BOSSY BOSS

Chapter 101 - New Life



Chapter 101 - New Life

0Mereka berciuman setelah mengatakan janji suci di hadapan Sang Pencipta. Tepuk tangan dan sorak-sorak para tamu memenuji gedung itu. Daisy pun juga ikut senang akan resminya Raka dan Reina menjadi sepasang suami istri. Sebenarnya Daisy bahagia atas Raka karena bagaimana pun, ia masih belum bisa melupakan hal-hal yang dilakukan Reina kepada dua saudara tirinya itu.     
0

Daisy duduk mendampingi Raja untuk menenangkannya. Sebelumnya Daisy susah payah mengajak Raja untuk ikut hadir dalam pernikahan Raka. Yang tadinya Raja menolak dengan keras kepala, lalu akhirnya ia luluh begitu Daisy yang membujuknya.     

Melupakan memang sudah, tapi tidak ada salahnya bersikap seolah semua bukan apa-apa. Hal itu selalu Daisy tanamkan pada Raja agar mau setidaknya bersikap senormal mungkin.     

Tidak ada senyuman atau tepuk tangan dari Raja dan Daisy memaklumi itu. Asal ia tetap di samping Raja, semua bisa aman dan tenang.     

Ketika semua saling bersalaman dan mengucapkan selamat kepada sepasang suami istri itu, Raja keluar gedung dan memilih menikmati kolam ikan dengan air terjun mini di tengah-tengahnya. Ia membawa minuman untuk dinikmatinya sendiri di luar dan Daisy membiarkannya sendiri.     

"Hai," sebuah sapaan yang Daisy pikir tidak akan ia dengar, kini membuatnya merasa gugup.     

Daisy menoleh dan tersenyum. Ada rasa malu dan perasaan bersalah ketika ia menatap sorot mata laki-laki di hadapannya itu.     

"Apa kabar?" tanyanya.     

"Baik. Bagaimana denganmu?" tanya Daisy balik.     

"Same to you, Dai. Apa urusanmu di New York sudah selesai?"     

Daisy memandang ke arah Raja yang sudah di luar. Ia berpikir bahwa urusannya di New York memang sudah selesai sehingga ia berhasil membawa Raja kembali ke Indonesia untuk melihat pernikahan saudara kembarnya.     

"Ya, aku rasa sudah. Hmm… kamu potong rambut?" Daisy mengalihkan topik. Ia merasa jika pembicaraan hanya seputar Raja dan New York, rasanya ia dihantui rasa bersalah pada laki-laki itu. Jeremy.     

Jeremy, pikir Daisy akan bersikap sangat dingin dan menunjukkan permusuhan. Rupanya apa yang ia pikirkan, tidak sejalan dengan realita yang di hadapinya sekarang. Bahkan Jeremy menyapanya duluan padahal Daisy tahu Jeremy datang atas undangan dari Raka karena keduanya memang dekat.     

"Ah, ya. Aku pikir dengan memotong rambut akan terlihat sedikit berbeda," balas Jeremy.     

"Kamu memang berbeda, Jer."     

Mereka saling tersenyum dan menatap satu sama lain. Tidak munafik bagi Daisy bahwa ia masih memiliki rasa untuk Jeremy. Sayangnya, ia tidak ingin menyakiti Jeremy lagi. Dengan berhadapan seperti ini saja membuatnya meratapi kesalahannya.     

"A-aku… harus ke Raja. Sepertinya dia membutuhkanku," kata Daisy memohon undur diri.     

"Ya. Oke. Silakan."     

Dengan ragu namun pasti, Daisy berhasil meninggalkan Jeremy dan keluar gedung untuk melihat Raja. Ia merasa harus terus berada di sisi Raja, bagaimana pun. Disentuhnya bahu Raja dan ia menoleh. Ada kesedihan di matanya dan rasa sakit yang amat dalam. Pasti menyesakkan sekali harus menyaksikan orang yang di sayang, menikah dengan saudara sendiri.     

Daisy memeluknya dan Raja menerimanya dengan erat. Ia mulai menangis di bahu Daisy hingga Daisy bisa merasakan pakaiannya basah karena tangisan itu.     

"It's ok. Yang kamu lakukan sekarang udah benar, oke? Aku akan selalu di sisimu, Raja," ucap Daisy. Ia tak sengaja menatap Jeremy yang ternyata sedang memperhatikan mereka. Jeremy yang berada di pintu utama gedung, berdiri dan menatap Daisy dengan mata nanarnya.     

"Setelah ini kita pulang. Ok?" pinta Raja.     

Daisy mengangguk dan melepaskan pelukannya. Sejak ia dan Raja kembali ke Indonesia, Raja memilih membeli rumah sendiri untuk tinggal sendiri tanpa harus melihat Reina di dalamnya. Perumahan elit yang mana keluarganya boleh berkunjung ke sana namun tidak dengan Reina.     

Bahkan Daisy harus menetap di sana untuk sementara waktu sampai perasaan Raja benar-benar terkendali.     

"Aku masuk dulu. Kalau kamu mau masuk, masuklah. Aku akan menemuimu," ujar Daisy.     

Saat Daisy kembali ke gedung. Jeremy masih di depan pintu utama gedung. Menatapnya dengan kerinduan sekaligus luka yang Daisy tidak mau melihatnya. Namun waktu mempertemukan mereka akhirnya.     

"Apa dia baik-baik aja?" tanya Jeremy pada Daisy.     

"Nggak begitu. Dia… butuh waktu dari yang aku kira." Daisy meraih gelas yang ia ambil dari pelayan yang berkeliling dan meminumnya sedikit-sedikit.     

"Apa aku boleh tanya sesuatu?" tanya Jeremy menatapnya.     

"Ya."     

"Apa kamu dan Raja…"     

Daisy mengangguk. Ia tahu ke mana pertanyaan Jeremy akan terarah. Ia tidak mau membohongi Jeremy lebih dalam. Jadi, ia akan jujur sejujur-jujurnya di saat seperti ini. "Iya, Jeremy. Aku dan Raja melakukan itu terus menerus. Sebisa mungkin aku mengalihkan semua perhatiannya agar dia benar-benar bisa lupa sama Reina."     

Jeremy diam sesaat. Daisy tahu saat ini Jeremy merasakan kesakitan akan jawaban kenyataan yang terlontar dari mulutnya.     

"Daisy, kita bisa memulainya lagi. Aku bahkan nggak masalah untuk hal itu dan‒"     

"Jer…" Daisy menggeleng menghentikan ucapan Jeremy. "Aku nggak mau membahas itu. Kita kembali itu nggak akan merubah sebagaimana aku saat ini. Oke? Aku nggak mau menyakitimu juga. Saat ini aku hanya ingin sendiri. Dan yah, aku mencintaimu tapi bukan berarti cinta harus memiliki. Aku… aku sedang mencoba menjadi sesuatu yang baik versi diriku. Kamu pikir aku nggak mau berubah? Tentu aku mau berubah. Karena nggak mungkin aku begini terus. Seks, seks, dan seks. Jelas aku lelah. Tapi biarkan aku berubah dengan caraku. Oke?" jelas Daisy dengan suara pelan.     

Setelah Daisy mengatakan itu, ia meninggalkan Jeremy ke dalam. Ia tidak ingin berdebat dengan masa lalu. Baginya, masa lalu adalah sesuatu hal yang harus ia tutup. Tapi ia juga tidak bisa memaksa jika takdir berkata lain. Hanya saja, saat ini Daisy merasa takdir sedang tidak menuntunya ke arah sana.     

***     

Pernikahan yang berjalan aman dan normal telah selesai. Daisy kembali ke rumah orang tuanya sementara Raja lebih dulu ke rumahnya sendiri. Daisy sudah mengatakan bahwa ia akan menyusulnya nanti.     

Acara makan malam keluarga pun berjalan tanpa Raja. Ada perasaan bahagia tapi juga merasa sedih karena Raja tidak bisa bergabung. Tentu semua ini karena Reina. Raja tidak begitu masalah dengan Raka, hanya saja ia tidak bisa melihat Reina lebih lama lagi. Apalagi sekarang Reina bagian dari keluarganya.     

"Terima kasih untuk semuanya, dukungan dan doa kalian. Aku menghargai itu," ujar Reina memulai pembicaraan.     

Daisy melirik sekilas dan tidak menanggapinya. Hanya dentingan sendok dan garpu yang memenuhi ruang makan.     

"Daisy, bagaimana Raja?" tanya Raka padanya.     

"Dia nggak baik-baik aja, Raka. Jangan tanya aku setiap hari seperti itu, oke? Nggak ada yang baik-baik aja dalam jangka waktu sebentar setelah kehilangan orang yang di sayang," tegas Daisy kesal dengan tatapan yang ia lemparkan pada Reina.     

"Daisy… kakakmu hanya bertanya," ujar Weiske mengingatkan.     

"Ya, aku tahu. Tapi juga nggak setiap waktu dong, Bu. Lagian aku juga cuma mengingatkan."     

Thomas berdeham menengahi perdebatan ini. Beliau menatap Daisy dengan pandangan kebapakannya. "Daisy, kalau kamu lelah dengannya, kamu bisa kembali ke sini atau kostmu," ujarnya.     

Daisy hanya terdiam. Ia sudah berjanji pada Raja untuk selalu di sisinya, bagaimanapun. Lagipula, jika Daisy meninggalkan Raja di saat seperti ini, situasinya pasti tidak terkendali.     

"Nggak, Om. Aku berjanji padanya untuk selalu di sisinya. Dan Om tenang aja, Raja selalu memberi kebebasan padaku untuk melakukan hal yang kuinginkan."     

Setelah melewati acara makan malam yang panjang, Daisy langsung mengganti pakaiannya dengan pakaian kasual dan mengemas beberapa barangnya untuk menuju rumah Raja. Ia juga membawa makanan untuk Raja karena Ibunya, bersikeras untuk Raja memakan masakannya.     

Kin Daisy juga tidak perlu mengendarai sepeda motor lagi. Ia sudah mendapatkan mobil dari Thomas untuk kenyamannya. Saat Daisy berada di dalam mobil dan siap untuk berangkat, Raka menghampirinya.     

"Hei," kata Raka. "Aku minta maaf, oke? Tentang di New York dan sekarang. Aku harap kamu punya cara lain selain itu, Daisy."     

Daisy menahan rasa malunya mengingat saat terakhir kali ia bercinta dengan Raja di New York dan seseorang mengetuk pintu apartemen Raja, Raka muncul dan melihat keduanya sedang bercinta. Walau tidak sevulgar itu, tapi Raka tahu mereka habis bercinta.     

"Sudahlah. Aku hanya butuh kamu menyimpan rahasia itu aja. Lagipula, seharusnya aku yang minta maaf karena tidak tahu malu telanjang di depanmu," kata Daisy terdengar sarkas.     

Raka mengangguk setelah itu dan membiarkan Daisy pergi.     

Daisy menghela nafasnya saat ia melihat rumah Raja sudah ramai dengan beberapa wanita bayaran. Mereka berpesta dan minum-minuman. Daisy langsung mematikan musik yang sudah berisik untuk di dengar dan langsung mengusir wanita-wanita itu.     

"Keluar semuanya, keluar!" seru Daisy. Raja sendiri sudah terlalu mabuk untuk berargumen, jadi Daisy tidak peduli.     

"Ayo, keluar! Nggak ada pesta atau apapun! Kalian udah dibayar juga kan, sama Raja. Keluar!" sekali lagi ia memerintah.     

Beberapa wanita bayaran itu keluar dengan kesal karena mereka masih asyik menikmati suasana yang diciptakan Raja.     

Daisy berkacak pinggang melihat rumah yang sudah berantakan dengan beberapa gelas dan minuman. Raja sudah hilang terbawa mimpi dan ia harus mengurus Raja terlebih dahulu. Membawanya ke kasur dan membiarkannya tidur.     

Setelah membersihkan kekacauan, Daisy menghela nafas lega. Ia duduk di sofa yang empuk dan membiarkan angin malam menepis keringatnya.     

Daisy baru bisa memeriksa ponselnya di saat situasi sedang hening seperti ini. Ia melihat ada panggilan dari Jeremy dan pesannya juga. Sekilas Daisy hanya melihat dan membacanya, tapi tidak satu pun ia balas. Ia tidak ingin memberikan harapan palsu.     

Diraih novel yang belum selesai ia baca, lalu mengunci semua pintu dan jendela, kemudian Daisy duduk kembali di sofa. Namun sebelum ia benar-benar bisa membaca, erangan Raja terdengar. Daisy memutar bola matanya kesal karena merasa lelah.     

"Daisy… kemarilah!" perintah Raja dengan suara mengantuknya.     

Daisy ke kamar dan menatap Raja yang masih memejamkan matanya. Raja selalu bersikap seperti ini saat ada acara apapun yang berhubungan dengan Reina. Dan Daisy yang selalu membersihkannya walau ia merasa kesal.     

"Tidur denganku, Dai. Kemarilah."     

Daisy menurutinya. Namun sebelum itu, ia harus mengganti pakaian dulu dengan lingerie karena ketika Raja tidur dan memeluknya dari belakang, ia akan pulas dengan sendirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.