BOSSY BOSS

Chapter 181 - Happy Birthday, Dead Husband!



Chapter 181 - Happy Birthday, Dead Husband!

0Daisy berulang kali membodohi dirinya sendiri usai ia dan Jeremy hampir setidaknya melewati saat-saat mereka bercinta. Baru setengah jalan, tapi ia sendiri sudah mengacaukannya hanya karena teringat pada Zen, mantan suaminya itu.     
0

Akhirnya, Daisy memilih untuk memiliki waktu sendiri setelah itu. Jeremy, walau ia merasa tidak apa-apa di hadapan Daisy, tapi Daisy sangat yakin bahwa ia terluka dengan sangat. Mendadak perasaan ragu akan menikah dengan Jeremy kembali muncul.     

Bagi Daisy setelah ia ditinggal Raja, semuanya terlihat seolah belum baik-baik saja. Bahkan dengan anaknya sendiri, Jason, ia merasa sangat tidak biasa. Itulah kenapa ia juga jarang sekali bersama anaknya.     

Walau begitu, Jeremy tidak menyerah untuk datang ke rumah Daisy dan membawakan beberapa makanan. Daisy tak mampu menolak kehadiran Jeremy walau beberapa jam sebelumnya ia menghancurkan segala ekspektasi untuk bercinta bersama.     

"Aku dengar dari Raka kalau kamu belum ke rumah mereka, jadi aku putuskan untuk ke sini," ucap Jeremy membuka suara.     

"Hmm, ya. Tapi Jer, kenapa kamu bawa banyak makanan seperti ini?"     

Jeremy tersenyum dan membuka salah satu bungkusan makanan untuk Daisy. "Ini, salah satu menu baru di restoku. Ayo, makanlah. Ini snack yang baru tapi cukup banyak disukai pengunjung."     

Daisy melihat-lihat makanan yang Jeremy buka dan disodorkan padanya. Baginya, penampilannya terlihat indah dan sepertinya enak untuk dicoba, namun Daisy cukup malu untuk segera mencicipinya. Naluri perasaan malunya muncul kembali.     

"Enak," puji Daisy akhirnya. Ia menggigit sekali makanan itu dan langsung menunjukkan perasaan senangnya.     

Padahal hanya sekadar burger, namun memang burger yang ia cicipi itu berbeda. Rotinya yang berwarna hijau dan rasa-rasa sayuran sangat terasa di lidahnya.     

"Berarti benar ya, di mana-mana solusi dari masalah wanita itu hanya satu. Makanan," ucap Jeremy dengan suara yang lembut. Tak lupa ia juga mengacak-acak kepala rambut Daisy dengan tangannya.     

Daisy menahan senyumnya malu dan memilih diam untuk menghabiskan burger yang sudah ia gigit. Sementara itu tiba-tiba Jeremy menerima panggilan telepon mendesak. Mau tidak mau ia harus menjawab panggilan itu di hadapan Daisy.     

"Daisy, kamu nggak masalah kan, kalau aku tinggal lagi? Pasokan bahan makanan habis mendadak dan biasanya aku harus turun tangan," ucap Jeremy setelah ia menerima panggilan itu.     

"Iya, nggak apa-apa. Justru aku sangat berterima kasih sama kamu, Jer."     

"Aku akan segera kembali. Nanti aku hubungi lagi, ya. I love you." Satu kecupan mendarat di puncak kepala Daisy dan Jeremy lekas pergi begitu saja tanpa mendengar balasan cinta dari Daisy.     

Daisy terdiam sejenak dan ia dibangunkan oleh kesadarannya ketika deru mesin mobil Jeremy menjauh dari rumahnya. Ia pun langsung merapikan makanan-makanan yang Jeremy bawa dan menaruhnya di tempat yang seharusnya.     

Sebenarnya Daisy memakan makanan dari Jeremy hanya sebatas untuk menghargainya. Tapi Daisy juga tidak bohong jika rasa makanan yang Jeremy bawa itu memang sangat lezat.     

Setelah dirasa semua benar-benar rapi. Daisy mencoba untuk menggunakan waktu yang ia miliki untuk dirinya sendiri. Membersihkan wajahnya dan merefleksikan diri sebelum ia akan kembali menjadi seorang Ibu lagi untuk anaknya nanti. Lagi pula ia juga akan ke sana dengan Jeremy karena Jeremy ingin mengantarnya.     

Di saat ia sedang bersantai seraya menunggu masker wajahnya kering, Daisy kembali teringat hal terakhir yang ia lakukan dengan Jeremy tadi. Ia menggagalkan waktunya untuk bercinta dengan Jeremy, padahal saat itu mereka sedang panas-panasnya dengan hasrat nafsu yang memenuhi tubuh mereka.     

"Aku nggak akan mengacaukannya lagi!" desisnya.     

***     

"Maaf, Daisy … sepertinya kamu jemput Jason sendiri dulu, ya. Masalah resto belum selesai, nggak apa-apa, kan?"     

Ucapan permintaan maaf Jeremy terngiang-ngiang dalam benaknya saat ia sedang mengemudikan mobilnya menuju rumah Ibunya. Entah kenapa Daisy merasa sedikit merasa kesal mendengar permintaan maaf Jeremy itu. Mungkin memang benar itu masalah resto, tapi ia merasa seolah dibohongi oleh waktu yang ia nanti-nanti untuk bersama Jeremy.     

Namun semuanya menghilang sekejap saat Daisy sampai di rumah Ibunya. Ia melihat sebuah mobil yang terparkir di halaman rumah Ibunya. Mobil yang tidak asing di mata kepalanya. Daisy yang diam sejenak memperhatikan mobil itu lantas membelalakan matanya.     

Segera Daisy masuk ke dalam rumah namun mencoba bersikap elegan karena ia tidak ingin terlihat sangat rapuh atau berantakan di hadapan orang-orang.     

Semua mata memandang ke arah pintu di mana Daisy masuk secara perlahan. Ia tidak melihat anak-anak. Yang ia lihat hanya Raka, Reina, Weiske dan tentu saja si tamu, yaitu Zen.     

"Daisy, duduklah," ujar Weiske mengisyaratkan anaknya untuk duduk di sebelahnya.     

"Anak-anak di mana, Bu?" tanya Daisy sebelum ia duduk.     

"Mereka malam ini tidur cepat. Jangan khawatir."     

Daisy menghembuskan nafas lega. Ia pun duduk di sebelah Weiske yang mana dirinya berhadapan dengan Zen. "Ada apa ini?" tanya Daisy akhirnya.     

"Zen datang ingin meminta maaf pada Ibu, Daisy. Dan yah, kami sudah berbicara sedikit tadi," jawab Weiske.     

Mata Daisy menoleh ke arah Raka dan Reina yang mengangguk padanya. Kemudian mata Daisy menoleh ke arah Zen yang mengangguk kecil padanya.     

"Mungkin, bisa sebentar memberi waktu saya dengan Daisy?" tanya Zen pada yang lain.     

Daisy mengerjap-ngerjapkan matanya karena merasa tidak ada yang akan ia bicarakan pada Zen. Tapi apa boleh buat, semuanya langsung setuju dan mereka meninggalkan Daisy juga Zen berdua di ruang tamu. Kali ini Daisy beruntung karena ia tidak datang dengan Jeremy. Ia tidak ingin melihat Jeremy lebih merasakan kesakitan lagi karenanya.     

"Ada apa, Zen? Aku pikir kamu hanya akan bicara pada Ibu saja," ucap Daisy.     

"Yang kamu lihat kemarin, maksudku, aku dan Kanya … kami nggak menikah," singkat Zen.     

Daisy diam. Ia memang mengira Zen dan Kanya pada akhirnya menikah. Apalagi dari cara anak kecil itu memanggil Zen dengan sebutan 'Papa', Daisy menarik kesimpulan sendiri yang baginya sudah pasti.     

"Anaknya kubiarkan memanggilku Papa karena suami Kanya meninggal tak lama setelah Kanya melahirkan anak dari suaminya itu. Dia datang kepadaku dengan meminta perdamaian dan memintaku untuk membiarkan aku menjadi seorang ayah untuk anaknya itu," jelas Zen.     

"Dan Vista? Apa dia benar-benar sudah tahu bahwa kamu adalah ayah kandungnya?" tanya Daisy tanpa ekspresi.     

Zen mengangguk. "Perlahan-lahan ia tahu dan ia mengerti. Aku harap kamu nggak masalah dengan yang kamu lihat kemarin," ucapnya.     

"Yah, aku nggak masalah dengan apa pun, Zen. Terima kasih sudah menjelaskannya padaku," kata Daisy.     

Kerutan di kening Zen terlihat jelas. Alisnya terangkat satu seraya menatap Daisy. Pikirnya Daisy akan bereaksi kesal atau semacamnya. Nyatanya semua itu hanya ekspektasi yang ia harapkan namun dijatuhkan oleh kenyataan.     

"Kalau memang sudah selesai, kamu bisa pulang, Zen. Ini juga sudah malam. Aku datang untuk menjemput anakku, bukan untuk melihatmu," ucap Daisy dengan sikap arogannya yang membuat Zen ditampar berkali-kali oleh kenyataan.     

***     

Keesokan harinya Daisy mengurus Jason yang terbangun dan ia harus mengurusnya. Ada perasaan senang karena seperti sudah lama tidak mengurus Jason. Seperti memandikannya atau menyuapi Jason. Setelah itu Daisy membiarkannya bermain dengan Lily, sepupu Jason.     

Daisy sendiri belum mandi karena sibuk mengurus Jason. Ya, pada akhirnya semalam ia memutuskan untuk menginap di rumah Ibunya karena sudah terlalu malam untuknya kembali ke rumah berdua dengan Jason.     

Di sela-sela ia menyiapkan diri, ia melihat dirinya sendiri di cermin. Wajah yang sedikit berubah karena usia. Tapi ia bisa melihat kecantikannya tidak memudar. Lalu ia teringat kembali tentang semalam akan kedatangan Zen.     

"Aku pikir kamu akan marah denganku setelah melihat semalam, Daisy," ucap Zen saat sebelum ia pulang.     

Percakapannya dengan Zen masih benar-benar bisa ia ingat.     

"Zen, aku semalam datang hanya ingin memastikan kamu berubah sehingga aku bisa menjalani hidupku dengan mudah. Aku nggak merasakan apa pun lagi," tangkas Daisy.     

Zen hanya mengangguk dan berdiri. "Aku rasa aku sudah tahu sekarang. Jadi aku bisa pergi dengan leluasa juga.     

Semalam wajah Daisy mendadak cemas ketika mendengar bahwa Zen bisa pergi leluasa. Ia tidak tahu maksudnya. Tapi ia juga tidak mencari tahu apa maksudnya. Ia hanya membiarkan Zen pergi dan berlalu dari hadapannya setelah mereka saling bertatapan beberapa waktu.     

"Ah … " Daisy merasakan ada sesuatu yang terjatuh ke pangkuannya. Dressnya basah karena ternyata ia baru saja menjatuhkan air mata yang tak di sadarinya.     

Cepat-cepat Daisy menyeka air mata itu dan kembali memperbaiki wajahnya dengan bedak tabur. Ia tidak tahu kenapa ia sampai harus menangis. Sampai suara pintu kamarnya terbuka, ia buru-buru menyelesaikan riasannya.     

"Hai, Daisy!" sapa Reina.     

"Oh, hei. Ada apa, Rei?"     

"Kamu mau ke kantor? Apa aku bisa menumpang ke suatu tempat?"     

"Hmm, kamu mau ke mana? Nggak sama Raka saja?"     

Reina menahan senyumnya dan ia mendekat ke arah Daisy. "Kamu lupa? Hari ini ulang tahun Raka dan Raja! Dan aku mau membuat kejutan untuknya."     

Daisy segera melihat kalender yang tergeletak di meja riasnya dan ia tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia lupa dan memang benar-benar lupa karena beberapa hal belakangan ini membuatnya sulit berkonsentrasi.     

"OK, baiklah. Aku akan segera keluar, Rei," ucap Daisy yang berarti menyuruh Reina pergi meninggalkannya sendiri.     

"OK. Thank you!" ucap Reina bahagia.     

Setelah kepergian Reina, bahu Daisy merosot lesu. Hari ini adalah ulang tahun Raka yang berarti ulang tahun Raja juga. Sayangnya ulang tahun itu bagi Daisy seperti sudah mati, seperti Raja. Baginya, untuk apa merayakan hari ulang tahun jika yang bersangkutan sudah tiada? Tapi Daisy menghargai Raka dan Reina sebagai keluarganya. Ia tidak ingin terlihat begitu membenci acara ulang tahun itu, sebab Daisy tahu Raja pastinya akan kecewa padanya.     

Daisy menghembuskan nafasnya dan berdiri. Kembali berkaca diri untuk memastikan penampilannya yang sudah rapi. Lalu ia mengeluarkan cincin pernikahannya dengan Raja dan menatapnya.     

"Untuk hari ini saja aku akan mengenakan ini. Tapi besok, aku akan melepasnya, seperti tahun-tahun sebelumnya. Jadi, selamat ulang tahun, Raja," ucapnya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.