BOSSY BOSS

Chapter 170 - The Mini Dress



Chapter 170 - The Mini Dress

0"Matanya tolong dijaga!" Suara Reina berdengung di telinga Raka membuatnya cukup terkejut sekaligus menatap Reina yang sudah di sisinya.     
0

Jeremy yang mendengarnya pun sama terkejutnya. Reina pun jadi memandangnya dan menyengir padanya. "Bukan untukmu, Jer. Kamu bebas menatap Daisy, bukan Raka," timpal Reina.     

"Oh ... OK," jawab Jeremy sekenanya.     

Raka langsung membawa Reina menjauh dan bahkan menuju kamarnya. Kali ini Reina benar-benar aneh sekali seakan ini adalah pertama kali untuknya melihat Raka seperti itu.     

Setelah mengunci pintu kamar dan memastikan tidak ada yang melihat, Raka pun menatap Reina yang tersenyum genit padanya.     

"Ada apa ini? Kamu nggak biasanya bertingkah seperti itu," tanya Raka.     

"Aku ... " jemari Reina menyusuri baju Raka hingga ke bawah, ke bagian celananya. Raka tidak bereaksi karena ia sedang bicara serius pada Reina. "Aku nggak tahu, Raka. Akhir-akhir ini aku merasa ingin memilikimu seutuhnya," jawabnya.     

"Dan kamu memang memilikiku. Apa yang kurang?" tanya Raka.     

Reina menggelengkan kepalanya. Walau ia tampak kebingungan, tapi ia tetap tersenyum genit pada suaminya.     

"Lalu untuk apa cemburu pada iparmu sendiri, hah? Yang kita bicarakan itu Daisy, Rei!"     

"Entahlah. Aku hanya ingin matamu, tubuhmu dan cintamu hanya untukku."     

Raka memejamkan matanya karena mulai kesal pada Reina. Ia akhirnya meninggalkan Reina di kamar dan kembali ke ruang tamu di mana mereka semua belum ke tempat meja makan.     

Konsentrasi Raka pecah saat ia melihat Daisy yang berbeda kali ini. Padahal ia sedang kesal pada Reina dan ingin berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya Reina rasakan dan inginkan selain alasan konyol itu. Tapi melihat Daisy, pikirannya berkeliaran ke mana-mana.     

Raka berusaha menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat sebelum seseorang memerhatikannya. Apalagi jika sampai Reina melihatnya.     

"Jadi, Jason mau tidur di sini lagi? Memang kangennya sama Mama sudah hilang?" tanya Weiske pada cucunya.     

Jason mengangguk mantap seraya memakan es krimnya yang belepotan pada bibirnya. Daisy sendiri mengusap-usap rambut Jason.     

"Memang Mama nggak kenapa-kenapa?" tanya Weiske padanya lagi.     

Jason menatap Mamanya ke atas dan Daisy hanya mengangguk. "Mama nggak apa-apa, Nek. Nenek nggak apa-apa kan, kalau Jason bobok di sini lagi?"     

"Nenek senang kalau rumah ramai dengan suara Jason dan Lily yang berteriakan malahan."     

"Hmm, semuanya ... ayo, kita makan," ajak Reina tiba-tiba yang muncul dari kamarnya. Sesekali ia melirik pada Raka yang melihatnya. Biasanya memang Reina yang selalu mengajak mulai duluan untuk makan bersama ketika Weiske tidak memulainya.     

Mereka semua makan dengan keheningan. Hanya dentingan sendok garpu yang mengenai piring memenuji ruang makan.     

Daisy sibuk menikmati makanan dari Jeremy yang dibuatnya dengan spesial. Tentu saja rasanya selalu enak. Bahkan Daisy merasa seolah ia baru saja kembali ke masa lalu itu.     

Diliriknya Jeremy yang sedang makan juga di hadapannya. Pikirannya jadi kacau karena ia terus menerus memuji Jeremy di dalam hatinya. Jeremy yang tanpa cacat dan semakin banyak nilai bonusnya. Bahkan setelah lama tidak bertemu, keduanya masih saling mencintai. Hanya satu yang berbeda dari Jeremy ... Ia lebih senang dengan seks dan begitu liar sekaligus mendominasi di balik wajah tenangnya.     

Jeremy dan Daisy tertawa-tawa di tepi kolam renang usai mereka makan bersama. Beberapa hal lucu mereka bahas hingga Daisy menyeka air matanya yang berada di sudut matanya.     

"Kamu ... apa sudah bicara secara personal dengan Reina?" tiba-tiba Jeremy bertanya serius.     

Daisy menggelengkan kepalanya. Kalau ia ingat-ingat lagi, akhir-akhir ini ia memang jarang dan bahkan tidak pernah bicara dengan Reina.     

"Kenapa? Apa terjadi sesuatu?"     

"Ya. Dia berbeda. Sepertinya sedikit cemburu melihatmu," timpal Jeremy memberitahu.     

Daisy mengerutkan keningnya lalu tertawa renyah. Adalah hal konyol baginya jika Reina memiliki sifat cemburu pada Daisy yang berstatus janda beranak satu. Sementara Reina sendiri sempurna dalam banyak hal kehidupan dan cintanya.     

"Nggak mungkin, Jer. Ngaco, ya?" respons Daisy masih tertawa.     

"Aneh ya, kalau dia cemburu sama kamu?"     

"Iya, dong. Kamu merasa begitu, kan? Aku ini kan—"     

"Cantik. Kamu wanita karir dan disukai banyak laki-laki. Reina ingin merasa seperti itu. Itu yang kudengar dari Raka."     

Daisy diam sesaat. Selama ini Reina bahkan tidak kelihatan seperti itu. Tapi jika benar apa yang dikatakan Jeremy, maka Daisy harus mengurangi kunjungannya ke rumah Ibunya.     

Kemudian di keheningan itu, Daisy dan Jeremy mendengar sesuatu. Suara desahan nikmat dan keinginan seseorang yang ingin dan ingin. Ya, Daisy tidak salah mendengarnya. Ia pun langsung menatap Jeremy dengan mata melebarnya.     

Suara desahan itu adalah suara Reina. Sepertinya mereka sedang bercinta. Tapi bukan di kamarnya karena letak kamarnya sangat jauh dari kolam renang.     

"Itu suara Reina," bisik Daisy.     

Jeremy mengangguk. Sebenarnya itu mengganggunya karena secara tak sengaja, hal itu membangkitkan gairah nafsunya yang juga ingin bercinta dengan Daisy.     

"Raka! Lagi! Jangan ... selesai!" seruan Reina terdengar jelas memohon pada Raka. Tentu saja mereka berdua juga mendengar gerakan Raka yang sepertinya sedang bergerak membuat Reina juga dirinya ingin berorgasme.     

"Di mana ya, mereka?" Daisy penasaran karena suara Reina begitu dekat dengan kolam renang.     

Lalu saat Daisy melihat lampu yang samar-samar terkena bayangan seseorang, Daisy sadar, Raka dan Reina sedang bercinta di toilet kolam renang.     

"Mereka di sana," tunjuk Daisy pada Jeremy.     

Jeremy hanya menegang dan menatap Daisy langsung. "Apa ... kita bisa pulang sekarang?" tanya Jeremy.     

"Hah? Pulang? Baru juga selesai makan, Jer."     

"Dai ... sebaiknya kita pindah dari sini. itu ... menggangguku," ungkap Jeremy.     

Daisy sadar bahwa keinginan Jeremy untuk pulang adalah karena Jeremy ingin bercinta. Namun saat itu juga Daisy ingin sengaja membuat Jeremy tergoda dengan gerakannya.     

"Kalau begitu, ayo pindah ke ruang tamu," ucap Daisy dengan lirih.     

Daisy mulai berdiri dan menampakkan bokongnya di hadapan Jeremy. Dress mini yang dikenakannya hampir memperlihatkan apa warna dalaman yang dikenakannya.     

Daisy tertawa kecil karena ia bisa mendengar geraman Jeremy yang tidak tahan.     

"Sabar ya, kita harus hormati mereka setidaknya satu jam lagi," bisik Daisy.     

Ketika Daisy duduk di ruang tamu menemani Jason dan Lily yang sibuk menggambar, tak lama muncullah Raka dan Reina. Daisy dan Jeremy hanya saling pandang.     

Terlihat rambut Reina yang sedikit basah dan juga Raka yang sama halnya. Keduanya saling mencoba untuk tidak memperlihatkan bahwa mereka baru saja bercinta.     

Raka yang duduk di sisi Jeremy menatap Jeremy dengan senyuman. Lalu Daisy melihat Jeremy berbisik sesuatu padanya hingga membuat Raka menunduk dan tersenyum malu. Ia bahkan melihat ke arah Daisy yang juga tersenyum padanya.     

"Sialan, lo!" timpal Raka menyikut lengan Jeremy.     

"Asyik?" tanya Jeremy memancing.     

"Jer!"     

"Kayaknya gue harus coba sama malaikat itu," ucap Jeremy memandang Daisy yang mencoba mengerti apa yang dibicarakan Jeremy dengan Raka. Sebab keduanya hanya saling berbisik.     

"Coba saja. Rasanya, mantap!" balas Raka dengan tawanya.     

***     

Dalam perjalanan pulang menuju rumah Daisy, tiba-tiba Daisy berceletuk padanya, "Jer ... bagaimana kalau kamu bawa aku ke apartemenmu? Bukannya kamu mau aku mengunjungimu ke sana?"     

"Eh? Kamu mau sekarang? Apa nggak apa-apa?"     

"Nggak apa-apa. Aku juga penasaran dengan apartemenmu soalnya."     

Jeremy mengangguk dan mengambil jalur yang berbeda ke arah apartemennya. "OK. Kita on the way ke sana. Apa kamu siap?"     

Daisy tertawa geli padanya. "Siap untuk apa?"     

Hanya diam dan senyuman yang Jeremy berikan pada Daisy sampai Daisy merasa penasaran apa yang dimaksud Jeremy.     

Sampai parkiran apartemen, mereka lalu masuk ke dalam lift di mana Jeremy menekan tombol lift di angka 10 yaitu untuk menuju lantai apartemennya.     

Lalu Jeremy membuka pintu apartemennya dengan kartu dan mempersilakan Daisy masuk lebih dulu darinya.     

Daisy terlihat takjub dengan desain apartemen Jeremy. Warnanya yang senada dengan karakternya sekarang membuat Daisy yakin Jeremy memang berubah.     

Tangan Daisy menjelajah setiap barang-barang milik Jeremy hingga ia menemukan bingkai foto dirinya dan Jeremy di saat mereka masih awal-awal pacaran.     

"Wow, kamu masih menyimpannya," ucap Daisy memuji.     

"Mana bisa aku melupakanmu. Kamu nggak keberatan, kan?" tanya Jeremy.     

"Sama sekali nggak."     

Daisy mendengar suara botol dibuka dan dituang ke dalam gelas. Lalu Jeremy memberikan padanya segelas anggur merah.     

Selama Daisy mengenal Jeremy, belum pernah ia melihat Jeremy memberikannya minuman seperti itu atau meminumnya secara bersamaan. Tapi bukan masalah untuk Daisy, toh ia senang melihat Jeremy yang sekarang.     

"Kamu benar-benar sendiri di sini, Jer?" tanya Daisy.     

"Ya. Sendiri. Sebenarnya kadang ada teman yang datang. Ya, biasa ... party."     

"Oh ... apa ada wanita yang pernah masuk?" tanya Daisy menatapnya.     

Jeremy menggeleng saat tak sadar Daisy dan dirinya sudah berada di balkon. Keduanya menatap kota yang padat dengan lampu-lampu yang menyala.     

"Cuma kamu wanita pertama yang masuk ke sini," ucap Jeremy.     

Daisy tersenyum mendengarnya. "Terima kasih. Aku merasa spesial."     

"Kamu memang spesial, Daisy," ucap Jeremy.     

Daisy mundur dan berkeliling lagi sampai ia lagi-lagi tak sadar bahwa ia berhenti di dalam kamar dengan kasur king size terpampang di depannya. Ia menatapnya dengan nafas yang tercekat. Gelas anggur merahnya masih di tangannya dengan sisa sedikit.     

"Ini tempat tidurmu?" tanya Daisy.     

"Hmm ... ya," tiba-tiba hembusan nafas Jeremy bisa Daisy rasakan berada di tengkuk lehernya. Membuatnya bergidik ingin lebih dari sekadar sentuhan nafas Jeremy.     

Tangan Jeremy meraih gelas yang dipegang Daisy dan menaruhnya di meja belakangnya. Lalu perlahan Jeremy melepaskan kancing belakang mini dress Daisy. Sejak tadi tangan Jeremy memang sudah gatal ingin melepasnya dengan tangannya sendiri.     

Daisy tersentak kaget dan menikmati sensasi itu. Mini dress itu pun jatuh terjuntai ke bawah. Menyisakan dalaman Daisy yang belum juga Jeremy lepas.     

Jeremy lalu membalikkan tubuh Daisy dengan cepat. "Apa ini tujuanmu memakai mini dress itu? Karena mudah kulepas?" tanya Jeremy tak tahan.     

"Hmm ... ya. Apa kamu senang, Jer?" tanya Daisy seraya memejamkan matanya. Ia menikmati sensasi bibir Jeremy yang menghujani tubuhnya dengan kecupannya.     

"Sangat senang. Ini yang aku mau," balas Jeremy seraya menyelipkan satu jarinya ke area sensitif Daisy hingga Daisy tersentak ke belakang karena nikmat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.