BOSSY BOSS

Chapter 134 - Thank You For Loving Me



Chapter 134 - Thank You For Loving Me

0"Jangan kamu ceritakan yang terjadi ini pada Raka ya, Jer. Aku nggak mau nantinya ia memberikan pengawasan ketat untukku," pinta Daisy.     
0

Ketika Jeremy akan membalas ucapan Daisy, Daisy pun memohon padanya.     

"Aku mohon, Jer. Aku nggak mau merasa terkekang dengan siapa pun. Kecuali mungkin kamu," ujarnya.     

"Oke. Baiklah kalau begitu. Sekarang kita mau ke mana?"     

"Pulang aja. Aku capek. Dan aku pengen tidur sebentar selama di jalan, apa boleh?"     

Jeremy mengangguk dan tersenyum. Daisy pun memundurkan kursinya perlahan dan membuatnya sedikit terjatuh agar dirinya bisa tidur.     

Ketika Daisy tertidur, Jeremy menggeram hebat dan mengepalkan tangannya. Belum pernah ia merasa sekesal ini pada seseorang hingga ingin memukulnya.     

Percuma perjanjian yang Zen buat jika ternyata Zen sendirilah yang menghancurkannya. Tapi akhirnya perjanjian itu ia batalkan lantaran ia juga cukup mendengar bahwa Daisy tidak menginginkan Zen.     

Walau pun mungkin dalam tubuh Daisy menginginkan Zen, tapi Jeremy tahu hati Daisy tidak menginginkannya.     

Ditatapnya Daisy yang sedang tertidur pulas, membuatnya tersenyum sendiri. Bagi Jeremy, rasanya begitu nyaman ketika melihat Daisy di saat dirinya sedang merasa emosi.     

Jeremy akhirnya berniat membelikan makanan untuk Daisy. Sebenarnya niatnya adalah membangunkannya dengan bau-bau makanan yang terasa panas.     

Karena tidak ingin membangunkan Daisy, Jeremy turun di MCD dan memesan menu BTS Meal yang sedang viral-viralnya. Untungnya Jeremy tidak perlu mengantre terlalu lama, jadi dia segera kembali ke mobil dengan hidangan yang panas dan segar.     

Benar saja, Daisy bergerak dan melenguh dengan hidungnya yang kembang kempis. Kemudian matanya mengerjap-ngerjap dan menatap Jeremy selama beberapa detik.     

"Ah, aku lama tidur, ya?" tanyanya seraya menatap sekelilingnya.     

"Makan nih, aku beli makan buat kamu," ucap Jeremy menyodorkan makanan yang ia baru beli.     

Daisy menatapnya dan senyum sumringah di wajahnya terpancar. Tanpa menunggu terlalu lama, ia langsung memakannya karena perutnya memang lagi lapar     

Sementara itu Jeremy sembari mengemudi dan Daisy menyuapinya.     

Tak terasa Jeremy sudah mengendarai mobilnya sampai rumah. Ia sedikit waspada ketika melihat ke arah Daisy yang sudah menatap sekitar rumahnya.     

Daisy langsung menoleh ke arah Jeremy.     

"Ada apa ini?" tanyanya.     

Raka, Reina dan juga kedua orang tuanya tengah berdiri di ruang tamu rumah Daisy dengan wajah kekhawatirannya.     

"Sebelum kamu memohon, aku bilang ke mereka tentang Zen. Dan... Beginilah sekarang," jawab Jeremy.     

Daisy menepuk dahinya dan berhenti makan. Kemudian ia turun dari mobil dan menuju ke mereka.     

Jeremy mengikutinya dengan langkah perlahan agar Daisy bisa leluasa menjelaskan keadaan yang sebenarnya.     

"Aku baik-baik aja. Kalian nggak perlh ke sini," kata Daisy memberitahu.     

"Nggak ada yang baik-baik aja tentang Zen, Daisy. Kami semua mencemaskanmu," ujar Raka.     

Daisy menatap Jeremy yang ada di belakangnya. Ia menghela nafas dan Daisy langsung membuka pintu untuk mereka.     

"Masuklah dulu. Dan maaf membuat kalian khawatir."     

Sebenarnya Daisy tidak masalah jika keluarganya mengkhawatirkan dirinya. Malahan ia merasa senang. Hanya saja semua menganggapnya terlalu berlebihan.     

Reina yang mengerti keadaan Daisy berinisiatif menuju dapur dan menyuguhkan minuman untuk mereka.     

"Jadi, apa yang dia lakukan? Kalau kamu nggak mau jawab, aku suruh Jeremy yang cerita," tanya Raka.     

Daisy sekejap diam dan melirik Jeremy yang menatapnya. Lalu ia menghembuskan nafasnya dan kembali menatap Raka.     

"Intinya dia hanya ingin aku kembali, itu aja," jawab Daisy.     

Yang lain langsung merasa lega karena memang mereka sudah menduga apa yang Zen inginkan dari Daisy.     

"Lain kali, hubungi kami kalau kamu di datangi dia lagi," ujar Raka.     

"Iya, Daisy. Papa nggak mau sesuatu terjadi sama menantu Papa," timpal Thomas.     

Daisy menelan ludahnya susah payah. Melihat kepanikan Thomas, membuatnya teringat akan Raja. Semua kekhawatiran ini mengingatkannya tentang Raja.     

"A-ku... Ke kamar dulu," ucapnya dengan suara serak.     

Daisy menutup rapat-rapat pintu kamarnya dan menitikkan air mata di sana. Mendadak ia rindu akan kehadiran Raja. Suasana yang Raja bawa untuknya. Caranya memperlakukan dirinya seperti ratu.     

"Aku rindu kamu, Sayang," lirihnya.     

Dadanya terasa sesak bukan main. Daisy sampai harus perlahan menuju kasurnya dan merebahkan diri di sana secara perlahan.     

Tangisan itu berubah menjadi suara yang memekakkan telinga keluarganya. Bahkan mereka mengetuk-ketuk pintu Daisy namun Daisy tidak menjawabnya.     

"Dai...?" suara Jeremy terdengar jelas.     

"Aku masuk, ya?" tawarnya.     

Belum ada jawaban, akhirnya Jeremy masuk dan menutup kembali pintu kamar itu.     

Matanya memandang Daisy yang terbaring dan menangis. Jeremy segera menuju ke arahnya dan duduk di tepinya seraya meraih tubuh Daisy untuk dipeluknya.     

"Hei, kamu kenapa?" suaranya begitu lembut, saking lembutnya Daisy sampai harus menutup matanya.     

"Maaf," lirih Daisy dalam isaknya.     

"Apa? Kenapa lagi minta maaf?"     

"A-aku... Ingat Raja, aku kangen dia, Jer."     

Hati siapa pun pastinya akan merasa terbakar ketika yang dicintai nyatanya masih memikirkan mantan, bahkan suami yang sudah meninggal.     

Tapi Jeremy tidak mungkin bisa melarangnya, atau bahkan merasa cemburu di hadapan Daisy. Ia mengendalikan emosionalnya karena tidak akan baik jika Daisy tahu bahwa Jeremy merasa cemburu.     

"Nggak perlu minta maaf. Itu kan, hal yang wajar. Apa besok kita mau menyekarnya?" Jeremy bahkan menawari Daisy.     

Daisy menatap Jeremy dengan mata yang basah dan memerah. Ia mengangguk. "Kamu nggak apa-apa?"     

"Kenapa harus kenapa-kenapa? Aku senang kalau harus mengantarmu dari pada kamu pilih yang lain," jawab Jeremy tersenyum.     

Daisy mengeratkan tangan Jeremy yang memeluknya dan ia mulai menebarkan senyumnya.     

Helaan nafasnya saling bersahutan. Kemudian Daisy memindahkan posisinya dan meraih kepala Jeremy. Dikecupnya bibir Jeremy dengan agresif. Hingga Jeremy ikut terbawa suasana.     

Keduanya cukup lama di posisi seperti itu hingga ketukan di pintu membuat keduanya sadar bahwa mereka tengah berada di satu kumpulan yang menunggu mereka.     

"Itu pasti Raka," ujar Jeremy dengan suara kesalnya.     

Daisy tertawa kecil sementara Jeremy membuka pintu kamar.     

Wajah usil Raka dan cengirannya membuat Jeremy menggeram kesal. Sesuatu dalam dirinya telah bangkit berdiri dan ketukan Raka membuatnya jatuh tersungkur.     

"Sorry, gue nggak bermaksud ganggu, tapi kita mau pamit pulang. Kita semua yakin dan percaya sama lo buat jaga Daisy," ucapnya.     

Jeremy menatap Daisy yang telah menyentuh punggungnya dengan perutnya yang membuncit tanpa sengaja.     

"Kalian mau pulang?" tanya Daisy.     

Raka mengangguk dan Daisy keluar mendahului Jeremy.     

Setelah mereka berpamitan, rumah terasa sunyi. Besok Daisy sudah mulai ke kantor lagi dan setelah itu ia dan Jeremy akan ke makam Raja.     

Sekarang hanya tinggal Jeremy dan dirinya. Suasana juga sudah menjelang sore.     

"Aku mau kamu tidur di sini, Jer," ujarnya pada Jeremy.     

"Hmm, itu... Aku harus ke rumah, ambil beberapa pakaian dulu," terang Jeremy dengan perasaan gugup.     

"Kalau begitu, tunggu, aku ikut," kata Daisy seraya menuju kamarnya dan meraih tas kecilnya.     

"Ayo, aku siap."     

Melihat Daisy membuat Jeremy merasa senang. Betapa lucunya Daisy di matanya. Menggemaskan apalagi di saat kehamilannya.     

Jeremy pun lalu menyetir mobilnya untuk menuju rumahnya. Rasanya ia semakin dekat dengan Daisy. Bahkan Daisy semakin merasa lengket padanya. Dan itu membuatnya merasa senang bukan main.     

Sampai rumah Jeremy, Jeremy menyuruh Daisy ikut serta untuk masuk ke rumahnya. Dan Daisy pun mau-mau saja.     

"Dia nggak ada di sini, Keyna! Kenapa sih, kamu harus mengganggu Jeremy lagi? Hah?"     

Suara teriakan dari dalam rumah terdengar jelas di telinga Jeremy dan Daisy. Keduanya berhenti, apalagi Daisy yang mendadak teringat akan nama yang baru saja disebut-sebut.     

Jeremy langsung menatap Daisy dengan perlahan.     

"Ayo, kita masuk," ajak Jeremy dengan wajah senormal mungkin.     

Namun Daisy membatu ketika Jeremy menarik tangannya.     

"Dai? Ayo, nggak apa-apa. Aku di sisimu."     

"A-aku takut... Mengganggu kalian," terang Daisy gugup.     

Tiba-tiba Jeremy merapatkan tangannya di balik pinggang Daisy. Memeluknya dan menuntunnya masuk.     

"It's OK. Everything will be OK," bisik Jeremy.     

Perasaan lega menyeruak dalam dada Daisy walau saat mereka masuk ke dalam rumah, suasana menjadi hening seketika. Saling berpandangan dengan tatapan penuh misteri.     

"Jeremy..." panggil Keyna lirih.     

Adik Jeremy, Jenny, hanya diam menatap kakaknya yang sudah kembali dengan Daisy. Mereka sudah saling kenal, hanya saja mereka jarang bepergian bersama.     

"Apa lagi, Keyna?"     

"Aku... Mau bicara denganmu, lagi." Tatapannya beralih ke arah Daisy yang menatapnya juga.     

"Nggak ada yang bisa kamu bicarakan lagi dengan suamiku." Tiba-tiba Daisy mengatakan hal itu seperti sebuah peringatan untuk 'jangan dekati dia lagi'.     

Mata Keyna membelalak dan terkejut. Lalu Daisy perlahan melangkah ke hadapan Keyna. Entah dorongan apa yang membuatnya berani mengatakan hal itu, yang pasti Daisy yakin bahwa Jeremy cukup risi dengan perbuatan Keyna.     

"Dia suamiku... Keyna. Kalau kamu mau bicara, bicara di hadapanku," tutur Daisy tegas. Apalagi ketika Daisy menyebut namanya, begitu sangat terasa menggunakan emosi.     

Keyna hanya diam sesaat dan ia menatap Jeremy, meminta pembelaan atau bicara untuknya. Tapi Jeremy hanya diam dan menatapnya dengan kaku.     

"Nggak ada yang mau kamu katakan, begitu? Jeremy?" tanya Keyna dengan suara bergetar.     

"Kalau dia bahkan nggak mau bicara denganmu, artinya dia risi dan lelah, Keyna. Berhenti. Aku bilang berhenti," timpal Daisy.     

Daisy bersusah payah memegang perutnya yang mendadak menggelinjang entah kenapa. Namun ia menahannya sampai Keyna benar-benar berhenti.     

"A-aku nggak tahu... Kalau kalian udah nikah," kata Keyna dengan suara bergetar.     

"Pernikahan kami hanya dihadiri orang orang penting."     

"Keyna, sebaiknya kamu kembali saja," ujar Jeremy mulai membuka suara. Ia mendekat dan meraih pinggang Daisy yang mulai melemas.     

"A-apa?"     

"Kembali aja. Istriku butuh istirahat," balas Jeremy dengan tatapan dingin.     

Ketika semuanya melihat kepergian Keyna yang dengan perasaan kesal, Daisy langsung limbung dan Jeremy menahannya. Kemudian ia membawanya ke sofa.     

"Jenny, bawa air mineral," suruh Jeremy.     

Jenny datang dengan segelas air dan memberikannya pada Daisy. Kemudian Daisy mencoba mengatur nafasnya karena hampir saja sesak.     

"Maaf, aku harus mengatakan itu," katanya perlahan.     

"Aku yang minta maaf karena melibatkanmu, Daisy. Dan terima kasih untuk itu," ucap Jeremy mengecup punggung tangan Daisy.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.