BOSSY BOSS

Chapter 167 - Hello



Chapter 167 - Hello

0Daisy berlari meninggalkan restoran itu dengan ditatapi banyaknya para tamu, termasuk Jeremy. Ia berlari sampai benar-benar mendapatkan taksi dan mengantarnya ke rumah.     
0

Daisy menangis sejadi mungkin di dalam taksi yang membawanya pulang. Ia tidak peduli jika sopir taksi itu melihatnya dan bertanya. Daisy hanya bisa diam dan tak menjawabnya, kecuali tetap menangis.     

Dosa dan kesalahannya sudah membuatnya berat memikirkan semua yang terjadi padanya. Sekarang, Ricky dengan sengaja membawanya kembali ke hadapan masa lalunya. Yang tadinya Daisy merasa bersalah dan tak ingin bertemu dengan Jeremy setelah ia tahu semuanya, kini kesalahan itu membuatnya semakin membuat rasa malunya bertambah besar.     

Sampai rumah Daisy mengunci pintu rumah dan seluruh akses jendelanya dengan rapat-rapat. Ia tidak ingin Ricky atau Jeremy mengejarnya. Rasanya memalukan sekali jika Jeremy ada di sini. Daisy tidak peduli dengan Ricky karena semua ini penyebabnya adalah Ricky.     

"Daisy," suara Ricky terdengar mengetuk ketuk pintu rumahnya.     

"Daisy," kali ini suara Jeremy terdengar juga.     

Daisy mendekat ke arah pintu rumahnya dan ia mencoba mendengar kembali siapa saja di balik pintu itu sebenarnya.     

"Lo sebaiknya pergi, Rick. Dia kekasih gue," suara Jeremy terdengar jelas. Daisy membuka mulutnya karena tidak menyangka bahwa Jeremy akan mengatakan itu di hadapan Ricky.     

"Hah? Apa gue nggak salah? Dia nggak punya pacar, Jer!"     

"Seharusnya lo lebih lihai dan jeli lagi kalau memang mengupas riwayat seseorang, Rick. Sebaiknya lo pergi," kali ini Jeremy mengusir Ricky lagi dengan suaranya yang penuh dengan kekesalan.     

Ricky menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue akan di sini. Dia begini karena gue."     

"Dan itu karena lo sengaja. Lo tahu gue ada hubungan sama dia."     

"Tapi bukan berarti dia pacar lo! Seperti yang lo bilang," geram Ricky.     

"Dia. Masih. Pacar. Gue." Jeremy mengucapkan kalimatnya dengan penekanan di setiap kata-katanya.     

Daisy masih di diam di tempatnya. Ia bahkan hanya duduk di lantai dekat pintunya sambil menangis tanpa suara. Tangisan tanpa suara itu sangat menyakitkan. Ia tidak ingin seseorang di luar sana mendengarnya. Sekali pun yang datang adalah Jeremy, tapi bukan pertemuan seperti ini yang Daisy harapkan.     

Kali ini Daisy mendengar langkah seseorang menjauh. Perlahan Daisy mengintip dari jendela dan ia melihat Ricky-lah yang menjauh meninggalkan rumahnya.     

"Aku tahu kamu di dalam, sekarang apa bisa kita benar-benar bicara? Kamu nggak perlu merasa takut atau bersalah, Daisy," ujar Jeremy.     

Di dalam Daisy hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia memang tadinya mencoba membiarkan waktu yang menemui mereka, tapi jika yang dimaksud waktu adalah seperti saat ini, Daisy belum siap. Tidak sekarang. Setidaknya ia harus membereskan masalahnya dengan Ricky.     

"Daisy ... aku masih mencintaimu. Sedikit pun aku nggak bisa melupakanmu," ujar Jeremy seraya menunggu Daisy keluar dari rumahnya.     

Jeremy merosot duduk di depan pintu sementara Daisy berada di dalamnya. Cara mereka duduk sama persis. Jeremy memandang hamparan halaman rumah Daisy yang gelap, sementara Daisy memandang lurus ke dapur dan membayangkan Jeremy ada di sana.     

"Aku tadinya nggak ingin menemuimu. Bahkan pertemuan tidak sengaja di restoran itu juga aku tidak tahu kalau kamu di sana. Lalu aku berniat menemuimu saat aku mengikutimu ke club. Kemudian—"     

Jeremy tidak sanggup meneruskan penjelasannya ketika ia mengingat kembali akan jejak ciuman di payudara Daisy.     

"Aku nggak tahu kalau kamu sekarang bersama laki-laki itu, Dai. Tapi setelah aku pikir-pikir, mungkin karena wajah dan karakternya yang sama seperti Zen, lalu aku berpikiran lagi bahwa kamu belum bisa melupakannya, jadi aku menarik kesimpulan bahwa kamu menyukainya," jelasnya.     

"Dan aku nggak peduli sekarang dengan hal itu. Aku akan tetap di sini, menunggumu sampai kamu benar-benar bicara padaku," tambah Jeremy mantap.     

***     

Daisy tidak bisa tidur. Ia mendengarkan setiap ucapan Jeremy dengan jelas. Ia bersyukur bahwa di teras rumahnya ada kursi sofa yang setidaknya bisa Jeremy gunakan untuk duduk atau tidur. Tapi tetap saja, hal itu membuat Daisy kepikiran akan Jeremy.     

Tapi Daisy tetap membiarkan Jeremy seperti itu karena ia merasa malu padanya. Padahal kalau dipikir seharusnya Daisy-lah yang seharusnya seperti Jeremy, berada di posisi Jeremy. Daisy hanya masih syok dengan kejadian itu.     

Daisy akhirnya menelepon Raka untuk memberitahu tentang Jeremy. Setidaknya Raka bisa menemani Jeremy atau membujuknya untuk pulang saja ke rumahnya sendiri.     

Kurang dari satu jam Daisy mendengar deru suara mobil masuk dan berhenti. Daisy mengintip dari jendela rumahnya dan ia bersyukur Raka benar-benar datang sesuai dengan ucapannya.     

Setidaknya sekarang Daisy bisa tidur walau pun ia mendengar perbincangan mereka sedikit demi sedikit.     

"Lo pulang saja, Jer. Biar gue kasih pengertian ke Daisy nanti. Dia mungkin butuh waktu karena malu sama lo," ujar Raka pada Jeremy.     

Jeremy tetap menggelengkan kepalanya dengan keras. Ia tidak mau beranjak sedikit pun dari teras Daisy sampai ia benar-benar melihat Daisy langsung dan bicara padanya.     

"Gue pernah bilang sama lo tentang Daisy, kan? Nggak akan!" tegas Jeremy.     

Kali ini Daisy penasaran dengan apa yang di maksud Jeremy. Ia tidak tahu apa yang telah dibicarakan Jeremy pada Raka tentangnya.     

"Terus lo yakin mau tunggu dia sampai keluar? Kalau nggak keluar, apa yang akan lo lakuin?"     

"Dobrak pintunya," jawab Jeremy.     

Mata Daisy membelalak mendengar jawaban Jeremy. Ia tadinya yakin bahwa Raka bisa membujuknya untuk pulang. Tapi ketika mendengar semua perkataannya, membuatnya percaya akan satu hal. Jeremy sudah berubah.     

"Daisy pasti marah sama lo kalau lo sampai dobrak pintunya, Bro," timpal Raka mencoba bercanda.     

"Gue nggak peduli. Yang gue peduliin sekarang adalah, dia keluar dan bicara sama gue. Atau sampai matahari terbit nggak keluar juga, gue tetap akan mendobraknya."     

Daisy yang mencoba memejamkan matanya di sofa ruang tamu jadi beranjak lagi dan tidak bisa melakukannya. Ia mondar-mandir di ruang tamu dan menunggu setidaknya ia punya ide brilian agar membuat Jeremy pulang.     

Lalu tiba-tiba sebuah kekuatan masuk ke dalam tubuh Daisy. Setidaknya itulah yang Daisy rasakan. Ia akhirnya memutuskan untuk bertemu Jeremy, tapi tidak sekarang. Ia ingin memberikan waktu untuknya juga untuk Jeremy mau pun Raka untuk beristirahat. Jadi, Daisy memutuskan menelepon Raka.     

"Daisy?" ucap Raka.     

"Loudspeaker saja, Raka," ujar Daisy.     

"OK, sudah."     

Daisy berdeham sebentar dan menarik nafasnya kemudian menghembuskannya. "Jeremy ... aku mau kamu dan Raka pulang saja. Hmm, kalau kamu mau bicara denganku, kita bisa datang ke restoran itu ... lagi. Di jam yang sama. Hari ini lebih baik kita istirahat," ucap Daisy.     

"Apa kamu benar-benar mau melakukan itu?" tanya Jeremy ingin memastikan.     

"Bukankah seharusnya aku yang tanya begitu, Jer? Apakah kamu mau?"     

"OK. Kali ini aku nggak akan menghindar, Dai."     

***     

Cuaca hari ini sepertinya mendukung Daisy untuk menyelesaikan apa yang seharusnya ia selesaikan. Setelah ia menyelesaikan pekerjaan kantornya, Daisy langsung menuju kantor Ricky.     

Dibukanya ruangan Ricky yang menyambutnya dengan senyuman hangat. Sayangnya Daisy tidak membalas senyumannya. Jadi, Daisy hanya duduk di hadapan Ricky.     

"Aku mau perjanjian itu selesai. Aku juga sudah mengembalikan beberapa persen uangmu ke rekeningmu. Dan aku nggak terima penolakan!" tegas Daisy langsung.     

Ricky langsung menaikkan satu alisnya. Ia bersandar dan menghela nafasnya menatap Daisy. "Bagaimana kalau aku nggak mau, Daisy?"     

"Itu urusanmu. Yang jelas I'm done here!" tegas Daisy. "Dan terima kasih untuk semuanya," tambahnya dan Daisy pun berdiri untuk pergi.     

"Kamu tetap di sini!" tiba-tiba tangannya tertarik oleh Ricky yang menghentikannya. Mendorongnya hingga berada dipojok. Daisy terbelenggu dan tatapannya terpaku pada mata tajam Ricky.     

"Apakah kamu nggak bisa menghargai keputusan seseorang?" tanya Daisy tanpa merasa takut padanya.     

"Dan apakah kamu begini karena Jeremy? Memang apa pentingnya dia? Kamu bahkan bukan kekasihnya!"     

Daisy mendengus meremehkan ucapan Ricky. Setidaknya sekarang ia harus terlihat seperti wanita yang benar-benar licik di depannya.     

"Aku kekasihnya, Rick. Kami hanya bertengkar dan memang nggak berkomunikasi kalau sedang bertengkar. Jangan kamu anggap aku ini masih sendiri," jelas Daisy.     

Ricky tersenyum miring dengan satu tangannya sudah mengepal menahan emosinya. "Kamu bilang begitu hanya ingin membuatku kesal, bukan?"     

"Well, sayangnya nggak. Semua adalah kejujuranku. Jadi, lepas!"     

Daisy berhasil pergi dari belenggu Ricky dan ia segera keluar dari ruangan Ricky dengan cepat. Daisy tahu bahwa Ricky tidak akan mengejarnya di hadapan karyawannya. Jadi, ini adalah peluang Daisy untuk benar-benar pergi darinya.     

Daisy tidak peduli jika nantinya Ricky masih tidak bisa menerima bahwa perjanjiannya batal. Sekarang ia merasa semua sudah selesai. Setidaknya Daisy bisa menemui Jeremy dengan perasaan leganya.     

***     

Siapa pun akan merasa gugup ketika bertemu dengan orang yang kita cintai ketika sudah berpisah cukup lama. Apalagi perpisahan itu memakan waktu bertahun-tahun tanpa komunikasi.     

Jeremy merasakan itu saat ia bahkan datang satu jam lebih awal. Ia tidak memberitahukan Daisy, ia sengaja ingin menepati perkataannya bahwa ia tidak akan menghindar lagi. Bahkan di dalam dirinya pun Jeremy berjanji ia akan membuat Daisy jatuh lagi ke dalam pelukannya dan tidak akan melepaskannya lagi.     

Jeremy bahkan membeli kemeja panjang baru yang mana kedua lengannya ia lipat ke atas dengan dua kancing ia buka. Kalung silver yang selalu ia pakai bahkan membuatnya benar-benar terlihat tampan. Wajah orientalnya sangat mendominasi dan kesendirian di restoran itu membuatnya jadi dilihat banyak orang.     

Waktu yang berputar semakin dekat membuatnya semakin tak keruan berdetak. Sebentar lagi waktu menujukkan pukul 7. Ia tahu kedatangan Daisy akan semakin dekat. Apalagi saat ia melihat ke arah parkiran dan sebuah mobil honda civic masuk, menandakan Daisy semakin dekat.     

Berulang kali Jeremy menghembuskan nafasnya dan mencoba terlihat santai seperti baisanya. Tapi sulit untuknya. Baginya, hal ini seperti ia sedang jatuh cinta berkali-kali terhadap orang yang sama. Kupu-kupu yang berterbangan di perutnya merayap kegirangan. Betapa dahsyatnya perasaan yang bergejolak itu.     

Suara sepatu mendekat. Perlahan Jeremy menoleh dan ia pun berdiri untuk menyambut Daisy. Refleks Jeremy menyalaminya dan mencium tangannya bak seorang ratu.     

"Halo, cantik," sapa Jeremy manis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.