BOSSY BOSS

Chapter 183 - Good & Bad News



Chapter 183 - Good & Bad News

0Keramaian ulang tahun Raka berjalan lancar sesuai dengan keinginan Reina. Persiapan yang matang dan sempurna benar-benar dapat Reina rasakan saat acara ulang tahun Raka berjalan sukses.     
0

Kini tinggal pemberian hadiah yang Jeremy sendiri sudah ia persiapkan dengan Daisy. Ia memberikannya pada Raka walau awalnya Raka menolah hadiah-hadiah tersebut.     

"Kalian semua tahu, ini berlebihan untukku. Iya kan, Daisy?" tanya Raka meminta jawaban.     

Daisy mengedikkan bahunya dengan senyuman. "Aku hanya mengikuti kemauan mereka. Jadi, aku setuju dengan suara terbanyak."     

"Ayo, buka Papa!" teriak Lily.     

Raka akhirnya membuka satu per satu hadiahnya dan terkejut dengan beberapa isinya. Daisy sendiri sebenarnya memiliki hadiah tersendiri untuk Raka dan hanya akan ia berikan saat mereka sedang berdua saja. Raka juga tahu akan hal itu jadi ia sudah terbiasa.     

"Wow, terima kasih sekali untuk hadiah-hadiah ini. Dan Jeremy … dari mana lo dapat motif unik ini?"     

"Rahasia. Gue harap lo besok pakai dasi itu," ucap Jeremy.     

"Well, sudah pasti gue pakai kalau begini. Thanks!"     

Mereka pun akhirnya menuju sesi makan bersama dengan hidangan yang tak kalah lezatnya. Reina memang perfeksionis di setiap tahunnya, pikir Daisy.     

Membayangkan menyiapkan ulang tahun untuk suaminya adalah hal yang Daisy tidak pernah lakukan. Ia dulu sangat kaku akan hal itu. Namun ketika melihat kesempurnaan ini, membuatnya sangat ingin melakukan hal yang sama seperti Reina.     

"Karena semua pada kumpul, saya ingin membicarakan sesuatu yang bahagia juga." Tiba-tiba suara Jeremy keluar membuat Daisy menengadah.     

Jeremy menatap Daisy sebentar dan mengerlingkan matanya pada Daisy. Daisy membelalakan matanya pada Jeremy dan menyentuh lengannya. Ia tidak ingin membicarakan pernikahan mereka di saat seperti ini. Tapi melihat Jeremy dengan wajah yang tenang cukup membuat Daisy berhasil mengalah.     

"Kami akan menikah di hari minggu ini. Semua perlengkapan baik sandang, papan dan pangan sudah disiapkan. Detailnya akan saya berikan besok," ucap Jeremy.     

"Wah! Akhirnya! Kami bahagia untuk kalian, Jer, Dai," timpal Raka.     

Daisy tidak bisa melepaskan ekspresi senyumnya dan ia menatap Jason yang ikutan tersenyum juga gelak tawa yang membuat Daisy gemas. Ia memangku Jason dan berbisik padanya.     

"Papa Jeremy?" tanya Jason dengan suara besarnya hingga membuat yang lain menatapnya.     

Jeremy terdiam dan terkejut dengan suara Jason yang menyebutnya 'Papa'. Matanya ia kerjapkan berkali-kali dan menatap Daisy yang mengangguk padanya.     

"Om Jeremy akan jadi Papa untuk Jason?" tanya Jason pada Jeremy. "Berarti mulai sekarang Jason panggil Om dengan sebutan Papa, ya?"     

Jeremy hanya bisa mengangguk dan mengusap-usap kepala rambut Jason dengan perasaan bahagia. Ia akan menjadi seorang Ayah untuk seorang anak yang bukan anak kandungnya. Walau begitu, Jeremy sangat senang memiliki anak seperti Jason.     

"Papa … aku kangen Papa," tiba-tiba Jason mengucapkan kata itu dan berpindah pangku ke Jason untuk memeluknya.     

Daisy tersentuh mendengar ucapan Jason. Ia sendiri tidak tahu apakah Jason mengucapkan itu semata-mata karena memang merindukan Papa kandungnya, Raja, atau Jeremy sebagai Papa tirinya.     

"Jason nggak pernah melihat Papa kandung Jason, tapi sekarang Jason melihat Papa Jason di sini," ucapnya sekali lagi.     

Mendadak suasana ulang tahun Raka berubah menjadi suasana yang mengharu biru. Daisy bahkan tak sadar menitikkan air matanya. Ia sama sekali tidak percaya mendengar anaknya bisa mengatakan hal seperti itu di usianya yang benar-benar tergolong masih muda.     

***     

Reina memindahkan Lily yang sudah tertidur di kamarnya dan kemudian ia kembali ke kamarnya dengan Raka. mereka mengganti pakaian mereka dengan baju tidur sementara setelah itu Raka sibuk menaruh hadiah yang sudah ia buka untuk di taruh di tempat yang sesuai dengan kategorinya.     

"Rei, kamu selalu berhasil membuat acara. Terima kasih, ya?" ucap Raka.     

"Hmm, ya. Aku senang membuat kamu bahagia. Semuanya. Bahkan aku juga sangat senang dengan kabar baik tadi. Akhirnya Daisy menikah dengan Jeremy!"     

Raka mengangguk. Ia ikut bergabung di ranjang dengan istrinya dan Reina bersandar pada tubuh Raka. Mata Raka sibuk melihat-lihat atapnya dan menghembuskan nafasnya.     

"Semoga Daisy benar-benar bisa kembali seperti dulu," harap Raka.     

"Kamu benar-benar khawatir dengannya ya, Raka?" tanya Reina.     

Raka berdeham. Ia sangat khawatir dengan Daisy sejak Raja tidak ada. Baginya, Daisy adalah tanggung jawabnya sejak Raja tidak ada. Apalagi mereka kembar, tentu Raka tahu bagaimana perasaan Daisy saat bersamanya. Seolah bersama Raja, padahal itu adalah Raka.     

"Dari awal aku berjanji dengan Raja untuk bertanggung jawab pada Daisy sampai dia benar-benar dapat suami yang senggaknya mirip dengannya, Rei," jelas Raka.     

Reina yang tertarik mendengar itu, akhirnya ia membenarkan posisinya untuk duduk. Raka pun juga ikut duduk dan mereka bersandar pada papan belakang mereka.     

"Kamu nggak pernah cerita bagian itu sama aku," ucap Reina.     

Raka mengangguk. "Aku pikir nggak perlu. Karena selama ini yang aku lakuin untuk Daisy masih terbilang wajar. Yah, hanya menjaganya dari kejauhan, bertanggung jawab atas Jason, dan beberapa halnya."     

Reian tersenyum dan mengusap-usap wajah Raka. Ia sama sekali tidak cemburu untuk hal ini. Rasa cemburu itu sudah hilang karena tahu bagaimana suaminya dan Daisy saling bersikap.     

"Tapi Daisy masih bersikap dingin kan, sama kamu?" tanya Reina.     

"Itu normal, Rei. Bayangkan jika kamu di posisinya. Daisy melihatku, sudah pasti ia ingat pada Raja. bahkan aku dan Raja sama sekali nggak ada perbedaannya. Hanya karakter kami saja yang berbeda. Fisik, kamu bisa tahu sendiri kalau aku dan Raja sangat mirip sekali," jelas Raka.     

Reina menganggukkan kepalanya. Semua yang dikatakan Raka benar adanya.     

"Lalu, apa ada batasan kamu akan lepas tanggung jawabmu pada Daisy dan Jason?" tanya Reina.     

"Melepas sepertinya nggak, Rei. Tapi aku akan menguranginya sampai di rasa jika perlu aku melakukan sesuatu untuknya."     

"Hmm, apa Daisy tahu tentang ini?"     

Raka menggelengkan kepalanya. "Sama sekali nggak. Aku nggak bilang ke dia saja, dia sudah seperti akan menghindar terus, kan? Apalagi kalau dia sampai tahu."     

Reina setuju dengan ucapan suaminya. Pembicaraan sederhana ini membuatnya paham bahwa pentingnya komunikasi seperti ini. Walau bukan tentang mereka, tapi setidaknya Reina paham yang selama ini Raka lakukan.     

"Menurutmu, Jeremy laki-laki yang pantas untuknya?" tanya Reina beralih topik.     

"Ya. Sangat pantas. Aku sudah memastikan semuanya. Dia sangat mirip Raja walau Jeremy lebih terkesan lembut dari pada Raja. Daisy butuh laki-laki yang seperti itu."     

Reina tersenyum-senyum sendiri mendengar semua penjelasan Raka. Ia sangat salut pada suaminya itu walau Daisy masih bersikap dingin pada suaminya. Tapi Reina juga memaklumi itu, sesuai yang Raka jelaskan padanya.     

"Ayo, tidur! Bicara-bicaranya masih bisa di malam-malam berikutnya," ajak Raka mencoba mengalihkan pujian yang akan Reina katakan padanya.     

"Suamiku hebat," puji Reina akhirnya. Raka hanya berdecak dan lampu pun padam di gelapnya malam.     

***     

Ketukan pintu rumah Daisy berbunyi sekaligus membangunkannya dari tidur. Ia segera bangun dan membuka pintu untuk melihat siapa yang pagi-pagi sekali bertamu di rumahnya.     

Dari yang masih mengantuk menjadi hilang seketika. Matanya membelalak terkejut begitu melihat siapa sosok di hadapannya sekarang.     

"Zen? Ap-apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Daisy seraya menutup pintu rumahnya dan berbicara di teras. Ia tidak ingin langkak kaki Zen memasuki rumahnya.     

Penampilan Zen masih terlihat seperti dulu. Masih terlihat sangat elegan layaknya seperti Bos. Ia pun ikut duduk bersama Daisy di kursi yang tersedia di teras.     

"Aku datang untuk mengajukan proposal padamu. Kerja sama dengan butikmu, Daisy," ucap Zen seraya memberikan dokumen pada Daisy.     

Daisy menerimanya dengan wajah bingung. Walau begitu, ia melihatnya dengan serius. Isi proposal itu benar-benar berisikan tentang keinginan perusahaan Zen bekerja sama dengan butiknya. Bahkan rinciannya sangat jelas.     

"Aku yakin kamu desainer yang cukup hebat untuk bisa mendesain seragam kantor perusahaanku setiap bulannya. Terserah kamu mau anggap apa, tapi inilah tujuanku. Kamu bisa menjawabnya dengan menandatangi proposal itu lalu hubungi aku setelahnya," jelas Zen.     

Zen langsung berdiri dan membenarkan jasnya. "Aku tunggu jawabanmu. Maaf membangunkanmu. Sampai bertemu lagi," ucapnya lantas meninggalkan Daisy.     

Daisy masih tercengang walau Zen sudah pergi dari rumahnya. Ia masih diam di tempat dengan proposal di genggamannya.     

Daisy tahu ini bukan sesuatu yang main-main. Melihat tujuan isi proposal itu ia percaya bahwa ini adalah bisnis. Tapi menjalani bisnis dengan mantan suaminya? Siapa yang sangka? Bahkan bayaran yang ditawarkan Zen di dalam proposal itu benar-benar menggiurkan untuk kehidupannya.     

Dengan cepat Daisy menghubungi Jeremy. Ia tidak ingin menyembunyikan apa pun darinya. Ia tidak akan membiarkan Zen merusak pernikahannya jika memang ada rencana rahasia yang Zen miliki.     

Satu jam kemudian Jeremy datang ke rumah Daisy dan Daisy langsung menunjukkan proposal itu pada Jeremy.     

Jeremy menelitinya dan ia menatap Daisy kemudian. "Lalu, apa keputusanmu, Daisy? Kan, kamu yang punya andil untuk menerima kerja sama ini atau tidak," tanya Jeremy.     

"Apa masukanmu, Jer? Aku hanya ingin berbagi denganmu dan nggak ingin ada hal yang kututupi darimu."     

"Terima aja. Mengingat keuntungan yang kamu dapat darinya melebihi apa pun. Lumayan, bukan?"     

Daisy sudah tahu bahwa Jeremy akan mengizinkannya untuk bekerja sama dengan Zen. Ia tahu jika Jeremy adalah seorang yang realistis.     

"Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Daisy. Tapi jangan campurkan masalah pribadimu dengan bisnis, OK?" ucap Jeremy kemudian.     

Jeremy lalu meraih tangan Daisy dan mengusapnya secara perlahan. Daisy lalu memejamkan matanya dan merasakan ketenangan setelah itu. Kemudian ia baru bisa bernafas lega dan kembali membuka matanya.     

"Aku tahu. Hanya saja, rasanya aneh berbisnis dengan mantan suami pertamaku. Seperti sebuah aib yang perlahan kubuka. Karyawanku pasti akan tahu kelak. Atau bahkan mereka sudah tahu karena Zen sering kali masuk ke televisi," jelas Daisy.     

Jeremy tersenyum dan membawa Daisy dalam pelukannya. "Jangan khawatirkan itu. Jika karyawanmu membicarakanmu, maka kamu harus punya keberanian untuk menantang mereka. Siapa yang bekerja keras tanpa berpikir seperti itu, maka akan ada kenaikan gaji. Bukankah dalam bidang bisnis, uang bisa bekerja dengan cepat?"     

Kali ini Daisy tertawa. Sudah jelas sekali jika berbicara bisnis dengan Jeremy, maka Jeremy memang menang dalam segala hal untuk memberikan ide padanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.