BOSSY BOSS

Chapter 110 - We Can't Stop



Chapter 110 - We Can't Stop

0Sialan!     
0

Apa maksud Daisy tadi bertanya begitu? Walaupun aku tahu maksudnya tapi tentu saja aku tidak mau itu benar-benar terjadi. Apa dia mencoba pergi setelah aku merasa baik-baik saja? Apa dia tidak merasa bahwa kehadirannya memunculkan perasaan yang baru buat aku? Apa dia tidak merasakannya?     

Emosiku benar-benar tidak bisa kukontrol saat setelah tahu itu. Nafsu makanku menghilang saat ia bertanya di meja makan tadi. Aku bahkan terus menerus memikirkannya di kantor. Aku harus secepatnya membuatnya jatuh cinta padaku. Tidak akan pernah aku biarkan dia pergi dariku.     

Hari ini untungnya aku pulang larut, jadi bisa sekalian melepas emosiku dengan teman-teman semasa kuliah. Setelah aku nanti lembur dengan Raka, mereka mengadakan reuni sederhana di resto modern. Aku ikut karena aku jarang berkumpul dengan mereka. Nanti aku tinggal mengabari Daisy jadi dia tidak perlu menungguku.     

"Bapak, apa Anda tidak pulang?" sekretarisku, Hana masuk ke dalam ketika waktu sudah menunjukkan jam kantor selesai. Ia memang belum tahu bahwa aku akan lembur dengan Raka.     

"Saya menunggu Raka. Ada pekerjaan dengannya," ucapku fokus pada laptopku.     

"Mau saya temani, Pak? Mungkin sebentar?" tawarnya. Ia mendekat hingga sudah berada di sisi tangan kananku.     

Aku menatapnya sejenak. Ia memang pernah aku ajak sebentar ke mal saat itu. Itu pun hanya untuk memanasi Daisy. Tapi tidak kusangka efek beberapa jam itu membuat Hana seperti menyukaiku. Saat ini ia sedang menggodaku. Aku sudah sering menemukan sekretaris seperti ini.     

"Terima kasih tapi nggak perlu, Hana. Saya sebentar lagi akan dengan Raka," kataku mencoba formal.     

"Bapak nggak menginginkan ini?" tiba-tiba tangannya membawaku menuju payudaranya. Pakaiannya memang seksi dan aku bisa menilai semua itu ia lakukan atas dasar sukanya denganku. Kemejanya ia buka dua kancing sekaligus sehingga aku bisa sedikit melihat sembulan payudaranya.     

Kutarik tanganku perlahan. Aku tidak ingin bermain wanita. Fokusku hanya pada Daisy saja. Tidak perlu aku menjadi laki-laki bajingan ketika masa lalu Daisy sudah diisi oleh laki-laki bajingan yang tidak tahu malu.     

"Saya nggak meminta imbalan, Pak. Saya bisa membuat Bapak puas. Hanya kita saja yang tahu," katanya tetap berusaha menggodaku.     

Kuhela nafasku dan memjiat pangkal hidungku. Sebenarnya aku tidak pernah menolak wanita sebelum Daisy hadir. Tapi sekarang, aku benar-benar menolak seorang wanita untuk pertama kalinya.     

"Hana, pulanglah. Saya nggak berminat sama sekali. Dan terima kasih untuk tawarannya," kataku halus.     

Terlihat wajah kecewanya dan ia mulai mengancingkan kemejanya kembali. "Maaf dan permisi kalau begitu, Pak." Ia melangkah pergi dengan bokokngnya terlihat menggoda tapi tak cukup membuatku ingin melakukan padanya. Tidak lama Raka masuk dengan wajah penasaran karena ia berpapasan dengan Hana yang keluar dengan wajah sedih.     

"Kenapa dia?" tanyanya yang langsung duduk di hadapanku.     

"Biasa. Ngerayu gue tapi gue tolak," kataku.     

"Lo tolak? Serius?" tanya Raka tidak percaya. Lihat? Saudara kembarku saja tidak menyangka bahwa aku akan menolaknya.     

Kukedikkan bahuku padanya. "The one and only, Daisy, Raka," kataku padanya.     

Raka mengangguk-anggukkan kepalanya dan menahan tawanya. Kami pun mulai membahas pekerjaan yang akan ia serahkan padaku sementara waktu sampai ia nantinya kembali ke Indonesia lagi setelah dari New York. Setelah itu kami berpisah karena aku harus bertemu teman-teman masa kuliahku.     

Aku sudah mengabari Daisy dan ia tidak keberatan karena di rumah katanya ada Ama yang sedang bermain. Mereka sering sekali menghabiskan waktu bersama ketika aku bekerja, tapi bukan masalah. Aku sudah mendapat banyak laporan dari anak buahku.     

"Hei, Raja. Senang bertemu denganmu lagi," sapaan Kila, friends with benefits-ku dulu saat zaman kuliah. Aku tercengang sebentar karena terkejut ketika melihat kehadiran teman wanitaku yang ternyata datang.     

Seperti dijebak oleh teman laki-lakiku, aku tertawa kecil dalam hati. Afdan, adalah salah satu yang terdekat. Ia mengatakan bahwa hanya para laki-laki yang datang, tapi tidak ketika aku sampai di restoran itu, melihat beberapa teman wanitaku juga ikut hadir.     

Aku seperti merasa di masa itu. Berkumpul layaknya masih kuliah dan konyolnya mereka seperti sengaja menempatkanku duduk di sebelah Kila seakan tempat lain memang sudah terisi oleh beberapa yang lainnya. Mau tidak mau aku menerimanya.     

Ketika aku sedang mengobrol dengan mereka dan tertawa bersama, tiba-tiba Kila berceletuk, "kamu terlihat semakin tampan, Raja."     

"Terima kasih, Kila." Hanya itu yang bisa kuucapkan padanya karena aku tidak ingin ada hal yang berlebihan terjadi pada kami lagi.     

Kila tetap menatapku ketika aku berbicara lagi dengan yang lainnya. Aku sudah terbiasa dengan tatapan itu. Aku juga tahu tatapan apakah sebenarnya itu. Semua orang punya masa lalu dan aku tidak ingin terjun lagi di dalamnya. Jadi, bersama Kila sudah berlalu. Sekarang fokusku hanya pada Daisy.     

"Jadi, gimana, lo udah ada cewek lagi?" tanya Afdan memecah pembicaraan keluar jalur.     

"Udah, dong" jawabku sengaja. Siapapun, wanita seperti Kila, aku sengaja membuatnya agar tidak berharap. Jadi, dengan mengaku aku memiliki wanita, sudah pasti membuat wajahnya berubah.     

"Widih! Playboy emang laku, ya?" telak Darwan.     

Aku dan yang lainnya tertawa. Memang, sejak di kampus aku terkenal dengan julukan playboy atau badboy. Tapi bukan masalah untukku karena aku pun mengakuinya begitu.     

"Siapa? Siapa? Kok, lo nggak bawa dia?" tanya Vagus penasaran.     

"Hmm... dia-"     

"Sayang!" tiba-tiba suara yang kukenal muncul. Aku terkejut begitu melihatnya datang. Aku memang memberitahunya di mana aku berada dan acara apa. Tapi aku tidak menyangka bahwa ia akan datang.     

Daisy dengan pakaiannya yang mengetat dan seksi datang ke arahku. Ia tersenyum dan melambai padaku. Yang lainnya, menatap Daisy dengan tercengang ketika Daisy melangkah mendekat. Aku tahu Daisy memang cantik dan benar-benar mempesona.     

"Itu dia," kataku akhirnya.     

Wajah Kila terlihat tidak suka. Aku bisa melihat wajah itu karena aku hafal ekspresi apa itu.     

"Cantik, Ja!" timpal Afdan.     

Daisy mengecup pipiku dan berbisik sebentar. "Aku menyelamatkanmu dari wanita di sebelahmu." Aku tersenyum lega dan ternyata ia sengaja datang walau aku tahu itu bukanlah alasan yang utama.     

Tadi Daisy memang sempat merajuk karena dia tidak kuajak. Kupikir ia tidak mau berada di kerumunan yang asing begini. Tapi kubiarkan saja alasannya menjadi alasannya untuk berada di sisiku.     

"Eh, Kila! Lo di sini, aja. Biar pacarnya Raja di tempat lo," timpal Vagus menyuruhnya pindah. Kila mendengus kesal tapi semua menatapnya karena menyuruhnya untuk pindah, hingga akhirnya Kila pindah dengan ekspresi marah. Daisy terkikik dan duduk di sebelahku.     

Entah kenapa walau berpura-pura seperti ini membuatku merasa senang dan bahagia. Daisy bahkan bisa berbaur dengan temanku. Cara bicaranya juga lancar. Semua teman-temanku menyukainya hingga jam malam restoran itu akan tutup kami pun mulai berpamitan satu sama lain.     

"Lain kali kalau ngumpul, ikut aja ya, Dai," ajak Afdan pada Daisy.     

"Oke, Afdan. Terima kasih untuk segalanya, ya? Senang berkenalan dengan kalian semua."     

"Hei, Raja. Aku pulang, ya?" Kila muncul berpamitan. Aku mengangguk dan Kila hendak mengecup keningku. Tiba-tiba Daisy menahannya dan menatap Kila dengan pandangan datar.     

"Ini bukan luar negeri. Jadi, biasa aja. Oke?" kata Daisy dingin.     

Kila menatapnya dengan pandangan tak sukanya. "Keberatan?"     

"Sangat. Berhenti menggoda laki orang!" ancam Daisy.     

Aku memisahkan Daisy agar tidak ada pertengkaran antara mereka. Yang lain juga menjauhkan Kila dariku dan Daisy sampai semua benar-benar menghilang dari pandangan kami.     

Daisy menghela nafasnya dan menatapku dengan wajah lelahnya. Aku pun menggiringnya menuju mobil dan membiarkannya istirahat. "Maaf atas sikapku tadi," katanya saat aku sudah masuk ke mobil.     

"It's OK. You saved me, babe," balasku.     

"Aku cuma nggak suka cewek itu. Siapa dia?" tanyanya.     

"My friends with benefits. Long time ago," jawabku jujur.     

Daisy mengangguk-angguk paham. Ia tidak terkejut dengan hal itu karena saat bersama mantan suaminya dulu pun ada kejadian yang sama juga. Sayangnya, mantan suaminya itu akhirnya bersama wanita itu sampai sekarang.     

Aku menatap penampilan Daisy yang seksi itu. Sembari mengemudikan mobil aku bertanya, "kenapa harus pakai pakaian yang seksi?"     

"Karena aku harus kelihatan cantik di depan teman wanitamu."     

"Bagaimana kalau teman laki-lakiku suka kamu, Dai?"     

Daisy menoleh padaku dan terkikik. "Nggak akan. Nggak akan kubiarkan mereka menyukaiku," jawabnya yakin.     

"Oh, ya?"     

"Ya. Lagian, aku pakai ini juga agar semakin memudahkanmu, kok."     

Aku tidak membalas ucapannya lagi karena aku sudah tahu maksudnya apa. Hari sudah begitu larut dan suasana di rumah nanti akan mendukung kami untuk bercinta.     

Salah satu alasan Daisy memakai pakaian yang seksi, mini dan ketat memang agar memudahkanku untuk bergerak. Bahkan aku bisa tahu ia tidak memakai celana dalam.     

Sialan! Rasanya bagian bawahku tidak bisa menunggu lama. Aku pun langsung melihat sekitaran ketika menuju jalanan yang sepi. Menepikan mobil, membuat Daisy menoleh kepadaku.     

Aku melepas jasku dan membuka dasiku. Kubuka satu persatu kancing kemejaku sambil tetap menatap Daisy yang menatapku dengan ekspresi yang nakal. Ia sudah tahu akan apa yang kulakukan.     

"Jangan bilang kamu sedari tadi nggak memakai celana dalam, Daisy," kataku memperingatkan walau aku sudah tahu.     

"Oh, ya. Memang aku nggak pakai itu. Kenapa? Apa itu membuatmu frustrasi?" godanya.     

"Hmm. Dan bra-mu. Jangan katakan itu juga..."     

"Aku hanya mengenakan dress ini, Raja. No bra or even underwear," katanya dengan lemah lembut.     

Kulepaskan kemejaku dan membuangnya ke kuris belakang. Daisy menggigit bibirnya yang semakin membuatku frustrasi.     

"Nggak bisa menahannya sampai rumah?" godanya. Bukannya langsung naik ke pangkuanku, ia semakin membuatku tak terkendali.     

"Naik!" perintahku tak tahan.     

Daisy langsung ke pangkuanku dan menaikkan dressnya. Miliknya ternyata sudah begitu basah. Kubuka ristleting belakangnya dengan kasar dan melepasnya hingga ke lengannya. Payudaranya menyembul indah. Aroma parfum yang dipakainya benar-benar memabukkanku.     

"Gerak, Daisy!" perintahku. "Aku akan terus mengemudi sampai rumah," kataku dengan erangan.     

Daisy berdeham dengan lenguhan dan nafas menderu. Ia terus bergerak dan semakin mempercepat gerakannya. Hingga sampai rumah, tanpa melepaskannya aku keluar dari mobil dan menahan Daisy di pintu depan rumah. Kubiarkan kami bercinta di depan dengan udara malam yang merasuk. Tidak akan ada yang melihat kami karena rumah ini benar-benar tidak memiliki tetangga.     

"Raja!" teriaknya tak tahan. Dan saat itu aku tahu ia sudah mencapai puncaknya. Begitupu aku.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.