BOSSY BOSS

Chapter 111 - Marry Me



Chapter 111 - Marry Me

0"Marry me."     
0

Tiba-tiba Raja mengajakku untuk menikah dengannya di sela-sela kami sedang bercinta. Aku tertawa kecil seraya membalas kecupannya.     

"No. Aku nggak siap," balasku.     

Well, jangan kaget. Aku sudah tidak peduli apakah kami nantinya bisa bersatu atau tidak. Atau hubungan ini terlarang atau tidak, yang jelas aku ingin menjalaninya sebagaimana perasaanku menginginkannya.     

Sebenarnya aku cukup kaget karena Raja mengajakku menikah. Tapi aku juga tahu bagaimana perasaannya padaku sejak Ama mencetuskan penilaiannya. Bukan karena Ama saja, aku juga merasakannya.     

"Kalau begitu aku akan terus mengajakmu menikah denganku sampai kamu bilang 'ya'," katanya seraya menghujaniku dengan kecupan-kecupannya.     

Jantungku berdebar kencang. Rasanya aku ingin mengatakan bahwa aku mencintainya. Tapi tidak sekarang, tidak sampai ia yang menyatakannya duluan dan malah bukan mengajakku menikah. Ide menikah untuk sekarang bagiku terlalu cepat dan menggebu. Aku tidak ingin salah melangkah lagi.     

"Kamu tahu masa laluku, Raja. Jangan dulu, oke? I'm not ready yet for marriage," kataku. Mataku terlalu sayu menatapnya yang bergerak di atasku dengan lembut. Percakapan yang begitu sensual dan pergerakan yang penuh dengan kasih sayang.     

Setelah sekembalinya dari reuni itu, bercinta di mobil dan di depan pintu belum juga membuat kami puas hingga di dalam rumah kami terus menerus bercinta sampai membuat beberapa barang berantakan karena ketidakpuasan kami. Bagaimana bisa aku seperti ini dengannya.     

"Oke, anything for you, babe," lirihnya menggigit daun telingaku.     

Aku terbangun dalam keadaan masih mengantuk. Padahal ketika aku melihat jam, ternyata sudah pukul sembilan pagi. Jelas sekali Raja sudah berangkat ke kantor jika seperti ini. Aku langsung beranjak duduk dan menatap sekeliling yang cukup berantakan. Ini tugasku merapikannya. Jadi aku berdiri dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.     

Setelah mandi aku langsung bergerak membersihkan semua dan merapikannya. Hasrat cinta dan seks benar-benar membuat kami tidak bisa mengendalikannya. Apalagi kami membuat kesepakatan untuk bercinta sehari sekali di malam hari sampai puas dan lelah. Jadi, kami memang menggunakan kesempatan waktu sebaik mungkin.     

Saat aku mengaplikasikan skincare, aku baru merasakan ada sesuatu di jemariku. Tersemat cincin emas putih dengan batu berlian emerald di tengahnya. Bagaimana mungkin saat aku mandi aku tidak merasakan ini? Kutatap jemariku dan melepasnya untuk melihatnya. Saat aku melihat bagian dalamnya terukir nama Raja.     

Untuk sesaat aku terperangah. Ia tidak meninggalkan catatan atau pesan padaku mengenai cincin ini. Oke, baiklah. Sebaiknya aku memakainya saja. Untuk saat ini nikmati saja apa yang ada.     

Tidak banyak yang bisa kulakukan selain mengurus urusan bisnis online shop-ku. Pergi ke luar sepertinya membosankan, jadi aku di rumah saja. Menonton film atau melakukan sesuatu yang mana aku tetap bergerak.     

Raka dan Reina hari ini berangkat ke New York. Aku dan Raja memilih tidak ikut mengantar mereka. Tapi sepertinya aku bisa iseng untuk datang ke kantornya. Mengganggu Raja mungkin, tentu saja bukan mengganggunya yang membuatnya lantas tak bekerja.     

Oh, tidak! Sebaiknya aku mencoba melamar pekerjaan pada beberapa perusahaan. Mungkin ada baiknya juga karena aku bisa sibuk juga jika Raja tidak ada di rumah.     

Sial! Pada akhirnya aku tidak jadi melamar pekerjaan di beberapa perusahaan yang tadinya aku temukan beberapa membuka lowongan. Raja memantauku melalui ponsel dan bertanya mengenai hal apa yang akan aku lakukan hari ini. Ketika aku menjaawabnya, ia malah menyuruhku datang saja ke kantor.     

Dan sinilah aku. Duduk di hadapannya dengan wajah kesalku.     

"Kamu bisa jadi sekretarisku, Dai. Nggak perlu bekerja jauh. Atau kamu mau ditaruh di divisi lain yang sesuai dengan kemauanmu? Aku bisa melakukannya," katanya.     

"Kalau aku kerja satu kantor denganmu, yang ada nanti nggak profesional, dong!"     

"Aku orang yang profesional kalau soal pekerjaan. Tinggal sekarang apa yang kamu mau?"     

Aku menatap Raja, mencoba mencari kebohongan di wajahnya tapi tidak kutemukan. Memang sih, aku belum pernah merasakan kerja satu kantor dengannya atau Raka. Apa sebaiknya kucoba saja? Tapi yah, aku belum tahu seperti apa bekerja di perusahaan kontraktor itu.     

"Bagaimana dengan admin kontraktor? Apakah ada?" tanyaku akhirnya.     

Raja menaikkan satu alisnya. "Admin kontraktor? Itu pekerjaan yang cukup berat. Kamu yakin?"     

"Raja, aku berpengalaman dengan Admin. Tapi yah, aku belum begitu paham dengan bidang kontraktor. Tapi aku juga pekerja yang cepat mempelajari pekerjaan barunya," jelasku seolah aku sedang melakukan wawancara secara personal padanya.     

Melihat Raja berpikir keras tentang apa yang kuingini membuatku sangat senang melihat ketampanannya. Ia benar-benar tampan seolah tidak ada yang menandinginya.     

Dasi hitam yang melekat, kemeja yang ditutupi jasnya. Benar-benar memukauku.     

"Aku kasih kamu waktu seminggu untuk belajar mengenai kontraktor terutama di bidang adminnya. Apa kamu sanggup?" katanya.     

Keprofesionalannya benar-benar tidak bisa diragukan lagi. Raja memberiku waktu untuk belajar mengenai kontraktor. Dan aku mengiyakan kesempatan ini.     

"Kamu mau digaji berapa, Daisy?" tanyanya.     

Aku tercengang. Pembicaraan ini benar-benar layaknya pelamar dan atasan. Aku pun langsung menegakkan tubuhku dan menatapnya.     

Menjawab setiap pertanyaannya dengan caraku dan tatapan tajam yang menginginkannya.     

"Apa ada hal yang mau kamu tambahi? Keinginan gaji tambahan? Waktu atau malah pekerjaan tambahan?"     

Aku maju ke meja dan menopangkan dua tanganku di daguku.     

"Pekerjaan tambahan memuaskan Bapak aja," godaku mengerlingkan kedua mataku.     

Raja tersenyum dan menyandarkan tubuhnya di kursinya. Lalu ia berdiri dan mengancingkan jasnya.     

"Ayo, aku tunjukkan ruangan admin. Sekalian perkenalan," katanya.     

"Eh, kan aku masih seminggu lagi, Raja."     

"Tapi sudah pasti. Jadi, ayo!"     

Raja selalu membuatku lebih dulu keluar ruangannya. Membukakan pintu untukku. Semua mata tertuju pada kami. Aku tahu itu karena sebelum ini pun mereka sepertinya sudah tahu hubunganku dengan Raja.     

Melewati lorong yang sepi lalu masuk ke ruangan yang ditutup oleh kaca hitam. AC yang menyala sangat dingin langsung menyergap tubuhku.     

"Siang, ini Daisy, hmm tunangan saya. Dia akan bekerja di bagian admin seminggu lagi. Dan di sini saya mau memperkenalkannya pada kalian. Bersikap profesional saja, nggak usah memandang dia sebagai tunangan saya ketika menyangkut pekerjaan. Oke?" ujar Raja dengan lancar.     

Aku diam ketika ia mengenalkanku sebagai tunangannya. Perasaanku masih tidak menyangka akan hal ini. Bertunangan atau lebih tepatnya memiliki hubungan yang khusus dengannya.     

Jantungku berdebar-debar senang. Aku belum berani mengajukan pertanyaan tentang hubungan ini mengingat Raja sepertinya menginginkan pernikahan.     

"Halo, aku Daisy," ucapku pada mereka semua.     

Ada lima orang di ruangan admin ini. Jika ditambah aku jadi enam orang. Aku menatap satu-satu name tag mereka dan mencoba mengingatnya.     

Di ruangan itu ada pantri tersendiri. Kata Raja, setiap divisi punya pantri sendiri jadi mereka tidak perlu repot keluar. Tapi juga bisa memakai pantri umum jika ingin berbaur.     

Aku dan Raja kembali ke ruangannya dan duduk di sofa.     

"Aku di sini sampai kamu pulang ya, Raja?" tawarku padanya.     

"Ada apa? Kamu kesepian di rumah?"     

Aku mengangguk. Tentu saja aku kesepian ketika tidak ada siapapun untuk kuajak bicara. Aku menangkap tatapan Raja yang melihat ke jemariku. Lalu ketika aku menatapnya, ia langsung memalingkan wajahnya ke dokumen.     

"Kamu suka cincinnya?" tanyanya.     

"Ya, suka. Kenapa nggak ngasihnya pas aku bangun?"     

"Surpise, babe." Kerlingan matanya membuatku jatuh meleleh.     

Tiba-tiba sekretaris Raja masuk. Aku memperhatikannya. Cara penampilannya dan gaya jalannya membuatku sedikit kesal. Kuperhatikan sedemikian detil apa yang ia akan lakukan ketika memberikan sebuah dokumen yang tidak kuketahui.     

Namanya Hana, hanya itu saja yang kutahu. Pernah melihatnya saat bersama Raja yang kata Raja hanya untuk membuatku cemburu.     

Dia mendekat ke sisi kursi Raja. Lalu seperti menunjukkan sesuatu padanya namun dengan gaya intens.     

Raja sendiri terlihat kurang senang. Ia pun langsung menegurnya. "Hana, kamu cukup di depan meja saja. Kamu nggak lihat ada tunangan saya di sana?"     

Hana langsung menoleh ke arahku. Bukannya merasa tak enak hati, ia hanya melirik sekilas lalu kembali menatap Raja.     

"Ah, baik, Pak. Maaf," ujarnya.     

"Silakan keluar," perintah Raja setelah menandatangi dan memberikan dokumen itu kembali pada Hana.     

Ia keluar dengan langkah mantap menatap lurus tanpa melihatku. Rasanya sebal sekali melihatnya begitu. Bukan masalah aku memiliki hubungan khusus pada Raja, tapi perihal ketidaksopanannya itu. Jika ia tidak mau menatapku sebagai tunangan Raja, setidaknya bersikaplah sebagaimana mestinya terhadap tamu.     

"Apa dia selalu begitu?" tanyaku pada Raja.     

"Yah, sepertinya saat aku ajak dia ke mal buat bikin kamu cemburu, efeknya sampai sekarang. Dia jadi sedikit terbawa perasaan," jelas Raja.     

"Apa yang dia lakukan lagi, Raja?"     

"Merayu? Menggoda? Semacam itu."     

Aku menahan rasa cemburuku. Entah kenapa rasanya tidak aman sekali jika membiarkan Raja memiliki sekretaris sepertinya.     

Kutatap Raja dengan lekat. Mungkin aku bisa memintanya untuk menjadikanku sekretarisnya, sesuai yang ia tawarkan lebih awal tadi.     

"Apa tawaranmu masih berlaku buat aku jadi sekretarismu?" tanyaku.     

Raja mengedipkan matanya berulang kali. Ia pasti tahu alasanku bertanya begitu.     

"Tunggu," ujarku ketika ia hendak menjawab. "Sebelum kamu menjawab, katakan kenapa kamu menawariku untuk jadi sekretarismu?"     

Ia menghela nafasnya dan mendekat duduk di sisiku. Tangannya terulur satu di belakang tubuhku.     

"Karena aku lebih memilih di goda olehmu ketimbang Hana. Alasan lain yah, karena dia sedikit nggak tahu posisi," jelasnya.     

Aku diam bertanya-tanya kenapa Raja begitu jujur menjawab setiap pertanyaanku. Yang sekiranya terdengar menyakitkan, walau begitu ia lancae menjawab semuanya.     

"Apa?" tanyanya menatapku.     

"A-aku… teringat saat bersama Zen. Hanya saja aku takut terulang kejadian yang kedua kalinya."     

Raja mengusap-usap bahuku. Membawa kepalaku dalam dekapan dadanya dan mengusapnya perlahan. Kapan terakhir kali aku merasakan ini? Saat bersama Jeremy? Sepertinya belum pernah, tapi ia cukup bisa membuatku melakukan positif. Bagaimana kabarnya sekarang? Aku jadi memikirkan dirinya di saat seperti ini. Padahal setiap surat kabarnya tidak pernah kubalas.     

"Aku cuma mencoba membuktikan, Daisy. Aku nggak mau jadi seorang yang Cuma pintar berbicara. Jadi, yah kamu hanya perlu melihatnya dan menilainya sendiri. Dan, aku nggak akan buat kamu merasakan kesakitan itu lagi," jelas Raja dengan serius.     

Aku tertawa kecil menatapnya. Karena keseriusannya yang jarang ia tunjukkan, aku jadi geli. Kucium saja bibirnya dengan perasaan yang menggelora dan penuh dengan cinta.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.