BOSSY BOSS

Chapter 179 - His Passion



Chapter 179 - His Passion

0Malam menjelang tidur, Daisy kembali memikirkan tentang perselingkuhan Reina. Ia pernah berada di posisinya saat ini. Mengetahui perselingkuhan seseorang dan hanya diam seraya menunggu orang tersebut berhenti berselingkuh.     
0

Daisy tahu ia telah melakukan sesuatu yang benar. Menyuruh Reina langsung memutuskan selingkuhannya di hadapannya. Walau begitu, Daisy tidak yakin apakah Reina benar-benar ingin memutuskannya atau tidak.     

Apalagi mereka sudah menikah, pikir Daisy. Jika Reina sampai memilih selingkuhannya, tentu saja itu namanya pembodohan.     

Padahal kepulangannya ke rumah Ibunya untuk santai sekaligus untuk anaknya. Tapi selalu saja ada acara lain untuknya. Apalagi Daisy tipikal yang memikirkan masalah yang bukan masalahnya.     

Akhirnya Daisy memilih tidur karena kantuknya lebih menguasainya ketimbang pikiran-pikiran tidak jelasnya itu.     

Paginya Daisy dibangunkan oleh ketukan pintu kamarnya yang diketuk berkali-kali seolah tidak sabar. Daisy pun beranjak dengan perasaan sedikit kesal dan membukanya.     

Ternyata Raka yang mengetuk pintu kamarnya dengan wajah panik.     

"Apa Reina di sini?" tanyanya panik.     

"Hah?" Daisy mencoba untuk mengumpulkan nyawanya segera. Lalu ia kembali menatap Raka dengan serius.     

"Ada apa, Raka?"     

"Reina pergi. Aku nggak tahu sejak kapan, tapi dia cuma ninggalin surat kalau dia butuh waktu sendiri," terang Raka.     

Barulah Daisy membelalakkan matanya karena kaget mendengar berita dari Raka. Ia lalu teringat akan semalam. Pengakuan Reina.     

Daisy menutup pintu kamarnya setelah ia meraih ponselnya. Mereka pun berkumpul di ruang tamu. Daisy lalu menatap ke arah Jason yang bermain bersama Lily. Ia pikir Reina membawa Lily ikut serta.     

Ia lalu mencoba menghubungi nomor Reina tapi ponselnya ternyata tidak aktif. Daisy yang mencoba menyembunyikan perselingkuhan Reina, merasa bersalah kepada semuanya. Padahal ia pikir semalam Reina benar-benar sudah selesai. Tapi jika Reina sampai melarikan diri seperti ini, tentu saja artinya belum selesai.     

Terpaksa Daisy memberitahukan perselingkuhan Reina kepada Raka, tentu saja secara personal karena Daisy tidak ingin yang lain tahu lantas berpikir bahwa Reina belum benar-benar berubah.     

"Maafin aku, Raka. Aku nggak sangka kalau Reina akan jadi gini," ujar Daisy di akhir penjelasannya.     

Raka menggelengkan kepalanya. "Nggak, Daisy. Bukan salahmu. Aku tahu kalau Reina begini pasti dia ada masalah. Dia selalu begitu, hanya saja sekarang udah menikah, aku pikir dia nggak akan melakukan hal-hal melarikan diri seperti ini."     

Daisy baru tahu kalau keburukan Reina adalah melarikan diri dari masalah. Padahal masalah semalam menurut Daisy sudah selesai dan mudah. Tapi Reina-lah yang membuatnya semakin sulit.     

"Ini bukan pertama kalinya?" tanya Daisy.     

Raka mengangguk. "Dia sering seperti ini, Daisy. Dulu saat pertama kali ketahuan selingkuh juga."     

Daisy hanya mengangguk. Ia tidak ingin membuka luka Raka lagi. Karena meski begitu, itu juga membuat Daisy merasa terluka.     

"Sebaiknya kita kembali ke ruang tamu dan tetap berusaha mencarinya entah bagaimana. Baru setelah 24 jam, kita lapor ke polisi," ujar Daisy.     

"Ikut aku, Dai. Kayaknya aku tahu ke mana dia pergi," kata Raka tiba-tiba.     

"Eh, ke mana?"     

"Nanti kamu tahu. Sekarang ayo, nggak usah ganti pakaian," katanya bersemangat.     

Setelah berpamitan pada orang tua dan menitipkan Lily juga Jason, Daisy dan Raka pun pergi meninggalkan rumah.     

Dalam perjalanan hanya keheningan yang mengisi. Raka sibuk dengan pikiran-pikirannya, sementara Daisy bingung harus memulai percakapan apa di situasi yang genting seperti ini.     

"Hmm, Raka ... Apa Lily nggak tanya soal Reina?" tanya Daisy yang tiba-tiba menemukan ide.     

"Nggak. Bahkan saat aku tanya di mana Mamanya, dia bilang nggak tahu. Tapi bagus, senggaknya Lily nggak akan rewel tanpa Reina," jawab Raka.     

Ah, Daisy lupa ... Lily sama halnya seperti Jason yang bisa saja hidup tanpa Ibunya. Terdengar kejam, tapi kenyataan seperti itu.     

Kejadian seperti ini membuat Daisy teringat akan dulu. Ketika ia belum benar-benar siap bersama Zen, ia melarikan diri dan datang menuju Reza. Tapi saat itu Reza belum tahu apa-apa sehingga Daisy hanya mengatakan bahwa saat itu ia ada masalah dengan Ibunya lantas ia berlari ke Reza.     

Daisy langsung menggeleng-gelengkan kepalanya karena tidak ingin mengingat kembali momen itu. Raka pun akhirnya sampai sadar apa yang tengah di lakukan Daisy.     

"Ada apa?" tanya Raka.     

"Aku ... Cuma teringat masa lalu," jawab Daisy.     

"Tentang?"     

Daisy diam. Ia melirik Raka. Bagaimana bisa Raka masih terlihat baik-baik saja sementara istrinya melarikan diri hanya karena ia berselingkuh?     

"Bentar, kamu kenapa kelihatan tenang sih, Ka?"     

"Memangnya aku harus sepanik kayak tadi? Nggak, kan? Lagian kalau panik, aku nggak akan tahu di mana dia sekarang," jelas Raka.     

"Memangnya kamu yakin Reina ada di tempat di mana kamu pikir dia di sana?"     

Raka mengangguk mantap. Lalu bibirnya menipis dan tatapannya tajam. "Aku sangat yakin, Dai. Nanti kamu di mobil aja, OK? Kamu lihat dari jauh aja."     

Hanya anggukkan yang bisa Daisy berikan pada Raka. Ia juga tidak ingin terlibat urusan dengan mereka walau pun Daisy sudah memberitahu apa masalah Reina.     

Setelah sampai di lokasi, Daisy menoleh ke kanan dan kiri. Lokasi ini lokasi yang sangat terpencil. Masuk ke dalamnya saja tadi cukup jauh. Daisy tidak tahu di mana ia sekarang.     

Raka langsung turun dan menuju arsh lurus, tepat di mana sebuah baliho berdiri. Daisy memang melihat ada seorang yang berdiri di sana menghadap pemandangan. Entah itu pemandangan atau bukan, tapi Daisy menyebutnya pemandangan.     

Mata Daisy ia sipitkan hingga ia benar-benar melihat bahwa itu Reina. Sebab ketika Raka menyentuh bahunya, ia langsung memeluk istrinya.     

Sejenak Raka juga mengobrol panjang lebar pada Reina. Lalu beberapa saat kemudian Raka menggandeng tangan Reina dan berjalan menuju mobil.     

Daisy yang sadar akan posisinya pun akhirnya keluar dari mobil. Di samping untuk pindah ke kursi penumpang, sekaligus ingin menyambut ditemukannya Reina.     

Reina sedikit terkejut melihat Daisy. Mungkin Raka tidak mengatakan keikutsertaan Daisy. Tapi setelah itu ekspresi Reina terlihat biasa namun sekaligus malu.     

Raka membiarkan Reina berbicara sebentar dengan Daisy, sementara dirinya masuk ke dalam mobil.     

"Ternyata gampang ya, nemuin kamu," ucap Daisy bermaksud menghibur.     

Reina tersenyum malu. Ia sebenarnya tidak punya muka untuk menunjukkan wajahnya di depan Daisy. Tapi Daisy bersyukur, bahwa Reina benar-benar hanya ingin menenangkan diri, bukan untuk menuju si Eden itu.     

"Yah, bodohnya aku, memikirkan bahwa Raka akan lupa tempat ini," balas Reina seraya memandang tempat ini.     

"Rei ... Tolong, jangan diulangi lagi, OK? Kamu mengkhawatirkan banyak orang. Termasuk orang tua kita!"     

Reina mengangguk dan memeluk Daisy. "Aku minta maaf, Dai, terutama sama kamu. Seharusnya dari awal aku nggak kabur, kan?"     

"Iya. Tapi ya udahlah, semua udah terjadi. Mau bagaimana lagi, kan?"     

"Dan terima kasih buat semuanya," tambah Reina.     

Mereka pun akhirnya masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat itu dengan perasaan lega.     

Sampai rumah, Weiske dan Thomas merasa lega ketika melihat menantunya ditemukan dengan cepat. Mereka memeluk Reina tanpa tahu apa masalahnya. Bahkan mereka tidak bertanya atau menyinggung. Daisy ikut senang melihat kebahagiaan itu.     

Kemudian tak lama suara mobil sport memasuki gerbang rumah mereka. Daisy yang menoleh duluan karena ia hafal mobil siapa itu.     

Jeremy.     

Jeremy keluar dengan pakaian sederhana dan benar-benar terlihat seperti orang biasa. Ia mendekat sementara keluarga Daisy yang lain masuk lebih dulu.     

"Hei, tumben pada ngumpul?" tanya Jeremy.     

"Ayo, aku ceritakan," ajak Daisy menuju mobil Jeremy.     

"Sekarang? Kita belum pamit, Daisy."     

"Nggak apa. Mereka pasti tahu."     

Jeremy mengikuti keinginan Daisy mengingat Daisy juga hanya mengenakan baju tidurnya. Sepertinya barusan terjadi sesuatu, pikir Jeremy.     

Daisy menyuruh Jeremy membawanya ke mana saja asal itu mengisi perut. Karena Daisy cukup lapar dan tak sempat sarapan saat pagi tadi. Sebenarnya ia juga tidak tahu apakah yang lain selain Reina, sudah sarapan atau belum.     

Akhirnya Jeremy membawanya ke warung soto ayam Semarang. Adalah kesukaan Jeremy karena ia memang berasal dari Semarang. Dan untungnya Daisy menyukainya.     

Sembari menunggu pesanan, Daisy pun menceritakan semua kejadian semalam dan hari ini. Dan seperti biasa, Jeremy mendengarkannya dengan penuh perhatian.     

Setelah itu Jeremy tidak menanggapi apa pun hingga membuat Daisy kebingungan. "Kenapa kamu nggak merespons?" tanya Daisy.     

"Aku kan, cuma ingin tahu ceritanya aja, Dai. Lagian sebenarnya aku kurang begitu suka sih, sama Reina," jawab Jeremy.     

Baru kali ini Jeremy menyatakan rasa tidak suka terhadap seseorang pada Daisy. "Hah, kenapa?"     

"Aku ... Hanya nggak suka aja sama dia," balasnya sekali lagi.     

Perlu beberapa saat bagi Daisy untuk mencerna ucapan Jeremy hingga ia paham apa maksudnya.     

Sepertinya Jeremy teringat akan diselingkuhi olehnya dan itu memuka luka lamanya lagi. Jadi, Daisy pun memilih diam dan kemudian memakan sotonya saat sajian sudah datang.     

Setelah selesai makan, mereka kembali ke rumah dan ternyata orang rumah pada keluar semua. Untungnya Daisy punya kunci cadangan yang mana bisa ia buka kapan saja.     

"Mereka nggak memberimu kabar?" tanya Jeremy.     

"Nggak sama sekali. Biarin aja. Sepertinya pada sarapan di luar juga."     

"Waktu kita terbatas, dong?" goda Jeremy menaikkan kedua alisnya berulang kali.     

Daisy menatap Jeremy dan menahan senyum tawanya. Rupanya Jeremy sedang birahi. Jelas sekali Daisy bisa melihat ereksi milik Jeremy membesar di balik celana tiga per empatnya.     

"Hmm, kayaknya nggak asik kalau main di sini," ucap Diasy mengulur waktu.     

"Aku rasa mereka baru aja pergi. Bagaimana kalau sekarang?"     

Jeremy mendekat dan mulai menciumi tubuh Daisy. Daisy tertawa-tawa pingkal dan menolak untuk bercinta dengan Jeremy di rumah orang tuanya.     

"Jer! No!" seru Daisy merasa geli.     

"Kamu menolakku? Hah?" kali ini sikap dominasi Jeremy benar-benar kelihatan.     

Lalu tiba-tiba mereka mendengar suara mobil masuk. Jeremy mengumpat kesal dan ia pun melepaskan ciumannya.     

"Kan, apa kubilang. Kita nggak bisa di sini," timpal Daisy.     

"Lalu di mana, cantik?"     

"Hmm, tahan sebentar, OK? Aku ingin kita bermain di apartemenmu. Bagaimana?"     

"Dengan senang hati," ujar Jeremy seraya menepuk bokong Daisy keras.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.