya diam dan mengamati sekaligus merasa penasaran.     

"Maaf sebelumnya, Bu, saya penasaran sama Pak Ricky. Yang tempo hari datang itu, Bu."     

Daisy sudah tahu bahwa Firly pasti akan menanyakan hal itu padanya. Jadi sebelum ia menjawabnya, Daisy menarik nafas dan mengembuskannya.     

"Hubungan saya dan beliau nggak ada yang spesial atau lebih, Firly. Tapi yah, begitulah hubungan kami akhir-akhir ini," jawab Daisy.     

"Maksud Ibu?"     

"Hmm, bagaimana saya menyampaikannya, ya? Seks? No love. Yah, itu terjadi begitu aja, sih."     

Firly mengangguk-angguk paham walau pikirannya berkelana ke mana-mana.     

"Tapi saya rasa Pak Ricky itu menyukai Ibu, deh," ujar Firly memberitahu.     

"Ah, jangan ngaco kamu. Mana ada yang suka janda beranak satu," tolak Daisy.     

"Ibu, menurut saya hal itu nggak berlaku deh, buat laki-laki yang sudah begitu dengan Ibu. Ibu cantik, mandiri dan wanita karir. Apa yang kurang? Saya rasa nggak ada. Saya aja ngefans sama Ibu," jelas Firly.     

Daisy terkekeh mendengar penjelasan Firly. Ia pun lantas menyendok santapan terakhirnya dan kemudian meminum minumannya.     

"Kamu itu memuji saya atau bagaimana? Tapi makasih, ya. Omong-omong, pacar kamu siapa? Apa pernah jemput kamu?" tanya Daisy mengalihkan topik.     

"Sesekali jemput sih, Bu. Saya nggak begitu suka mengekspos hubungan saya soalnya."     

"Udah lama?"     

Firly mengangguk. "Yah, empat tahunan sih, Bu."     

Daisy hanya mengangguk-angguk sampai akhirnya piringnya terlihat bersih menandakan ia sangat lapar. Daisy pun menyeka bibirnya dengan tisu. "Kalau begitu, saya duluan ya, Firly. Terima kasih karena menemani saya," ucap Daisy.     

"Ah iya, Bu. Selamat bekerja lagi, Bu."     

Daisy hanya tersenyum dan membawa nampan kotornya ke tempat yang sudah seharusnya bagian dapur untuk mencuci.     

***     

Rasa lelah seorang Ibu hilang ketika melihat anak yang dirindukannya memeluknya. Itu yang Daisy rasakan saat ia masuk ke dalam rumah Weiske dan Jason berlari kecil ke arahnya lalu memeluknya. Dicium Jason berkali-kali hingga anak itu tertawa terpingkal-pingkal geli.     

Setelah Jason puas memeluk Daisy, ia pun kembali bermain bersama Lily. Sementara itu Daisy duduk di sofa dan menghela nafasnya lega.     

"Raka di mana, Rei?" tanya Daisy.     

"Di kamar, sepertinya masih mandi. Ada apa?" tanya Reina.     

Ini saat yang tepat bagi Daisy untuk bertanya tentang Jeremy pada Reina. Siapa tahu Reina malah terbuka padanya dan mengatakan yang sebenarnya.     

"Reina, aku mau kamu jawab jujur pertanyaanku," ucap Daisy.     

"Apa, Dai?"     

"Apa kamu tahu kalau Jeremy di sini?" tanya Daisy.     

Untuk sejenak Reina diam. Seakan ia sedang mencerna pertanyaan Daisy sampai raut wajah Reina terlihat aneh hingga Daisy bisa menduga jawabannya. "Aku ... nggak tahu tentang itu, Dai. Memangnya kamu bertemu dia?"     

"Kamu nggak bohong, kan? Aku cuma mau jawaban jujur, Rei."     

"Iya, aku nggak tahu menahu tentang itu," ulang Reina terdengar santai. Sampai Raka akhirnya muncul dan mendekat. Ia duduk di sebelah Reina.     

Kali ini Daisy mendengus kesal menatap Raka. "Aku mau bicara sama Raka, Rei. Apa kamu keberatan?"     

"Silakan. Aku temani anak-anak," tanggap Reina.     

Setelah Reina menjauh, Daisy kemudian menatap Raka yang menatapnya juga. "Daisy aku juga mau bicara sama kamu," ucap Raka.     

"Aku dulu," sambar Daisy langsung. Ia menahan rasa kesalnya pada Raka sampai ia tahu semuanya. "Di mana semalam Jeremy?"     

Raka hanya diam tidak menjawab pertanyaan Daisy. Ia menunduk dengan kedua jemarinya terlipat. "Jadi kamu benar-benar tahu bahwa yang menjemputmu dari club itu Jeremy?"     

Daisy hanya mendengus. Hal itu seperti sudah basi baginya. Ia hanya ingin tahu keberadaan Jeremy semalam sampai membuatnya frustrasi dan menggila dengan pria lain.     

"Dia semalam datang ke restoran itu, Dai," jawab Raka akhirnya.     

Mata Daisy membelalak. Ia tidak mempercayai jawaban Raka sementara dirinya sendiri menunggu Jeremy selama satu jam yang tak juga muncul-muncul keberadaannya.     

"Pembohong," ucap Daisy.     

"Dia datang sama aku. Dia minta aku menemaninya karena tadinya ia merasa enggan untuk menemuimu berdua. Aku lihat kamu di sana sendiri satu jam penuh. Dan di situ Jeremy minta maaf karena dia belum siap menemuimu secara personal," jelas Raka.     

Daisy langsung berdiri dan kemudian ia menatap Jason yang masih bermain dengan Lily. Ia tidak ingin ada di sini dengan perasaan amarahnya terhadap Raka. Jadi Daisy langsung keluar rumah hingga Raka mengekorinya.     

Raka jelas tahu semua permintaan Daisy yang menginginkan Jeremy menemuinya di restoran itu, tapi Daisy tidak menyangka bahwa Jeremy ternyata sedikit memiliki rasa tidak berani menemuinya dalam keadaan sadar.     

"Daisy, tunggu! Apa kamu mau pergi begitu saja? Bagaimana Jason?" tanya Raka dengan suara pelan.     

"Urus saja dulu. Aku nggak bisa mendengar penjelasanmu lebih jauh sementara aku masih marah dan aku nggak mau terlihat jahat di depan Jason!"     

Daisy langsung masuk ke dalam mobilnya dan Raka menghentikannya ketika Daisy akan menyalakan mesin mobilnya.     

"Dia minta maaf, Dai. Dia masih belum siap," kata Raka.     

"Jadi, aku harus mabuk dulu agar dia bisa ketemu aku yang tidak sadar diri?" singgung Daisy terdengar cemooh.     

Belum sempat membalas ucapan Daisy, Daisy sudah meninggalkan Raka dan ia pun langsung menuju rumahnya. Hanya di rumah saja ia merasa bebas berekspresi.     

Sampai rumah, Daisy melihat mobil Ricky terparkir di halamannya. Daisy yang sudah tidak terkejut pun lantas turun dari mobilnya dan membuka kunci rumahnya.     

"Jadi, itu kah kamu? Menyelinap masuk dan keluar begitu saja?" tanya Ricky menyindirnya?     

"Kenapa kamu datang ke rumahku?" tanya Daisy mengalihkannya.     

"Memangnya aku nggak boleh datang ke rumahmu? Padahal kamu seenaknya masuk ke rumahku."     

Setelah Daisy berhasil membuka pintu rumahnya. Ia menghadap Ricky dan tak berniat menyuruhnya untuk bertamu ke dalam. "Jadi, katakan niatmu, Ricky."     

Ricky menatap tajam Daisy. Rahangnya yang terlihat tegas menatap Daisy lurus. "Besok makan malam di perayaan pembukaan restoran temanku. Di sana ada Maurin," jelas Ricky.     

"OK. Clear. Kamu bisa pulang," ucap Daisy dan berbalik untuk masuk ke dalam.     

Tiba-tiba ... "Ceklek!" pintu terkunci dan Daisy sudah terpojok oleh Ricky yang ikut masuk ke dalam rumahnya. Tubuhnya terhimpit tubuh Ricky yang menatapnya dengan nafsu membara.     

"Kamu pikir aku mau langsung begitu saja pergi dari hadapanmu?" tanya Ricky terdengar begitu seksi.     

Dada Daisy bergemuruh hingga membusung dan ia bisa merasakan dirinya benar-benar dekat dan menyentuh tubuh Ricky yang terbalut dengan pakaiannya.     

"Pergi, Ricky. Aku nggak mau diganggu siapa pun," pinta Daisy.     

"Oh ya? Pergi? Semudah kamu pergi meninggalkanku di pagi hari?" tiba-tiba tangan Ricky sudah menarik rok Daisy ke atas hingga Daisy memejamkan matanya.     

"Ini bukan yang kamu butuhkan?" lirih Ricky di telinga Daisy.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.