BOSSY BOSS

Chapter 166 - The Thunderbolt



Chapter 166 - The Thunderbolt

0"Apa? Dia ngajak ketemuan? Apa dia benar-benar tahu lo yang jemput dia di club?" tanya Raka terdengar terkejut.     
0

Jeremy mengangguk. "Tono, orang suruhan gue rupanya nggak bisa benar-benar terlihat bohong. Jadi, Daisy langsung tahu. Dan ya, dia ingin Tono menyampaikan pesannya," jelas Jeremy.     

"Terus, langkah lo apa sekarang?" tanya Raka.     

Jeremy mengedikkan bahunya. Ia teringat kembali memikirkan bagian payudara Daisy yang terdapat jejak-jejak ciuman. Mungkin jika jejak itu tidak ada, Jeremy mau menemuinya, tapi saat melihatnya dan kembali memikirkannya, ia merasakan kekecewaan.     

"Gue rasa, gue harus datang. Tapi lo temani gue, ya?" ujar Jeremy memberi jawaban.     

"Jer, sejak kapan lo jadi nggak berani gini sama Daisy?"     

"Gue butuh orang yang bisa memotivasi gue buat ketemu dia."     

Setelah Raka bertemu dengan Jeremy, ia kembali ke rumah dan mengatakan semua hal yang ia lalui pada Reina. Baginya, istrinya itu layak tahu apa yang ia lakukan pasca ia menyelingkuhinya tanpa sengaja.     

"Sebenarnya, kenapa juga sih Jeremy harus muncul di hadapan Daisy? Bukannya itu nggak baik ya buat kesehatan Daisy? Dia kan psikolog, seharusnya tahu dong!" kesal Reina setelah Raka menceritakannya.     

"Masih cinta, Reina. Memangnya kamu nggak begitu saat itu sama aku?" tanya Raka balik kembali membahas masa lalu.     

"Tapi ini beda, Raka. Daisy itu masih sendiri. Tentu dia punya alasan atas semua kesendirian. Dia memang masih cinta Jeremy, tapi bukan berarti Jeremy seenaknya, kan? Kan, dia sendiri yang bilang mau menetap di luar untuk melupakannya, sekarang dia sengaja menjemput Daisy saat itu dengan alasan khawatir? Basi!"     

"Rei—"     

"Aku harus bilang sama Daisy!"     

"Reina, tunggu!" Raka menarik tangan Reina untuk menghentikannya agar tidak memberitahu Daisy. "Aku mohon. Jangan. Biarkan mereka, OK? Kamu cukup berpura-pura nggak tahu saja. Aku cuma butuh itu."     

Reina menghela nafasnya dan kembali duduk. Kedua tangannya terlipat di dadanya dan ia menatap suaminya penuh dengan rasa sayangnya. "OK, kalau begitu."     

Dengan jantung berdegup kencang, Jeremy tak juga beranjak dari tempatnya bersembunyi bersama Raka. Ia masih memerhatikan Daisy yang duduk gelisah menunggunya datang.     

Rasa enggannya kembali muncul. Mendadak ia jadi sangat tidak siap muncul di depannya dalam keadaan seperti sekarang.     

"Datangi, Jer. Jangan buat dia menunggu," ujar Raka padanya.     

"Gue ... mendadak belum siap," ucap Jeremy akhirnya.     

Padahal Jeremy sudah sangat siap dalam hal penampilan. Ia bahkan sudah membayangkan akan menyentuh Daisy walau hanya bersalaman. Tapi memori itu kembali membuatnya menjauh.     

"Sorry, gue nggak bisa," ucap Jeremy lalu keluar dari restoran. Raka segera menyusul dan mereka berdiri di tempat di mana Daisy tidak akan menemui mereka.     

"Maksud lo apa, Jer? Ini namanya lo mempermainkan dia!" seru Raka kesal. Bagaimana pun, ia tidak bisa menerima jika ada laki-laki yang menyakiti adik iparnya.     

Jeremy terlihat frustrasi. Kedua tangannya berada di pinggang dan ia mondar-mandir. "Gue minta maaf, Raka. Tapi untuk saat ini gue belum siap secara personal. Tolong, bilang apa pun padanya."     

Raka lalu menyentuh bahu Jeremy dan menatapnya. "Bilang sama gue apa yang membuat lo belum siap? Pasti ada sesuatu, kan? Lo nggak perlu sembunyiin dari gue."     

Jeremy mengangguk. Mau tidak mau, ia akhirnya mengatakan apa yang menghalanginya dan membuatnya teringat lagi. Raka yang terdengar kaget itu tidak tahu harus berkata apa. Ia sama sekali tidak tahu menahu dengan siapa lagi Daisy melakukan hubungan seks.     

"Sorry, gue ... gue benar-benar nggak tahu siapa laki-laki yang sudah tidur bersamanya. Sorry, gue—"     

"Raka, bukan salah lo. Ini semua memang salah gue. Biarin gue cari waktu yang pas buat menebus semuanya. Setelah ini, gue benar-benar nggak akan melepasnya. Gue janji sama lo. Cuma berikan gue waktu sebentar lagi."     

***     

Suara deringan ponselnya berbunyi, membuat Daisy tersentak dan ia pun terpaksa menerima panggilan itu.     

"Ya, halo," jawab Daisy dengan suara seraknya.     

"Kamu di mana, Daisy? Aku di depan rumahmu dan dari tadi aku ketok nggak ada yang menyahut," suara Raka membuat Daisy terbelalak dan ia menatap layarnya untuk memastikan bahwa memang nama Raka-lah yang muncul.     

Daisy beranjak dan ia sadar bahwa Ricky masih di sisinya sedang tidur memeluk perutnya. Daisy sadar bahwa semalam mereka habis bercinta.     

Ia lalu membangunkan Ricky dan mengusirnya dengan cepat. "Keluar lewat jendela! Aku nggak mau iparku tahu kamu di sini!" teriak Daisy kecil.     

"Aku tetap di sini, Daisy. Apa pun itu," balas Ricky terdengar mudah.     

"Please ... nanti malam bisa sepuasmu tidur denganku," kata Daisy.     

Ricky yang mendengar tawaran Daisy benar-benar menggiurkan dan ia pun akhirnya mengenakan pakaiannya. Lalu keluar dari jendela untuk menyelinap ke mobilnya tanpa Raka ketahui.     

Dengan buru-buru Daisy asal mengenakan pakaian tidurnya dan ia segera membuka pintu untuk Raka. "Sorry, lama. Ada apa, sih?" tanya Daisy gugup.     

Raka menatap sekeliling dalam rumah Daisy. Ketika ia tidak menemukan apa pun, lalu Raka menatap ke belakang dan tidak ada mobil asing yang tadi ia lihat.     

"Mobil siapa tadi?" tanya Raka menunjuk ke arah halaman yang kini hanya ada mobil Daisy.     

"Tetangga. Dia nitip mobil dan kayaknya sudah diambil. Masuk," ujar Daisy asal memberikan jawaban.     

Walau begitu, Raka tahu bahwa Daisy sedang menyembunyikan sesuatu. Hanya saja Raka memilih untuk tidak bertanya sekarang. Ia hanya menyempatkan datang tiba-tiba karena ini memang tanggal merah.     

"Aku hanya ingin melihat keadaanmu setelah semalam," ujar Raka duduk.     

Daisy memberikan segelas kopi yang ia sudah ia buat di mesin kopinya dan ikut duduk di hadapan Raka. Daisy menyeduh kopinya juga dan menatap Raka. "Kenapa harus repot-repot. Aku baik-baika saja."     

"Siapa yang membuatmu baik-baik saja?" tanya Raka menyelidik.     

"A-aku menonton film. Di kamar," jawab Daisy gugup.     

Daisy sedikit merasa malu karena mengingat kejadian semalam yang cukup menggairahkannya. Bercinta dengan Ricky dan menghilangkan rasa kesalnya hingga ia merasakan dirinya baik-baik saja.     

"Oh, ya? Di kamar? Bukannya kamarmu nggak ada televisi, Daisy?"     

Matanya terpejam dan ia baru sadar akan hal itu. Sial! Batinnya. Ia sudah ketahuan berbohong pada Raka semudah ini. Memang Daisy tidak pandai berbohong jika keadaannya benar-benar kepepet seperti saat ini.     

"Mobil siapa tadi, Daisy? Dan apa kalian—"     

"OK ... OK! Aku mengaku jujur sekarang," potong Daisy mulai kesal karena cara Raka menyelidikinya benar-benar membuatnya semakin tidak bisa berbohong.     

"OK, jelaskan."     

"Ricky. Itu namanya. Tadinya dia klien tapi karakter dan wajahnya mirip Zen. Aku lalu jatuh di pelukannya dan ya, kamu tahu akhirnya bagaimana," singkat Daisy.     

Raka mengangguk-anggukkan kepalanya karena sudah mengerti maksud Daisy. Ia juga harus menceritakan apa yang Jeremy lihat dan rasakan pada Daisy.     

Setelah mendengar cerita Raka, Daisy menitikkan air matanya. Ia mersa bersalah sekali pada Jeremy. Ia tidak tahu bahwa ternyata akibatnya akan sebegitu fatal. Pasti Jeremy merasa sangat kecewa mengetahui bahwa dirinya belum berubah. Bahwa dirinya masih yang dulu dengan seks yang terus menerus melekat pada hidupnya.     

"Aku memang nggak baik untuknya, Raka. Lagi pula untuk apa juga dia masih mencintaiku yang seperti ini? Percuma, bukan?"     

Raka mengedikkan bahunya. "Setahuku, itulah cinta yang tulus dan ikhlas. Semua tergantung kamu, Daisy. Kalau kamu memang mau menjadi baik, maka berusahalah melepas hal-hal buruk itu. Apa kamu nggak lelah seperti ini terus? Mau sampai kapan?"     

Sekarang ucapan Raka sudah seperti seorang Ibu-Ibu yang menasihati anaknya. Lagi pula, mungkin Weiske akan melakukan hal yang sama padanya jika ia tahu sesuatu.     

"Aku ... semakin nggak bisa melepasnya jika sudah terlanjur seperti ini, Raka. Sulit," ucap Daisy.     

"Hmm, begini. Bagaimana jika sebaiknya kamu melakukannya pada Jeremy dan bukan pada laki-laki itu? Kedengarannya mudah, kan? Tapi apa kamu bisa?"     

Daisy menggeleng. Dari dulu, ia tidak begitu ingin melakukan seks dengan Jeremy. Karena apa? Karena ia sangat tahu Jeremy laki-laki yang baik dan Daisy tidak ingin membuatnya lantas menjadi laki-laki yang buruk. Walau pun melakukannya bersamanya, tapi Daisy tidak bisa.     

"Sekarang, apa maumu, Daisy?" tanya Raka.     

"Biarin aku, Raka."     

"Kamu nggak mau bertemu Jeremy?"     

"Aku mengikuti apa yang diinginkannya saja. Kalau aku memaksa, maka pasti nggak akan baik untuknya."     

"Sekarang aku tanya padamu. Memangnya sekarang kamu baik-baik saja?"     

***     

Di sinilah Daisy berdiri dengan lengannya melingkar pada lengan Ricky. Memainkan perannya sebagai kekasih palsunya di hadapan Maurin khususnya. Daisy pernah melakukan ini sebelumnya. Bersama Jeremy saat awal-awal mereka saling mengenal satu sama lain.     

Perasaan dejavu itu kembali membawanya ke masa itu. Masa yang indah.     

Daisy tidak tahu ini restoran miliki siapa. Ricky tidak mengatakan nama pemiliknya. Ia hanya bilang bahwa pembukaan restoran ini adalah karena ini milik temannya.     

"Di sana ada Maurin. Tetaplah memegang lenganku," bisik Ricky.     

Daisy menelan ludahnya dan mengangguk paham. Keadaan ini tidak lagi membuatnya tak nyaman. Ia hanya merasa harus karena memang sejauh ini Ricky secara tidak langsung sudah banyak membantunya dalam banyak hal. Walau pun itu dengan seks.     

"Kamu mau minum?" tanya Ricky seraya memberikan segelas minuman berwarna merah.     

Daisy menerimanya dan meneguknya. Rasa manis dan kelapa memenuhi mulut hingga tenggorokannya. Rasa kelapa itu benar-benar membuatnya teringat akan sesuatu.     

"Siapa nama pemilik restoran ini?" tanya Daisy penasaran.     

"Nanti kamu akan tahu," jawab Ricky dengan senyuman.     

Semakin waktu berjalan lama, perasaan Daisy mendadak semakin tidak enak. Entah kenapa tapi saat Ricky membawanya tepat ke tengah-tengah di mana berkumpulnya banyak orang yang bersalaman, Daisy belum bisa melihatnya dengan jelas.     

"Di sana pemiliknya. Ayo, kita bertemu temanku, Daisy," ujar Ricky dengan manis,     

Daisy berjalan beriringan dnegan Ricky tanpa ia melepaskan genggamannya sampai tiba-tiba ia menatap seseorang yang tak ia perkirakan akan menjadi pemilik dari restoran ini.     

Matanya membelalak dan ia menatap Ricky juga laki-laki itu bergantian.     

"Kamu sengaja, bukan?" ujar Daisy melepas kaitan tangannya.     

"Daisy ..." suara Jeremy menyebutnya karena ia merasa terkejut sekaligus Daisy bisa melihat kilatan luka di sana.     

Daisy menjauh dan ia pun berlari dari sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.