BOSSY BOSS

Chapter 178 - A Lil Surprise For Him



Chapter 178 - A Lil Surprise For Him

0Jeremy yang terlihat terkejut dengan yang lain mau tidak mau mengikuti apa yang dikatakan Daisy. Ia tidak tahu apakah harus merasa senang atau kesal karena Daisy tidak mengatakannya lebih dulu padanya.     
0

Semua mata memandang Jeremy. Mereka berpikir kenapa bukan Jeremy saja yang berbicara, kenapa harus Daisy? Sementara Jeremy tidak tahu menahu akan hal itu sama sekali.     

Yang dilakukan Jeremy hanya tersenyum kecil dan kemudian ia berdeham. Melihat Daisy yang sudah selesai bicara, akhirnya Jeremy langsung angkat bicara.     

"Ah, iya ... Maaf dadakan, tapi saya rasa lebih cepat lebih baik," ujarnya.     

"Tapi kenapa secepat itu? Daisy nggak hamil, bukan?" tanya Thomas.     

"Oh, nggak, Om. Ini bagian dari rencana kami. Pesta yang akan digelar pun kecil karena keinginan Daisy," sambung Jeremy seraya menatap Daisy.     

Kini gantian Daisy yang diserang olehnya dengan senyuman.     

"Iya, Pa. Semua udah clear diatasi oleh Jeremy. Jadi, jangan ada yang bingung, OK?"     

Semua saling lempar pandang. Mereka lalu mengangguk dan setuju. Kemudian Weiske pun berceletuk, "Daisy, yakin nggak akan ada kegagalan lagi, kan?"     

Daisy langsung mengangguk mantap. Ia tahu kekhawatiran Weiske. Setelah pernikahannya yang gagal beberapa kali, Daisy tidak ingin membuat Weiske kecewa.     

Setelah selesai berbicara tentang kesenduan, kini mereka membicarakan tentang tempat, pakaian, dan lain-lain mengenai pernikahan di ruang tamu.     

Jeremy berpindah tempat dan duduk di sisi Daisy. Ia menyenggol Daisy gemas karena ternyata lamarannya benar-benar diterima olehnya tanpa harus menunggu waktu yang lama.     

Selesai membicarakan tentang pernikahan, mereka pun kembali dengan aktivitas masing-masing. Dan saat ini adalah saatnya untuk Jeremy menerjang Daisy dengan pertanyaan-pertanyaannya.     

"Daisy! Astaga! Bagaimana bisa?" tanya Jeremy penuh dengan kebahagiaan.     

Daisy tertawa terpingkal-pingkal. Baru kali ini ia bisa tertawa lepas dengan Jeremy.     

"Kamu selalu bikin kejutan, masa aku nggak bisa?"     

Dipeluknya Daisy dan ia lalu melepaskannya. Mencium tangan Daisy berkali-kali sampai ia harus melepaskannya karena kedatangan Raka.     

Raka yang menatap Daisy dengan serius akhirnya paham apa maksud Daisy kemarin bertemu dengan Zen. Daisy pun hanya mengangguk sebagai isyarat untuk tetap diam.     

"Gila! Nambah keponakan dong, habis ini?" timpal Raka menggoda.     

"Oh, nggak. Aku nggak mau buru-buru," ujar Daisy.     

"Yap! Aku juga cukup Jason aja. Tapi ya kalau dikasih, bukan masalah, sih."     

Beruntung Daisy memiliki keluarga yang peduli padanya walau pun ia terlihat sangat abai dengan mereka semua.     

Daisy pun meninggalkan Jeremy dan Raka untuk menuju ke Reina.     

"Jadi, lo nggak mau jujur kalau Daisy sama lo ke vila Zen?" tanya Jeremy tiba-tiba pada Raka.     

Mendengar itu Raka terkejut. Ia tidak tahu menahu tentang Jeremy yang mengetahui bahwa semalam mereka ke vila Zen.     

"Jangan khawatir. Gue nggak akan marah, Raka. Toh, gue mau terima kasih juga sama lo."     

"Sorry, gue cuma mau bantu Daisy. Gue pikir ada apa sampai dia mau ketemu sama Zen," ucap Raka akhirnya.     

Jeremy mengangguk dan menepuk bahu Raka. "Yang lo lakuin udah benar. Walau gue terkesan nggak tahu, tapi mata gue ada di mana-mana, Raka. Jadi, keselamatan Daisy pun gue bisa jamin."     

"Lo benar-benar udah kayak Zen versi dulu, ya?" ucap Raka.     

Jeremy menaikkan satu alisnya. "Maksud lo?"     

"Zen dulu kan punya anak buah, Jer. Lo nggak ingat, ya? Semua penjagaan ketat buat Daisy. Cuma bedanya di lo itu ya, lo diam-diam dan Daisy nggak tahu, kan?"     

Dianggukkannya kepala Jeremy lagi untuk menyetujui ucapan Raka. Pikirannya kembali pada masa di mana Zen terakhir kalinya menculik Daisy dan menyembunyikannya di pulaunya sendiri.     

"Lo terinspirasi dari dia? Makanya lo bikin semacam mata-mata?" tanya Raka.     

"Mungkin, ya. Tapi gue juga udah yakin sama diri gue sendiri, gue nggak akan lepasin Daisy lagi, Ka," jawab Jeremy seraya menatap Daisy yang sedang tertawa-tawa dengan Jason.     

"Yah, gue salut sama lo, Jer. Lo emang cocok sama dia. Kenapa nggak dari awal aja sih, kalian menikah. Sebelum ketemu Zen?"     

Jeremy tertawa kecil dan menatap Raka. "Mungkin ini yang namanya takdir."     

Daisy yang tahu sedang diomongin oleh para laki-laki itu lantas mencoba bersikap biasa. Bagaimana tidak, ia ingin mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi sayangnya Daisy tidak memiliki kemampuan untuk mendengar langsung. Jadi, ia tetap bermain dengan Jason yang di temani oleh Reina.     

"Kamu tidur sini kan, Dai?" tanya Reina.     

"Iya, Rei. Ada apa?"     

"Besok lari pagi, yuk? Sekalian cari bubur ayam."     

"OK. Hmm, kamu sama Raka baik-baik aja, kan?" tanya Daisy hati-hati. Masalahnya wajah Reina sangat mursm dan Daisy tahu perbedaan itu.     

Ditatapnya Raka yang lalu Reina alihkan pada Daisy lagi. "Aku merasa berdosa banget, Dai."     

Mendengar itu, hati Daisy jadi ikut terkejut. Berdosa apa yang dimaksud Reina?     

"Maksud kamu?" tanya Daisy.     

"Ayo, kita ke kolam renang," ajak Reina yang mulai berdiri dan mendahului Daisy.     

Daisy mengikuti Reina menuju kolam renang yang mana mata Raka ikut serta menatap mereka. Tapi Daisy memberi aba-aba pada Raka untuk jangan mengikuti atau menguping mereka.     

"Rei, ada apa?" tanya Daisy tak sabar.     

"Aku berselingkuh."     

Seperti disambar petir, Daisy langsung kaget. Ia langsung menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan benar-benar bahwa Raka atau pun Jeremy tidak sedang menguping.     

"Hei, jangan bercanda gitu ah, Rei. Bisa-bisa ada yang dengar nanti!" timpal Daisy.     

Reina menggelengkan kepalanya dan kembali menatap Daisy dengan serius. "Aku nggak bercanda, Dai. Aku serius. Dan aku sadar melakukannya!"     

Daisy mondar-mandir untuk mencari jalan keluar yang setidaknya Reina tidak akan histeris seperti barusan.     

"OK, tenang. Ceritakan semua dari awal, OK?"     

Reina mengangguk. Sebelum bercerita, ia mengambil nafas dan membuangnya. Lalu bibirnya mulai berkomat-kamit menceritakan asal muasal ia bisa berselingkuh.     

Berawal dari reunian SMA, kemudian ada salah satu teman laki-lakinya yang rupanya dulu adalah pasangan Daisy di sekolah. Walau pun mereka tidak sempat berpacaran, tapi keduanya sempat jalan keluar bersama.     

Namanya Eden. Laki-laki populer di zaman SMA-nya. Saat reunian, mereka semua membahas tentang Eden dan Reina yang sering dijuluki Raja dan Ratunya sekolahan. Lalu timbul benih-benih perasaan terlarang itu pada diri Reina.     

Daisy mendengarkan cerita Reina dengan serius. Ia mendadak merasa kasihan pada Raka. Tapi keduanya sama-sama pernah selingkuh, jadi rasa kasihan itu hanya hinggap sementara saja.     

"Kamu tahu kan, Dai, bagaimana rasanya menyukai seseorang di waktu yang nggak tepat?" tanya Reina.     

Daisy mengangguk. Tentu saja Daisy tahu bagaimana rasanya. Ia pernah berselingkuh dan rasa itu hanya bertahan sebentar saja.     

"Tapi, Rei, perasaan seperti itu hanya bertahan sebentar. Apa kamu nggak memutuskannya?"     

"Eden bahkan lebih banyak memberikan waktunya padaku, Dai. Raka? Ia sibuk bekerja dan pulang ketika semua udah akan tidur."     

Daisy menggelengkan kepalanya. Bagaimana pun juga, perselingkuhan itu salah. Sangat fatal. Seharusnya Reina sadar akan itu karena ia pernah berselingkuh juga akhirnya.     

"Hentikan itu, Rei! Ayolah, kamu udah pernah mengalaminya sebelumnya. Jangan sampai terulang lagi!" timpal Daisy mulai kesal.     

Buliran air mata Reina mulai berjatuhan. Tentu saja ia merasa berdosa dan bersalah. Tapi memutuskan selingkuhannya juga menyakitkan baginya.     

"Kamu nggak mungkin kan, pisah dengan Raka hanya karena si Eden itu?" Tanya Daisy.     

Reina menggelengkan kepalanya.     

"Kalau begitu putuskan sekarang ini juga!" ujar Daisy.     

"Sekarang?" tanya Reina bingung.     

"Iya, sekarang! Telepon dia di depanku! Bilang kalau hubungan kalian sampai sini!"     

Reina sempat panik mendengar amarah Daisy. Ia merasa Daisy jauh lebih galak dari pada dulu. Dan bahkan ketika Reina memegang ponselnya, ia gemetar hebat.     

Daisy meraih ponsel Reina dan mencari nama Eden. Tentu saja Reina memakai nama Eden, bukan nama lain, jadi Daisy langsung menghubunginya.     

Panggilan itu tersambung dan kemudian suara orang terdengar di telinga mereka. Daisy tetap berjaga-jaga jika Raka datang.     

"Katakan sekarang!" bisik Daisy geram.     

"Reina?" suara Eden terdengar.     

"Ha-halo, Eden ... "     

"Ada apa, Rei? Tumben telepon? Raka nggak di sampingmu?"     

Mendengar pertanyaan Eden saja sudah membuat darah Daisy naik.     

"Hmm, nggak. Aku sama iparku. Aku mau bicara sesuatu, Eden."     

"Oh, gitu. OK, katakanlah."     

Awalnya Reina diam. Ia sangat tidak sanggup mengatakan perpisahan pada Eden, tapi Daisy memaksanya untuk menghentikannya sekarang juga.     

"Kita putus, maaf," ungkap Reina kemudian.     

Eden diam. Ia menghela nafasnya dan kemudian berdeham.     

"Itu maumu? OK, aku nggak masalah, Rei."     

Daisy langsung mematikan panggilan terhadap Eden dan menghapus nomor atau jejak-jejak Eden.     

"Sekarang selesai! Rahasiamu aman, Rei!" timpal Daisy.     

"Daisy, aku merasa bersalah juga sama Eden kalau begini."     

Daisy berdecak kesal. "Kamu nggak dengar tadi apa responsnya? Dia bahkan cuma mengiyakan keputusanmu. Nggak ada penolakan atau semacamnya. Ada apa sih, sama kamu?"     

Reina menangis sesenggukan. Ia menyeka air matanya secepat mungkin karena tiba-tiba mendengar langkah Raka yang mendekat. Reina pun menuju toilet kolam renang.     

"Dai, Reina mana?" tanya Raka.     

"Hmm, di toilet. Buang air," jawab Daisy asal.     

"Oh ya, Jeremy mau pulang, tuh," sambar Raka.     

Daisy mengangguk dan ia pun meninggalkan Raka di kolam renang. Daisy berharap bekas tangisan Reina tidak terlihat oleh Raka.     

"Kamu mau pulang?" tanya Daisy pada Jeremy.     

"Iya. Aku agak ngantuk, Dai."     

"OK, hati-hati, ya ..."     

"Apa ada masalah?" tanya Jeremy.     

Daisy menggelengkan kepalanya. "Jangan sekarang. Dan bukan masalahku. Besok aja kalau di rumah aku cerita, OK?"     

Jeremy mengangguk. Ia lalu mendekat ke arah Daisy dan mengecup keningnya. Lalu perlahan turun ke bibir Daisy. Mereka berciuman dalam beberapa waktu hingga akhirnya Jeremy sadar di mana ia sekarang. Ia harus sopan terhadap tuan rumah, sekali pun itu rumah calon mertuanya.     

"Kamu tahu, hari ini adalah kado terindahku," ucapnya lirih pada Daisy. Kedua tangannya memegang rahang Daisy dan menyatukan kening mereka. Jeremy memandangnya lamat-lamat dengan syahdu.     

"Terima kasih, Jer. Kamu juga kado terindah buat hidupku dan Jason. Kamu udah banyak berbuat buat kebahagiaanku dan Jason. Aku mencintaimu."     

"Aku mencintaimu juga, Daisy."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.