BOSSY BOSS

Chapter 169 - Like an Angel



Chapter 169 - Like an Angel

0"Bu, di dalam ada Pak Ricky. Saya sudah bilang beliau untuk tidak masuk karena larangan Ibu, tapi beliau tidak mendengarkan, Bu," lapor Firly.     
0

Daisy mengangguk dan menyentuh pundak Firly. "Nggak apa-apa, Firly. Kamu sudah lakuin tugasmu. Biar dia saya yang atasi."     

Firly mengangguk dan melihat kepergian Daisy menuju ruangannya hingga pintu itu tertutup.     

Daisy menaruh tasnya di meja dna menyalakan laptopnya walau ia tahu Ricky sedang duduk menunggunya. Tapi Daisy perlahan membiarkan nafasnya berhembus leluasa dulu.     

"Ada apa kamu ke sini, Ricky?" tanya Daisy akhirnya.     

"Aku sudah bilang kan, kalau kita belum selesai. Nggak akan pernah selesai."     

Daisy menelengkan kepalanya dan tertawa kecil mendengar ucapan Ricky. Ia sebenarnya merasakan gugup dan sedikit ketakutan karena Ricky sepertinya tidak akan berhenti seperti Zen.     

"Ricky, aku udah mengembalikan sisa uang itu dan perjanjian kita batal. Jadi nggak akan ada lagi kesepakatan sialan itu," jelas Daisy.     

"Aku nggak akan mau, Daisy! Bagiku kamu tetap milikku!" tegas Ricky dengan suara bass-nya.     

Daisy lalu sibuk mengirim pesan pada bagian keamanan untuk mengusir Ricky secara paksa. Ia tidak akan peduli jika nantinya hubungan mereka berdampak pada kehidupannya. Yang jelas Daisy tidak ingin melihat Ricky saat ini.     

Tak lama pintu ruangan Daisy terbuka memperlihatkan dua sekuriti dengan seragam khasnya.     

Mereka langsung menarik Ricky tanpa berbicara pada Daisy.     

"Lepas!" teriak Ricky. "Saya bisa keluar sendiri!" serunya.     

Ricky menatap Daisy yang telah memalingkan wajahnya ke laptop. Ia terlihat sibuk dan tidak peduli pada Ricky.     

"Setelah semuanya? Ini balasanmu?" tanya Ricky terlihat kecewa.     

Namun Daisy tetap diam.     

"OK, baik. Ingat, ini bukan pertemuan terakhir kita, Daisy," ucap Ricky mengingatkan.     

Ricky akhirnya keluar sendiri dari ruangan Daisy diikuti dua sekuritinya untuk berjaga-jaga jika Ricky melakukan tindakan di luar batas.     

Daisy memijat pelipisnya setelah kepergian Ricky. Ia merasa harus mengatur strategi karena mengingat ancaman Ricky bukanlah sembarang ancaman. Ia sangat mirip dengan Zen dan Daisy tidak ingin dirinya dibodohi untuk kedua kalinya dengan orang yang berbeda.     

Namun Daisy tetap membiarkan semuanya mengalir seperti adanya. Ia tidak ingin gegabah dan ingin terlihat tenang, ia mencoba memikirkan hal-hal positif yang ia lakukan dengan Jeremy seperti semalam.     

Keduanya semalam sama-sama berhasrat ingin bercinta. Namun Daisy mencegahnya sebelum ia terlalu dalam. Ia ingin belajar mencintai Jeremy bukan karena karena ingin seks, tapi karena Jeremy-lah. Jeremy bahkan setuju dengan caranya dan tidak marah atau merasa kesal.     

Apalagi saat mereka masih dalam posisi berciuman, tiba-tiba suara Jason terdengar. Ya, semalam Jason mendadak terbangun dan memanggil Daisy. Mau tidak mau pun Daisy harus menenangkan Jason dulu dan kembali pada Jeremy untuk berbicara sebagaimana mestinya.     

Daisy lalu sadar akan sesuatu. Hari ini ia akan meeting dengan klien baru yang belum ia temui sama sekali. Cara klien ini sama persis seperti saat ia bertemu dengan Ricky. Tapi kali ini Daisy sudah memberi tugas pada Firly untuk mencari tahu dulu siapa klien itu. Dan saat Daisy sudah mendapatkan laporan, ia bisa bernafas lega.     

Klien itu memang seorang laki-laki juga dan tidak ada motif atau niat apa pun pada Daisy. Tidak seperti Ricky yang ternyata punya siasat untuk mendapatkan Daisy.     

Nama klien itu adalah Steven. Seorang designer laki-laki yang jarang sekali Daisy temui. Daisy bahkan sudah punya pandangan bahwa Steven ini bergelagat seperti wanita karena profesinya. Sebab yang Daisy tahu designer laki-laki rata-rata seperti itu.     

***     

"Raka, aku tu heran deh, kenapa ya, Daisy banyak dekatin dan ya, kamu tahu sendirilah bagaimana mereka berhubungan. Dan herannya, Daisy juga menikmatinya," ucap Reina saat ia sedang di depan cermin kamarnya dan berbicara pada Raka yang sedang menghadap laptopnya.     

"Memangnya kenapa, Rei? Itu kan, nggak mengganggumu, kan?" tanya Raka.     

"Ya, memang nggak, sih. Hanya saja apa Daisy nggak merasa malu?"     

Raka mengembuskan nafasnya karena baru pertama kali ini ia mendengar sendiri Reina berbicara seperti itu tentang Daisy.     

"Udahlah, Rei. Itu juga kehidupannya. Selama dia single aku rasa juga nggak masalah untuknya memilih yang terbaik," timpal Raka membela Daisy.     

Reina menutup wadah bedak taburnya dan memandang Raka dari cermin yang masih fokus pada laptopnya. "Jadi, kamu nggak apa-apa, kan? Apa kamu atau kita deh, sebagai Kakaknya nggak menasihatinya?"     

"Rei ... Daisy itu seorang Ibu, sudah besar, jangan buat dia semakin nggak nyaman dengan kita. OK?"     

"Hmm, apa menurutmu Daisy itu cantik?"     

Raka langsung menatap Reina dan menutup laptopnya. "Apa maksudmu bertanya begitu, Rei? Kamu mau aku jawab apa?"     

"Jujur saja. Aku hanya ingin tahu jawabanmu sebagai laki-laki normal. Karena banyaknya laki-laki yang mendekatinya, jadi aku ingin tahu penilaianmu tentangnya."     

"Daisy manis dan cantik. Dan aku juga nggak bisa berbohong kalau fisiknya OK juga ia pekerja yang keras. Semuanya OK. Cacatnya hanya satu, dia terlalu mudah untuk beberapa laki-laki. Itu saja," jelas Raka tanpa merasa bersalah mengucapkan jawabannya di hadapan Reina yang mulai menatapnya dengan bibir mencebik.     

Reina langsung mendekat ke arah Raka dan melepaskan bajunya di hadapan Raka. Ia sengaja menampakkan bagian tubuhnya pada Raka untuk memancingnya mengingat mereka sudah lama tidak melakukan seks.     

Raka menelan ludahnya dan menerima sambutan Reina yang naik ke atas pangkuannya. Kedua tangannya sudah berada di bokong Reina dan meremasnya.     

"Aku cemburu kamu bilang begitu tentang Daisy," kata Reina yang mulai beringas dan mulai menciumi Raka lalu melepasnya kembali.     

"Seharusnya aku yang lebih cantik dari dia. Lebih dari segalanya," tambahnya kembali menciumi Raka.     

"Hei ... Rei—"     

Bibir Raka Reina bungkam dan kasar dan tangannya mulai melepaskan kaos putih polos Raka. Kemudian Reina menatap dada Raka yang berbulu dengan bentuk kotak-kotak di bagian perutnya.     

Jemarinya menyusuri tubuh Raka hingga Raka merasa tinggi. Raka pun akhirnya melepas kaitan bra Reina hingga menunjukkan dua payudara istrinya yang indah bulat berisi.     

"Kamu cantik. Setiap wanita cantik, Sayang," ucap Raka menghiburnya. Kenyataannya Raka juga membicarakan kejujuran. Hanya saja caranya menyampaikan itu berbeda,     

"Jangan bohong. Katakan aku lebih cantik dari Daisy," pinta Reina seraya menyentuh dua payudaranya sendiri. Ia meremasnya di hadapan Raka sampai Raka merasa bagian bawahnya menegang dan Reina bisa merasakannya.     

"Aku nggak bohong. Kamu memang cantik."     

Raka ingin sekali menangkap payudara Reina dan membawanya ke mulutnya untuk dihisap, namun sayangnya Reina tidak akan memberikannya sampai permintaannya Raka ucapkan.     

"Katakan aku lebih darinya. Dalam segala hal," lirih Reina menggoda. Ia menggigit daun telinga Raka hingga Raka tersentak oleh nafsunya sendiri.     

Raka tersengal-sengal menatap betapa Reina sangat menggairahkannya saat ini. "OK. Kamu sangat cantik. Lebih darinya. Lebih dari siapa pun," ucap Raka.     

Reina pun akhirnya menyodorkan payudaranya pada Raka untuk dihisapnya dan memanjakannya bak anak kecil yang haus akan air susu Ibu.     

***     

Seperti bangun dari tidur yang lama, Raka menjadi sangat berenergi. Pelayanan yang diberikan istrinya sangat membuatnya bersemangat melakukan aktivitas.     

Reina sudah lebih dulu keluar kamar untuk melihat Lily. Ia juga harus membantu mertuanya untuk memasak makan malam.     

Masakan makan malam kali ini besar karena Daisy dan Jeremy akan bergabung bersama mereka.     

Mengingat tentang Daisy, Reina jadi tidak enak hati. Sebenarnya tadi bukan maksudnya untuk menjelekkan Daisy. Ia hanya ingin memancing gejolak nafsu Raka karena mereka sudah lama tidak bercinta.     

Memang cara Reina untuk memancing Raka sangatlah tidak wajar. Kecemburuannya yang membuatnya juga sangat bernafsu untuk bercinta dengan Raka.     

Tapi Raka sudah terbiasa, walau ketika ia tahu topik yang diangkat Reina sangatlah aneh, Raka tahu bahwa istrinya itu memang sedang ingin menggila bersama di ranjangnya.     

"Loh, Jer ... Kok udah datang?" tanya Reina saat melihat Jeremy yang sudah di ruang tamu.     

"Hmm iya, Rei. Aku rencananya mau masak yang spesial buat Daisy," jawab Jeremy menyengir.     

"Oh, ya udah, masak bareng aja. Apa kamu nanti nggak jemput dia?"     

Jeremy menggelengkan kepalanya. "Setelah kamu dan Tante Weiske masak aja dan aku nggak jemput dia soalnya dia mau sendiri sama Jason. Biasa sambil quality time."     

Reina mengangguk paham dan dia pun mendekat ke Jeremy untuk berbicara sesuatu.     

"Bagaimana pendekatanmu sama Daisy? Lancar?" tanya Reina.     

Jeremy sedikit terkejut karena Reina tidak pernah sedekat ini bertanya mengenai hubungannya dengan Daisy. Walau begitu, ia tetap menghormati Reina sebagai kakak ipar Daisy dan istri Raka.     

"Hmm, ya begitu, Rei. Kenapa, ya?"     

"Ah, nggak apa-apa. Tanya aja. Kamu tahu kan, Daisy banyak yang suka. Sebaiknya segera diseriuskan," nasihat Reina.     

Jeremy hanya diam karena ia tahu Raka muncul dari kamarnya. Dan ia pun kembali memainkan ponselnya.     

Reina yang mendengar suara sandal Raka pun akhirnya menoleh dan tersenyum padanya. Ia bahkan mengerlingkan matanya pada suaminya.     

Raka merasa Reina berbeda akhir-akhir ini. Entah itu apa, tapi Raka sempat berpikiran buruk.     

"Dia bilang apa?" tanya Raka menghampiri Jeremy. Reina sudah menuju dapur untuk membantu Ibunya.     

"Reina agak aneh, ya? Apa dia nggak kenapa-kenapa?"     

Rupanya bukan Raka saja, melainkan Jeremy pun juga sama halnya. Namun Raka menggelengkan kepalanya sebagai jawaban tidak tahunya.     

"Gue juga rasa begitu, tapi gue nggak tahu dia kenapa," jawab Raka.     

"Coba deh, tanya sama dia pas lagi berduaan. Gue yakin dia kenapa-kenapa."     

Raka mengangguk dan keduanya pun mendengar deru mesin mobil dimatikan. Sepertinya Reina sudah datang.     

Untungnya Jeremy sudah membawa hasil masakannya. Ia sengaja beralasan pada Reina seperti itu karena sedari awal Jeremy tahu ada yang berbeda pada Reina.     

"Lily!" suara teriakan Jason nyaring terdengar jelas. Ia memanggil sepupunya seraya mencium dan menyalami tangan Om dan Tantenya serta Kakek dan Neneknya.     

"Jason!" kedua anak kecil itu berpelukan dan terlihat sangat imut sekali.     

Kemudian Daisy pun masuk dengan langkah khasnya yang anggun. Kali ini ia mengenakan mini dress yang siapa pun akan meliriknya. Termasuk Jeremy dan Raka. Bahkan sesaat mereka terdiam.     

"Calon bini lo, tu?" tanya Raka tanpa mengalihkan pandangannya.     

"Hmm ... Kejatuhan dari langit kayaknya. Cantik banget," ujarnya membalas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.