BOSSY BOSS

Chapter 132 - The Discussion



Chapter 132 - The Discussion

0"Memangnya kamu nggak menganggap kalian balikan?" tanya Raka.     
0

Daisy mengedikkan bahunya. "Nggak tahu. Aku juga nggak mau memikirkan tentang itu, Raka. Aku masih fokus sama kehamilanku. Raja ingin aku fokus sama kehamilanku," jawab Daisy dengan senyuman.     

Wajah Raka mendadak kaku begitu Daisy menyebut nama Raja. Ia teringat lagi pada saudara kembarnya yang sudah tiada.     

Menyadari raut wajah Raka, Daisy pun buru-buru mengalihkan pembicaraan.     

"Sebenarnya apa Jeremy pernah mengatakan sesuatu?"     

"Hmm... dia mencintaimu tapi juga nggak ingin memaksamu untuk kembali jika kamu nggak mau. Dekat denganmu saja dia sudah senang," jawab Raka.     

Senyum merekah terlintas di bibirnya. "Dan kamu bilang apa, Raka?"     

"Aku? Aku jelas mendukungnya. Aku tahu sejak awal dia memang yang terbaik untukmu."     

"Dan bagaimana tentang Zen?" tanya Daisy dengan perlahan.     

Raka menatapnya sejenak dan menyilangkan kedua tangannya. "Kamu yang mengenal Zen lebih, Dai. Tapi menurut ceritamu dan masalahmu dengannya di masa lalu, aku nggak menyukainya."     

Daisy tahu memang sejak awal Raka tidak menyukai Zen saat ia menceritakan masalahnya pada Zen pasca perceraian.     

"Ada apa?" tanya Raka begitu melihat raut wajah Daisy yang mendadak terlihat sendu.     

"Hmm, aku hanya nggak percaya aku pernah menikah dengannya. Menjadi janda di usia muda dan kemudian menikah lagi. Satu hal yang nggak pernah aku sangka akan terjadi," jelas Daisy.     

Raka yang menyadari bahwa ia membuat situasi seperti menyedihkan, ia pun memiliki ide untuk mengembalikan mood Daisy.     

"Dai, kamu mau berenang, nggak? Ibh hamil malah bagus kan, kalau berenang?" tawar Raka.     

Daisy tertawa kecil mendengar tawaran Raka. Ia sudah lama tidak berenang sejak terakhir bersama Zen.     

"Aku nggak punya pakaian apa pun untuk kupakai dalam kondisi berenang, Raka."     

"Reina akan mempersiapkannya untukmu. Mau, ya?"     

"Yah, baiklah kalau begitu."     

***     

Zen membaca setiap dokumen mengenai Jeremy dengan jelas. Walau ia sudah membacanya berulang kali, tapi ia merasa ia harus terus menerus membacanya.     

Kali ini saingannya adalah laki-laki sederhana yang kaya raya dan tidak memanfaatkan kekayaannya untuk memiliki Daisy. Setidaknya itulah nilai plus yang Jeremy miliki.     

Belum lagi Jeremy sedari awal memang menunggu Daisy. Bahkan di saat Daisy menikah, Jeremy masih setia untuk Daisy walau pun Daisy menikah dan mengandung anak suaminya yang telah meninggal.     

Berbalik dengan Zen yang memanfaatkan segalanya untuk mendapatkan Daisy, namun sayangnya Daisy bahkan tidak menunjukkan respons yang diinginkan Zen.     

Hari ini Zen memutuskan untuk bertemu dengan Jeremy untuk membicarakan tentang Daisy. Zen ingin membuat perundingan dengan Jeremy.     

Sampai segitunya, Zen harus susah payah menghubungi Jeremy yang tadinya tidak mau bertemu karena bagi Jeremy, cara Zen terlalu obsesi pada Daisy.     

Zen memilih pakaian santai karena ia ingin obrolan yang santai bersama Jeremy.     

Pertemuan rahasia ini mengharuskan Zen membuat janji di apartemennya yang mana tidak akan lagi ada tamu yang datang ke apartemennya. Zen cukup yakin Daisy tidak akan hadir karena memang begitulah keadaannya sekarang.     

Jeremy masuk ketika Zen membuka pintunya.     

Jauh dari ekspektasi, ternyata Jeremy mengenakan kemeja lengan panjang yang ia gulung ke atas berwarna navy blue dengan celana kain dan sepatu fantofel yang Zen kira Jeremy akan mengenakan pakaian santai.     

Mereka duduk berhadapan sementara minuman sudah tersedia di hadapan keduanya.     

"Zen, langsung aja. Oke? Waktu saya nggak banyak karena saya juga harus ke rumah sakit," ujar Jeremy memulai.     

Zen sempat lupa bahwa Jeremy bekerja di rumah sakit sebagai psikolog, pantas saja pakaiannya seperti itu, pikir Zen.     

"Oke. Kali ini saya ingin melakukan perundingan denganmu, Jer. Siapa yang akan bersama Daisy, maka sebaiknya menetap. Dan jika Daisy nggak memilih salah satu dari kita, maka harus pergi," kata Zen lugas.     

Jeremy terkekeh kecil.     

"Zen, seharusnya kamu nggak perlu melakukan ini. Hati dan perasaan itu nggak ada yang tahu," balas Jeremy.     

"Begitulah kesepakatannya, Jeremy. Kita sama-sama tahu bahwa kita mencintai wanita yang sama. Saya nggak mau berbuat curang lagi, jadi senatural mungkin tapi begitulah kesepakatannya," kata Zen seraya mengatakan hal pertama dan terakhir dengan nada yang sama.     

Belum sempat Jeremy berargumen, Zen sudah berdiri di hadapannya dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Jeremy.     

"Deal!" suara Zen yang memerintah tanpa menerima penolakan itu terdengar jelas di telinga Jeremy.     

Jeremy menghembuskan nafasknya lalj berdiri dan bersalaman dengan Zen.     

"Oke. Kalau begitu saya permisi," timpal Jeremy sekaligus berpamitan.     

***     

Jeremy tidak yakin dengan apa yang Zen ajukan barusan. Baginya perundingan itu tidak apa-apanya jika suatu saat nanti Daisy memilih. Karena memang pada Daisy-lah pilihan itu ada. Lagi pula, Jeremy tidak ingin memaksa Daisy.     

Namun Jeremy tetap ingin berada di sisi Daisy. Ia pun menghubungi Daisy untuk bertanya apa yang sedang diinginkannya. Sayangnya sebelum Jeremy menekan nomor Daisy yang di luar kepala itu, ponselnya berdering, Raka meneleponnya.     

"Jer, apa lo lagi nggak ada kerjaan?" tanya Raka.     

"Nggak ada. Ada apa?" Padahal tadi di depan Zen dia harus bekerja sebagai alasan agar tidak perlu terlalu lama berhadapan dengan Zen.     

"Kalau begitu, siap-siap. Kita mau berenang. Nanti gue bakal jemput lo di rumah lo," kata Raka lalu menutup panggilannya dengan semena-mena.     

Sampai rumah Jeremy langsung menyiapkan celana renangnya walau ia belum tahu dalam rangka apa Raka mengajaknya berenang.     

Tidak perlu menunggu terlalu lama, klakson mobil Raka berbunyi dan Jeremy langsung keluar.     

Saat jendela mobil terbuka, Jeremy bisa melihat di kursi penumpang belakang ada Reina dan Daisy yang melambai padanya dengan senyuman.     

"Masuk," ujar Raka memerintah.     

Jeremy masuk ke kursi depan untuk menemani Raka dan ia menoleh lagi ke belakang, tepatnya ke arah Daisy.     

"Berenang?" tanya Jeremy yang tak sempat bertanya pada Raka saat di telepon tadi.     

Raka mengangguk dengan semangat. "Manjain Ibu hamil, Jer," katanya.     

"Oh, oke."     

Sampai kolam renang, Reina langsung menggenggam tangan Raka. Sementara itu Jeremy berinisiatif mendekati Daisy dan menggenggam tangan Daisy. Daisy pun membalas genggamannya dengan erat.     

Jeremy dan Raka menunggu Reina dan Daisy selesai berganti pakaian renang khusus Ibu hamil.     

Sambil menunggu keduanya, mereka menyeruput kopi yang sudah dibeli tadi oleh Raka. Menatap keramaian para pengunjung yang mengenakan berbagai macam busana renang.     

"Hayo, matanya nakal!" seru Reina mengejutkan Raka yang sedang menatap kumpulan wanita dengan pakaian renang yang seksi.     

"Siapa yang nakal, Jeremy tuh!" ujar Raka membela diri dan malah melimpahkannya pada Jeremy.     

"Eh, enak aja. Gue nggak lihat siapa-siap juga," balas Jeremy seraya menatap Daisy yang memperhatikan mereka berdua.     

"Daisy nggak akan marah juga kali. Dia udah kebal," kata Raka mengejek.     

Lalu mereka semua pun tertawa bersamaan dan mulai menuju kolam renang.     

Ini kedua kalinya Jeremy dan Daisy berenang. Terakhir mereka berenang dengan situasi yang panas dan nikmat hanya saja belum terjadinya percintaan mereka.     

Jeremy yang menuntun Daisy di kolam pun bertanya, "ingat pertama kali kita berenang?"     

Daisy mengangguk dengan senyumnya. "Iya, masih ingat banget!"     

"Aku merasa kayak dejavu, Dai. Bedanya, kamu lagi hamil sekarang," kata Jeremy.     

"Hal apa yang kamu ingat dari terakhir kali kita berenang?" tanya Daisy.     

Wajah Jeremy memerah. Seharusnya ia yang bertanya itu pada Daisy dan membuatnya tersipu malu. Tapi ini malah Jeremy sendirilah yang merasakan malu.     

"Ciuman pertama kita dan dunia serasa jadi milik berdua," jawab Jeremy tanpa merasa gugup.     

Tiba-tiba genggaman Daisy kuat berada di tangan Jeremy. Tapi matanya terasa lembut saat menatap Jeremy. Yang tadinya Jeremy pikir ada apa, ternyata ia tahu apa maksud Daisy.     

"Aku ingin menciummu, Jeremy," ujar Daisy.     

Tanpa menoleh ke kanan dan kiri, Jeremy langsung menyambar bibir Daisy dan mengecupnya. Melumatnya dengan lembut dan mendadak keriuhan pengunjung membuat mereka sadar.     

Bukan dimarahi, malahan mereka disoraki dengan keromantisan yang mana para pasangan inginkan.     

Mereka tersenyum malu dan Daisy pun mengajak Jeremy untuk keluar dari kolam renang. Keduanya kembali ke meja di mana Raka dan Reina sepertinya baru saja naik dari kolam renang.     

"Memang pasangan romantis bukan main," puji Raka dengan tepuk tangan kecilnya.     

"Dunia rasanya milik berdua," timpal Reina usil.     

"Kalian ini, iri aja. Nggak bisa, ya?" kali ini Jeremy tidak ingin mengalah dan mengejek mereka.     

Raka dan Reina saling lempar pandang. "Bukannya nggak bisa, kita kalau liar sih di ruang privat," jawab Raka.     

"Nggak menantang, ah. Cupu kalian," balas Jeremy tertawa.     

Daisy pun ikut tertawa lepas karena mendengar mereka sama-sama tidak mau mengalah dari cercaan masing-masing.     

***     

Esoknya Daisy memilih tidak ke kantor karena ada Ama yang kembali ke rumahnya setelah cukup lama di rumah orang tuanya. Ia juga sudah memberitahu Raka mau pun Jeremy sehingga keduanya tidak perlu mengganggunya di rumah.     

"Lama banget di rumah, Ama," ujar Daisy.     

"Yah, biasa ada drama gitulah. Mereka kan, mau ke keluar kota, jadi mau lihat aku sepuasnya. Sorry ya, ninggalin lo lama banget."     

"Nggak apa-apa. Aku pikir kamu udah nggak mau tinggal di sini."     

"Ya mau bangetlah, Dai. Kapan lagi aku mandiri sama Ibu hamil ini? Hmm?"     

Daisy tersenyum dan mengusap perutnya. "Dia udah bisa nendang-nendang, loh," ujar Daisy.     

"Oh, ya?"     

"Coba sentuh," ucap Daisy menyuruh Ama.     

Ama menyentuh perut Daisy perlahan. Mengusapnya dengan gerakan memutar sampai tendangan yang cukup kuat terasa di perut Daisy dan tangan Ama.     

"Wow, ini keren. Kok kencang banget tendangannya?" Ama terlihat sangat senang.     

"Artinya dia suka banget sama kamu. Omong-omong ini tendangan terhebat, sih. Jeremy sama Raka aja nggak segini hebatnya," kata Daisy.     

"Lucu, ya? Jadi nggak sabar gendong dia, Dai."     

Suara ketukan pintu terdengar ketika mereka sedang membahas tendangan perut Daisy. Keduanya saling berpandangan dan mengedikkan bahu mereka.     

"Aku yang buka aja, ya?" kata Ama.     

Daisy mengangguk dan menunggu Ama kembali dari pintu.     

"Daisy..." suara Ama terdengar dengan pelan dan Daisy pun menoleh.     

Matanya lalu bertemu dengan mata elang yang tak pernah ia lupakan tatapannya.     

Zen.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.