BOSSY BOSS

Chapter 197 - The CCTV



Chapter 197 - The CCTV

0"Janji kan, kamu nggak akan bilang ke Jeremy tentang pertemuan barusan?" tanya Daisy saat mereka kembali dalam perjalanan pulang.     
0

"Iya, aku janji. Tapi hal seperti tadi sebaiknya jangan sampai terulang kembali, Daisy. Bisa-bisa nanti menjadi peluang buat dia berbuat buruk padamu."     

Daisy hanya tersenyum mendengar ucapan Raka. Saat ini perasaannya masih sedih. Entah untuk berapa lama ia tidak bisa melihat, membuatnya sedih tidak bisa bekerja dengan normal atau pun bahkan melihat Jason.     

"Ba-bagaimana Jason? Apa kalian sudah memberitahu tentang keadaanku padanya?" tanya Daisy.     

"Sudah. Kami cukup bekerja keras membuatnya paham tentang keadaanmu, Daisy."     

"Terima kasih, ya. Sepertinya aku cukup banyak membuat kalian repot."     

"Sudahlah, Dai. Dari kecil juga sudah semestinya begitu, kan?"     

Daisy juga cukup penasaran dengan wajah Jeremy saat ini. Dia sama sekali belum melihat keadaan Jeremy sejak dirinya dinyatakan buta. Yang ia tahu, Jeremy memiliki perban sedikit jika dibanding darinya.     

"Hmm, keadaan Jeremy sejak kecelakaan … apa baik-baik saja?" kali ini Daisy bertanya dengan suara bergetarnya.     

Entah harus berapa kali Raka menegaskan, bahwa Jeremy baik-baik saja, tapi sepertinya Daisy sangat tidak sabar untuk melihat suaminya itu.     

"Daisy … apa kamu merasa takut akan sesuatu?" tanya Raka akhirnya.     

Pandangan Daisy yang tanpa bisa melihat itu membuat matanya berkaca-kaca. Kemudian ia menutup wajahnya dan menangis.     

"A-aku … hanya takut kejadian Raja terulang kembali," ujar Daisy.     

Sudah kutebak, batin Raka. Ia menghela nafasnya. Raka cukup bersyukur karena setidaknya Daisy tidak melihat wajah Raka yang mengasihaninya. Sebab Daisy tidak suka dikasihani. Ia hanya butuh didengarkan saja.     

"Sudah berapa kali kamu dengar bahwa Jeremy baik-baik saja? Bahkan kalian juga tinggal serumah, dia yang selalu bersamamu, Daisy. Kamu nggak perlu khawatir akan hal itu, OK? Dan kejadian Raja dengan kalian juga berbeda," jelas Raka.     

Daisy diam. Ia masih menangis dan berpikir yang bukan-bukan. Seperti mimpi baginya tapi kemudian Daisy menghentikan tangisannya. Ia memang menjadi sosok yang sensitif sejak mengalami kebutaan, jadi keluarganya sudah tidak mempermasalahkannya.     

Ketika sampai rumah, ini adalah kali pertama bagi Daisy akan bertemu dengan Jason. "Biar aku jalan sendiri, OK? Aku harus belajar menuntun diriku sendiri dengan tongkat ini," pinta Daisy ketika Raka akan memegang lengannya.     

Raka tidak mengiyakan, tapi ia menjaga Daisy dari belakan agar tidak terjatuh nantinya. Jadi Daisy mulai berjalan dengan langkahnya yang mengandalkan tongkatnya.     

"Mama?" suara pelan Jason Daisy dengar dari dekat. Ia memang mencium bau parfum anak kecil milik Jason. Daisy hanya menunggu Jason memanggilnya.     

"Jason Sayang? Kemarilah … peluk Mama."     

Awalnya Jason seolah takut, kemudian ketika Reina dan Raka menatapnya agar mendekat, Jason perlahan melangkah maju dan berhenti tepat di depan Daisy.     

Daisy menunduk dan meraba-raba wajah Jason. "Jason jangan takut, ya. Mama akan bisa melihat Jason kok, nanti. Tapi sementara ini Jason harus tinggal sama Tante Reina dan Om Raka, ya?"     

Kemudian Jason langsung memeluk Daisy yang membuat Daisy menitikkan air matanya. Ia sudah menjadi seorang Ibu yang sama sekali tidak berguna untuk Jason. Sudah terlalu sibuk dengan kehidupan percintaannya dan sekarang ditambah tidak bisa melihat.     

"Di mana pun Jason nanti, Jason tetap sayang Mama," ucap Jason dengan pelan-pelan.     

"Terima kasih, Sayang. Mama sayang sekali dengan Jason."     

***     

Biasanya ketika Jeremy pulang kerja, ia akan menjemput Daisy di rumah orang tuanya. Karena memang sementara ini Daisy harus ada yang mengawasinya. Walau pun Daisy meminta untuk tetap di rumah saja, tapi Jeremy belum bisa membiarkannya. Maka dari itu seperti sekarang, Jeremy menjemputnya.     

Waktu yang sudah cukup malam membuat Jeremy tidak bisa berkunjung lama-lama. Jadi, ia dan Daisy pun langsung pulang.     

"Jer, hari ini aku sudah belajar jalan sendiri dengan tongkat loh," ujar Daisy memberitahu.     

"Di mana? Apa kamu keluar sendiri?" tanya Jeremy khawatir.     

"Bukan. Di rumah. Aku menggunakan tongkat ini supaya aku juga bisa mandiri. Lagi pula aku juga nggak mau terus menerus di rumah mereka, Jer. Aku merasa nggak enak."     

Jeremy menatap Daisy sesaat. Wajah Jeremy terlalu sedih untuk dilihat Daisy, tapi beruntungnya Daisy tidak melihat kesedihan itu. Sementara Jeremy berusaha keras mencari pendonor mata secepat mungkin.     

"Kamu kan bisa tetap dengan Jason di sana. Lagi pula akan ada banyak yang membantumu, Sayang," ucap Jeremy.     

Daisy menggeleng dengan senyumannya. "Izinkan aku tetap di rumah saja, Jer. Di sana … aku merasa nggak berguna karena nggak bisa melihat dan melakukan apa-apa."     

Diambilnya tangan Daisy dan dikecupnya sesaat. Daisy tersenyum dan malu. Walau merasa begitu, wajahnya tetap menyiratkan kesedihan. Jeremy paham bagaimana perasaannya.     

"Baiklah. Dengan syarat, anak buahku akan aku suruh jaga kamu. Bagaimana?" tanya Jeremy.     

"Apa pun. Asal aku nggak merepotkan siapa pun. Kita akan ke rumah Ibu hanya seminggu sekali. Kalau pun nantinya sering ke rumah, itu nggak masalah. Asal aku nggak selalu di rumah mereka selama keadaanku begini," jelas Daisy sekali lagi.     

"OK. Kalau begitu besok aku libur dulu. Senggaknya aku harus menyiapkan makanan dan minuman instan untukmu, Sayang. Karena kebetulan juga persediaan di rumah habis."     

Daisy mengangguk dan tersenyum. Sebenarnya di samping itu Jeremy juga ingin memasang CCTV di setiap sudut dan sisi rumah. Ia harus memantau Daisy dari kejauhan juga. Sebab bisa saja sesuatu buruk atau tidak diinginkan malah terjadi saat Jeremy malah tidak tahu sama sekali.     

Sampai rumah, Daisy melakukan aktivitas membersihkan dirinya. Sejak keluar dari rumah sakit, rutinitas bercinta Jeremy kurangi. Ia tidak mau menyakiti atau membuat Daisy tersiksa karena tidak bisa melihat. Walau bercinta tidak ada hubungannya dengan hal itu, tapi Jeremy tidak ingin membuatnya terluka.     

Daisy langsung membaringkan tubuhnya dan menghela nafas lega, kemudian ia membalikkan tubuhnya ke arah Jeremy yang sedang menatapnya.     

"Kamu menatapku," ucap Daisy.     

Jeremy menaikkan satu alisnya, menahan senyumnya. "Kok, kamu tahu?"     

"Walau aku nggak bisa melihat, tapi aku bisa merasakan dan mencium baumu, Jer. Nggak tahu kenapa indera perasa dan penciumanku mendadak lebih sensitif sejak aku buta," jelas Daisy.     

Jeremy mulai tersenyum. Ia mengusap-usap kepala rambut Daisy dengan lembut.     

"Bagus dong, kalau begitu. Apa lagi yang mau kamu bicarakan?" tanya Jeremy. Mereka memang terbiasa berbicara hal-hal yang telah terjadi dalam sehari.     

"Bagaimana kabar kantorku?" tanya Daisy.     

"Yah, bisa dikatakan cukup baik. Aku menyuruh mereka seperti yang kamu perintahkan, untuk menjual desain lama sementara ini."     

"Lalu bagaimana pekerjaanmu? Semua baik-baik saja?" tanya Daisy ingin tahu.     

"Kurang baik," jawab Jeremy.     

Dahi Daisy berkerut. Ia memainkan tangan Jeremy seraya bertanya, "kenapa? Apa ada masalah?"     

"Iya. kokiku melakukan kesalahan yang nggak terpuji, jadi aku memecatnya. Dan untuk sementara in, aku menggantikannya untuk masak."     

"Loh tapi, Jer, bukannya kokimu banyak?" tanya Daisy.     

Jeremy mengangguk, seolah Daisy bisa melihatnya. "Setiap koki punya tugas masing-masing dalam memasak makanan, Daisy. Sementara koki yang aku pecat, adalah koki yang mana menu makanan di restoran itu lebih banyak peminatnya. Nggak ada yang bisa kecuali aku dan koki yang kupecat itu."     

Daisy mengusap-usap dada Jeremy yang telanjang itu dengan lembut. Membuat darah Jeremy berdesir dan ingin bercinta dengannya. "Ajarilah mereka, Jer. Aku yakin lama-lama mereka bisa."     

Bukannya menanggapi ucapan Daisy, Jeremy langsung menindih Daisy dan bercumbu dengannya karena tidak tahan dengan godaan dan kode yang Daisy berikan.     

***     

Sebelum pagi benar-benar menyongsong, Jeremy bangun dan beranjak dari kasurnya secara pelan-pelan. Ia berusaha sebisa mungkin tidak membangunkan Daisy yang masih tertidur. Setelah itu Jeremy mencari pakaiannya dan mengenakannya.     

Di luar kamar, ia langsung membuka pintu rumah dan menyuruh tukang yang akan memasang CCTV mulai melakukan pekerjaannya. Jeremy meminta agar tidak usah berisik atau menimbulkan suara karena ia tidak mau Daisy bangun dan tahu tentang apa yang ia lakukan.     

Sekitar satu jam pemasangan CCTV berhasil dilakukan. Zen lalu mencoba menggunakan ponselnya untuk melihat bagaimana perkembangan CCTV yang dipasang oleh tukangnya itu. Setelah benar-benar berhasil ia pun langsung membayar tukang-tukangnya dan menyuruhnya pulang.     

Ada perasaan lega ketika semua rencananya berhasil. Ia pun mulai membuat sarapans sederhana untuknya dan Daisy. Sebisa mungkin semuanya siap ketika Daisy sudah terbangun. Bagi Jeremy, ia tidak akan masalah atau keberatan jika ia berada di dapur atau melakukan pekerjaan wanita dalam hal rumah tangga. Ia tidak ingin membuat anak orang susah. Begitulah prinsipnya.     

"Jer? Apa itu kamu?" tanya Daisy yang sudah keluar dengan tongkat pembantunya.     

Jeremy langsung mendekat dan memegangnya.     

"Jer, aku nggak apa-apa. Lihat, aku bisa jalan sendiri, kan?" ucap Daisy menolak dibantu Jeremy. Jeremy memang melihat Daisy yang lumayan mampu berjalan dengan tongkatnya itu. Tapi tetap saja Jeremy sedih melihat istrinya seperti itu.     

"Ayo, makan! Aku cium bau masakanmu!" ujar Daisy terdengar ceria. Ia pun mendahului Jeremy menuju arah meja makan. Sementara itu Jeremy memperhatikan raut wajah Daisy yang bersedih ketika Daisy mengira Jeremy tidak melihatnya.     

Saat sedang makan, suara ketukan pintu rumah mendistrasi mereka. Jeremy bergegas membukanya dan melihat Reina juga Raka datang.     

"Ada apa?" tanya Jeremy menyambut mereka.     

"Kenapa lo nggak datang? Gue kira lo bakal datang sama Daisy seperti biasanya," tanya Raka.     

Jeremy pun akhirnya menjelaskan keinginan Daisy dan setelah itu ia membiarkan mereka masuk. Tapi Jeremy yakin Daisy sudah tahu kedatangan mereka.     

"Kenapa lama sekali? Pasti kalian membicarakan keinginanku menetap di rumah saja, ya?" tanya Daisy dengan senyumannya.     

Raka dan Jeremy saling memandang sementara Reina bersedih melihat Daisy. "Nggak kok, Dai. Kami ke sini karena dengar dari Jeremy bahwa kalian akan berbelanja, jadi kami juga mau bergabung.     

Daisy menelengkan kepalanya. Ia mengarahkan kepalanya ke arah Jeremy. Sementara itu Jeremy berdeham untuk mengatur nada bicaranya. "Iya. Biar ramai, Sayang. Sesekali sekalian kita pergi bareng, kan? Kapan lagi kalau nggak sekarang? Mumpung aku libur juga."     

"Oh, begitu. OK kalau memang begitu rencananya. Kalian sarapanlah juga," ujar Daisy dengan senyuman yang ia buat dengan kesan paksa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.