BOSSY BOSS

Chapter 140 - His Ex Girlfriend



Chapter 140 - His Ex Girlfriend

0Reina memandangku dengan wajah terkejutnya. Dari situ aku baru sadar bahwa Raka belum terbuka secara penuh padaku. Ada perasaan dibohongi dan dikhianati, tapi bukan itu yang utama kurasakan. Yang kulihat Raka memang bukanlah tipikal yang suka main wanita. Berbeda dengan Raja.     
0

"Daisy, Raka pernah tiga kali berpacaran. Dan aku adalah yang ketiga dan terakhir. Kamu yakin dia nggak pernah cerita itu padamu?" katanya menjelaskan.     

Aku menggelengkan kepalaku. Begitulah yang memang Raka ceritakan padaku. Tapi aku tidak peduli sebenarnya berapa kali ia pacaran.     

"Bisa jadi Gisel yang ada di kantor itu adalah mantan kekasihnya. Memang yang aku tahu ia tipikal wanita yang nakal. Maksudku, hanya pada laki-laki yang disukainya," kata Reina lebih ke pada diri sendiri dari pada ke aku. Jadi aku mendengarkannya dengan wajah kesalnya.     

"Bagaimana jika Gisel yang dimaksud bukan mantan kekasihnya?" tanyaku.     

"Yah, tetap saja sama! Untuk apa dia mengirim pesan mesra seperti itu? Menjijikkan!"     

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan menahan senyumku. Reaksi Reina benar-benar mirip sekali wanita yang sangat cemburu pada kekasihnya yang didekati wanita lain. Tapi sebenarnya juga wajar. Aku pun akan sangat cemburu jika itu menimpaku.     

Jangankan Reina dan Raka juga wanita yang bernama Gisel itu. Tentang Jeremy dan Keyna saja membuatku cemburu walau aku tidak menampakkannya.     

"Tapi kenapa Raka nggak cerita kalau wanita itu adalah Gisel mantan kekasihnya?" tanya Reina kesal.     

Aku mengedikkan bahuku. "Dari pada begitu, mending kamu siap-siap sana, Rei," kataku menyuruhnya. Reina pun berdiri dan pergi dari kamarku.     

Sebenarnya aku tidak tahu kenapa juga aku harus masuk demi menjawab rasa penasaranku. Padahal pekerjaan di kantor sepertinya tidak memerlukanku. Semua wewenang kan, hanya ada pada Raka. Aku ini kasarnya hanya membantu pekerjaan Raka mengenai dokumen-dokumennya. Aku tidak tahu banyak tentang perusahaan di bidang mereka, tapi aku belajar banyak dan cukup tahu beberapanya.     

Akhirnya aku satu mobil benar-benar dengan Reina dengan Pak Budi sebagai sopirnya. Kami berdiam selama beberapa menit lamanya hingga Reina berusaha untuk mengajak berbicara.     

"Jadi, kamu yakin kan, menikah dengan Jeremy?" tanyanya.     

"Hmm, iya. Sepertinya begitu," jawabku.     

"Apa ada keraguan? Jawabanmu kayak bimbang begitu, Dai."     

Aku bimbang? Sebenarnya bukan karena bimbang, tapi karena aku masih belum percaya saja karena sebentar lagi aku akan menikah dengan mantan kekasihku yang pernah aku lukai di masa lalu.     

"Nggak bimbang, Reina. Aku cuma senang saja, sih. Nggak nyangka juga sebenarnya kalau Jeremy sesetia itu sama aku," kataku padanya.     

Reina menepuk-nepuk bahuku. Ia tersenyum dengan sangat lebar dan begitu tulus. Padahal sebenarnya hatinya sedang kacau balaunya. "Cinta tahu ke mana ia harus berlabuh, Dai. Begitulah," katanya.     

Tak terasa kami pun sampai di kantor. Reina benar-benar turun denganku dan mengikuti ke ruanganku. Aku sendiri geli karena ia bergelagat seperti sembunyi-sembunyi begitu. Mungkin ia tidak ingin Raka melihatnya walau aku cukup yakin Raka pasti melihatnya cepat atau lambat.     

"Duh, mana ya, cewek itu? Kok nggak ada di meja sekretaris?" tanyanya saat kami sudah sampai di ruanganku.     

"Rei, sepertinya kamu datang di saat yang nggak tepat. Kamu kan tadi bilang ke Raka kalau mau ke sini walau dia nggak mengizinkanmu. Bisa jadi, dia membiarkan sekretarisnya itu sibuk agar kamu nggak melihatnya?" kataku memberi ide dan masukan.     

Mendadak Reina langsung keluar begitu saja dan sepertinya dia belum mendengar apa yang kuucapkan barusan. Aku pun langsung keluar ruanganku dan mencoba mencari Reina.     

Sebelum berhasil menemukannya, aku mendengar percakapan di lorong yang menuju ruangan Raka. Percakapan itu sangat menggema karena memang hanya lorong yang di mana menuju ruang Raka sebagai lorong yang buntu.     

"Atas dasar apa kamu melamar di kantor ini? Dan kenapa harus kirim pesan mesra sama suami orang, hah?"     

Suara itu adalah suara Reina. Nada marahnya jelas sekali terdengar. Jujur saja, aku belum pernah mendengarnya semarah ini. Tidak, maksudku... Aku bahkan belum tahu bagaimana seorang Reina marah. Dan sekarang aku mendengarnya sendiri.     

"Reina, Reina... Kamu ini ya, cemburu banget, sih? Wajar dong, kalau aku kirim pesan begitu. Kan, konteksnya juga bercanda. Lagian Raka juga nggak balas dengan mesra, kan?" balas wanita itu.     

Jadi benar Gisel sekretaris baru itu adalah mantan kekasih Raka? Sepertinya cukup menarik untuk didengar. Tapi di mana Raka sekarang? Seharusnya kalau dia di ruangannya, dia mendengar dong apa yang terjadi di sini.     

"Walau pun Raka nggak balas, senggaknya kamu punya sopan santun sama atasanmu, Gisel!"     

Gisel berdecak seperti meremehkan ucapan Reina.     

"Oh? Aku pikir karena kamu cemburu karena tahu sekretaris Raka itu mantan kekasihnya? Malangnya Reina. Kasihan deh, anakmu, kalau tahu kelakuan Ibunya!"     

Entah kenapa ucapan Gisel ini benar-benar kelewat batas sekali. Dia ini memang mantan kekasihnya Raka bukan, sih? Kenapa juga Raka mau dengan wanita seperti dia?     

"Daisy?"     

Suara Raka sekaligus sentuhannya di bahuku membuatku terkejut. Aku membelalakkan mataku dan menatapnya dengan cengiranku. Sepertinya dia habis meeting, tapi kok, Gisel tidak ikut?     

"Eh... kamu dari mana sih, Ka?" tanyaku langsung.     

"Briefing karyawan. Kamu ngapain di sini? Kayak mau nyuri aja."     

Belum sempat aku jawab, terdengar lagi teriakan Reina dan Gisel yang membuat Raka menatapku.     

"Reina benar-benar di sini?" tanyanga dengan wajah tidak percayanya.     

"A... Itu..."     

Raka langsung menghampiri mereka berdua sementara aku masih bersembunyi. Kalau aku muncul, bisa-bisa Reina mengira aku memanggil Raka.     

"Reina, apa-apaan ini?! Dan kamu, Gisel, kenapa nggak datang ke ruang briefing? Briefing sampai selesai seperti ini kamu masih di sini," tegur Raka.     

Reina hanya diam di sisi Raka. Sementara itu Gisel pun ikut terdiam. Lalu Raka melihat ke arah tempat persembunyianku dan aku langsung kembali bersembunyi.     

"Reina, masuk ke ruanganku sekarang. Dan kamu, tanya sama yang lain apa aja yang telah kamu lewatkan!" perintah Raka dengan kesal.     

Ia menunggu Reina masuk lebih dulu ke ruangannya sementara Gisel menuju ke arah di mana aku berada. Aku pun langsung pergi dan menuju ruanganku.     

***     

Menjelang sore, aku langsung meraih tas dan keluar dari ruanganku. Waktu menunjukkan jam pulang, tapi sayangnya aku belum tahu akan pulang dengan siapa.     

Mungkin aku akan menggunakan jasa taksi online saja.     

"Tinnn!"     

Suara klakson membuatku menoleh dan saat itu juga Jeremy muncul, ia keluar dari mobilnya dan menghampiriku.     

"Ayo, aku antar pulang," katanya.     

"Reina memberitahumu?" tanyaku.     

"Iya. Kebetulan aku juga selesai di rumah sakit. Jadi, ayo, Sayang."     

Aku tersenyum dan melangkah menuju mobilnya yang sudah ia bukakan untukku.     

Jeremy terlihat rapi dan seperti sudah mandi. Bahkan wangi badannya tidak bercampur keringat.     

"Kamu mandi dulu, ya?" tanyaku karena merasakan perbedaan pada tubuhnya.     

Jeremy tertawa tanpa suara namun lebih kepada senyuman yang bahagia. "Iya, kelihatan, ya?"     

Aku bergumam. "Iya. Banget. Mana ada kan, orang baru pulang kerja tapi masih kelihatan rapi?"     

Lagi-lagi Jeremy mengacak-acak rambutku dan turun menuju perutku untuk diusapnya membuatku tersenyum.     

Kami pun lalu hening dalam beberapa saat. Pandanganku teralihkan pada luar jendela mobil dan tepat saat itu juga aku menyuruh Jeremy menghentikan mobil secara mendadak.     

"Ada apa, Daisy?" tanyanya.     

Aku masih sibuk melihat sesuatu yang membuatku masih tak memercayainya. Tapi aku berharap apa yang aku lihat ada sebuah kesalahan.     

"Bukannya itu Raka? Tapi dia sama siapa?" tiba-tiba Jeremy bertanya. Sepertinya ia mengikuti arah pandanganku.     

Aku langsung menoleh ke arahnya. "Jadi kamu juga berpikir itu Raka?" tanyaku.     

"Mataku sangat jelas mengatakan itu Raka. Apa kamu tahu sesuatu?"     

Aku mengangguk ragu. Aku pun memotret apa yang kulihat. Raka bersama Gisel di kafe tengah menikmati menu kafe itu. Tapi aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan karena perbincangan itu kelihatan sangat serius. Mungkin sebuah pekerjaan?     

"Ayo, jalan," kataku pada Jeremy.     

Jeremy pun mengemudikan mobilnya saat aku menyuruhnya untuk kembali jalan. Lalu ia memandangku, seperti meminta penjelasan. Aku ceritakan saja semuanya padanya.     

"Nggak mungkin Raka selingkuh, Dai," ujarnya memberi respons.     

"Iya. Aku juga berpikir demikian. Banyak pertanyaan di kepalaku yang ingin kutanyakan langsung padanya, Jer. Kasihan kan, si Reina, kalau sampai benar Raka selingkuh."     

"Tapi sepertinya mereka nggak kelihatan seperti selingkuh. Maksudku, bisa jadi mereka lagi membicarakan pekerjaan si Gisel? Mengingat dia karyawan baru dan tentunya Raka-lah yang paling tahu apa yang karyawannya butuhkan," jelasnya.     

Itulah yang kupikirkan juga. Sayangnya aku ingin sekali bertanya langsung nanti saat Reina tidak ada. Mungkin besok saja karena aku yakin Reina tidak akan ke kantor lagi.     

Sampai rumah, aku tidak menemukan Raka sudah ada di tempat. Berarti benar yang kulihat tadi. Reina bahkan ada di ruang tamu, menunggu Raka, sepertinya.     

"Apa kamu lihat Raka?" tanyanya.     

Aku menggeleng mencoba normal. "Aku nggak lihat. Sepertinya dia beluk pulang, mobilnya tadi ada, kok," jawabku beralibi.     

Gelagat Reina terlihat sangat khawatir. Wajar saja, dia baru saja bertemu dengan mantan kekasih Raka yang ternyata adalah sekretaris baru Raka, suaminya. Pasti membuatnya cemas. Apalagi Raka juga belum pulang, padahal sekarang inilah waktunya untuk berada di rumah.     

"Kamu telepon aja, Rei," ucap Jeremy menimpali.     

"Udah. Diangkat, sih. Katanya lagi di jalan dan macet," jawabnya.     

Dasar, Raka! Bisa-bisanya dia bohong! Rasanya aku ikut kesal juga jika ia begini.     

Tiba-tiba tanganku yang mengepal terasa sebuah tangan menyentuhku. Aku menatapnya dan ternyata Jeremy yang menyentuhku. Ia mengangguk agar aku mengontrol emosiku.     

"Kenapa tanganmu, Daisy?" tanya Reina yang menyadari kepalan tanganku.     

Refleks aku langsung mengibaskan tanganku selepas Jeremy menyentuhnya.     

"Ah, ini... Tanganku tiba-tiba kesemutan," kataku mencari alasan.     

Reina mengangguk-anggukkan kepalanya dan ia mulai jalan mondar-mandir di hadapan kami. Aku langsung menatap Jeremy dan ikut duduk bersamanya.     

"Ah, itu suara mobilnya!" ucap Reina bersemangat lalu keluar dari rumah.     

Aku memang mendengar suara mobil Raka tengah memasuki halaman. Kemudian tak lama terdengar suara Reina yang meninggi lagi. Membuatku dan Jeremy saling lempar pandang.     

"Kenapa ada wangi parfum wanita di dalam mobilmu? Bahkan kemejamu juga, Raka!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.