BOSSY BOSS

Chapter 105 - Reina



Chapter 105 - Reina

0Aku tahu ini adalah sebuah kesalahan jika aku bertanya pada Daisy secara langsung. Walau suamiku, Raka, mencoba memberi pengertian padaku untuk tidak usah mencampuri urusan mereka, tapi aku merasa tidak bisa. Sebab apa yang mataku lihat, jelas menunjukkan sesuatu yang harus dibahas lebih lanjut.     
0

Daisy berhenti melangkah ketika aku bertanya hal itu padanya. Aku tidak perlu meyakinkan diriku lagi karena aku sudah yakin sekali jika mereka ada sesuatu.     

Dan kalian... mohon maaf, aku tahu ini kedengarannya aneh. Aku jarang memunculkan diriku, karena memang saat itu aku tidak punya andil dalam keluarga ini. Sekarang, aku merasa sebagai kakak ipar Raja, aku punya hak untuk mencari tahu apa yang ia lakukan, walaupun Raja sudah membenciku.     

"Apa benar?" sekali lagi aku bertanya padanya karena Daisy hanya diam. Aku pun melangkah dan menghadapnya.     

"Daisy, kamu hanya tinggal menjawab. Aku hanya ingin tahu saja."     

"Dan apa yang akan kamu lakukan jika kamu tahu, Reina?" tanyanya.     

Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika ia menjawab 'ya'. Tapi pikiranku terlintas untuk membuatnya dan Raja bersama. Barangkali mereka bisa menikah karena tidak ada hubungan darah satu sama lain. Hanya saja, itu baru apa yang kupikirkan. Dan tentunya itu ideku sendiri, gagasan yang aku buat sendiri yang tentu saja jika aku mengatakannya pada Daisy maka akan menimbulkan pertikaian yang lebih.     

"Sudahlah, kamu urusi saja urusanmu. Aku nggak pernah mengurusi kamu, Reina. Bahkan sejak awal kamu sudah merepotkanku. Ingat itu!" kata Daisy dan ia langsung meninggalkan begitu saja saat aku tidak memberinya jawaban.     

Aku tidak mencegah kepergian Daisy. Aku memang tidak punya jawaban yang pasti untuknya. Dan aku memang harus memikirkan ini lebih jauh.     

Sebenarnya, munculnya aku sekarang juga karena aku ingin bercerita tentang aku dan Raja juga Raka dan segala kerumitan yang terjadi pada kami di masa lalu. Jadi, sedikit meninggalkan tentang Daisy dulu karena aku juga ingin memberinya ketenangan sebelum aku menemukan rencana yang pasti.     

Tidak penting di saat kapan, tapi aku dan Raka memang berpacaran cukup lama. Bisa jadi, aku sebagai pendamping di mana Raka berhasil meraih apa yang ia cita-citakan. Pekerjaan dan segala yang ia miliki, aku mendampinginya dari nol. Aku hanya pekerja hotel yang bekerja sebagai resepsionis di salah satu hotel berbintang lima. Tapi bukan itu intinya.     

Aku dan Raka saling mencinta, itu sudah pasti. Seperti sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, kami memang berencana menuju arah serius. Tapi yah, tidak instan. Tentunya serius itu sudah pasti tapi kami masih mau berpacaran dan senang-senang. Tapi aku tidak tahu kalau ada hal lain yang membuatku goyah saat aku bertemu dengan adiknya, Raja.     

Selama ini Raka selalu mengatakan bahwa ia memiliki kembaran yang ternyata adiknya, namun sayangnya ia tinggal di New York. Aku hanya bersikap biasa karena aku tahu ketika aku melihat Raka, sudah pasti aku melihat Raja juga. Sayangnya aku tidak berpikir bahwa karakter mereka berbeda. Aku memikirkan, semua hal yang kembar, pada akhirnya tetap sama. Tapi tidak. Itu hanya gagasanku sendiri saja.     

"Ups, hati-hati, Cantik!" tiba-tiba suara yang berbeda menangkapku ketika aku hampir saja jatuh saat aku berada di dapur dan limbung karena darah rendahku. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya.     

Aku hanya diam dan benar-benar tercengang. Aku pikir Raka berubah drastis. Saat itu ia sedang dalam perjalanan ke rumah dan mengatakan bahwa aku disuruhnya untuk ke rumahnya terlebih dahulu dan memasak sesuatu. Dan aku berpikir bahwa Raka tiba sangat cepat.     

"Raka? Kamu datang cepat?" sambarku.     

"Eh? Aku Raja, kembarannya Raka. Adiknya, lebih tepatnya," katanya memperkenalkan. Ia menggaruk kepalanya yang kurasa tidak gatal.     

"Ah, oh, maaf... aku pikir Raka... hmm, thanks buat bantuannya tadi," kataku gugup.     

Raja menatapku seperti menungguku menyebutkan namaku. Sepertinya Raka tidak bercerita apa-apa tentangku pada Raja.     

"Aku Reina, pacarnya Raka" kataku akhirnya.     

Untuk sepersekian detik kami terdiam. Aku hampir mati gaya karena tidak bisa bergerak. Aura yang terpancar pada Raja membuatku merasa berbeda. Raka dan Raja benar-benar berbeda dalam berbagai hal. Aku bisa melihat dan merasakan itu.     

"Well, aku baru kembali dari New York dan Raka sebenarnya nggak tahu aku pulang. Jadi aku akan ke kamar sampai ia datang. Silakan lanjutkan," ujarnya dan berbalik. Aku tersenyum mengangguk dan aku belum bisa melepas pandanganku dari tubuhnya yang sama tegapnya seperti Raka. Aku ingat saat itu Raja hanya mengenakan atasan kaos polos hitam dan celana panjang jeans.     

"It's nice to meet you, Rei," katanya dengan panggilan yang membuatku merasa berbeda. Dan Raja melangkah menjauh dari dapur.     

Aku menghembuskan nafasku seolah tadi aku benar-benar tidak bernafas. Dalam sekejap dan beberapa menit, rasanya tubuhku merasa getaran yang hebat karena bertemu dengan Raja.     

Kulanjutkan masak memasakku sambil menunggu Raka datang. Walau pikiranku terganggu, setidaknya rasa yang kusajikan tidak berkurang suatu apapun. Sebab tepat aku selesai masak, Raka datang. Ia mencium keningku dan mencicip sedikit masakanku.     

"Hmm, enak... seenak memandang dirimu," ujarnya manis.     

"Dasar gombal!" kataku tersenyum.     

"Hello, Brother," suara yang sudah tidak asing ditelingaku muncul. Mungkin karena Raja benar-benar menunggu kedatangan Raka, akhirnya ia muncul tepat saat Raja mencium pipiku saat menggombaliku.     

Raka langsung menoleh ke Raja. Lalu tatapannya jatuh padaku dan aku tersenyum mengangguk. Raka pun langsung memeluk Raja dengan erat. Saat itu, tiba-tiba Raja mengerlingkan satu matanya padaku. Aku terkejut dan malu, tapi ada sesuatu di dalam perutku. Seperti kupu-kupu yang berterbangan.     

"Lo pulang dan nggak ngabarin? Gila! Papa tahu?" tanya Raka terkejut.     

"No one knows until you two, he he he. Glad to be home. I miss you, Brother," jawab Raja dengan Inggrisnya.     

Raka menggelengkan kepalanya tidak percaya dan ia menepuk-nepuk bahu Raja. Lalu Raka bertanya apakah kami sudah saling berkenalan dan aku bilang bahwa kami sudah saling berkenalan. Tapi aku tidak berani mengatakan bagian bagaimana aku merasa aneh saat melihat Raja dan saat Raja mengedipkan satu matanya padaku.     

Kami makan bersama. Aku terbiasa berbicara dengan Raka ketika kami makan. Tapi dengan Raja, berbeda. Mungkin karena pengaruh budaya luar, ia hanya diam ketika makan. Hanya suara dentingan sendok garpu dengan piring yang memenuhi ruangan. Raka juga tidak mengatakan apapun, mungkin juga karena kedatangan Raja.     

Selesai makan, barulah kami mengobrol. Sedikit candaan hingga aku harus merapikan meja makan.     

"Jadi, sudah berapa lama dengan Raka? Dia nggak cerita punya pacar padaku." Suara Raja muncul di dapur. Aku sedang mencuci piring saat itu. Dan Raja berinisiatif menaruh piring bersih di raknya yang sebelumnya ia keringkan dengan serbet.     

"Cukup lama. Mungkin karena dia menjaga privasi," jawabku.     

"Padahal aku mengira dia itu belok, loh. Karena kalau ditanyakan soal wanita, ia selalu mengalihkan topik," timpal Raja berbisik.     

Aku tertawa geli dan ia pun ikut tertawa. "Jangan-jangan kamu yang belok, Raja," kataku padanya.     

"What? No! Aku punya banyak segudang wanita yang mengejarku di New York sana. Mereka mengidolakanku," bisiknya. Aku sedikit terganggu ketika bibirnya berbisik ke telingaku. Bukan terganggu dalam konotasi negatif, tapi sangat menyenangkan.     

Aku menatap Raja dengan pandangan 'maksudmu?'     

"Kamu tahulah, if you know what I mean," katanya dengan kedipan satu matanya lagi.     

Aduh, aku rasanya benar-benar mati gaya sekali ketika berbicara dengannya. Aku tahu ini akan bahaya sekali dampaknya. Ketika seorang wanita digoyahkan oleh sesuatu yang menurutnya menyenangkan, maka tamat sudah riwayatnya.     

"Jangan terlalu dipikirkan, Rei. Di luar seperti itu sudah biasa. Lagi pula, aku tidak berminat pacaran dengan salah satu diantara mereka. Tipikalku itu wanita Indonesia," ujarnya sekali lagi mengedipkan matanya padaku.     

Raja langsung meninggalkanku begitu saja setelah ia beberapa kali membuatku tidak karuan. Saat itu aku tidak tahu sama sekali jika aku bisa saja jatuh dalam pelukannya sampai aku menyadari satu hal.     

Ada hal-hal di mana seseorang menginginkan sesuatu. Raka tidak bisa melakukannya karena ia ingin menjagaku sampai utuh. Sampai pernikahan datang.     

Setiap kali ada adegan ciuman dan mengarah ke arah sana, Raka selalu berhenti di saat aku merasa tinggi. Ia berusaha mengontrol dirinya sementara aku merengek selalu ingin lebih. Padahal kami sudah lama bersama. Kerap tidur bersama, tapi tidak benar-benar pernah bercinta. Raka benar-benar menjaga kesucianku. Aku menghargai itu tapi aku sudah yakin sekali bahwa ia yang akan menikahkanku.     

"Aku nggak bisa sejauh itu, Reina. Maaf," katanya saat menolakku. Padahal tubuhku sudah setengah telanjang. Ia bahkan sudah melepas atasannya.     

Situasiku jadi memburuk ketika seringnya Raka menolakku. "Kita kan, akan menikah. Kenapa sih, nggak kita lakukan saja?" tanyaku kesal seraya meraih pakaianku dan memakainya kembali.     

"Hei, aku hanya ingin hubungan kita sehat tanpa seks. Ciuman saja itu sudah cukup, kan, Reina? Kamu bersabar sedikit, ya?"     

Aku mendengus kesal dan meninggalkannya tidur di malam ia menolakku untuk kesekian kalinya.     

Aku tahu Raka memang tipikal yang benar-benar dewasa dan kuno. Ia percaya bahwa orang yang ia cintai haruslah benar-benar dicintai tanpa dinodai kesuciannya. Sementara aku memperdebatkan hal itu. Padahal tidak masalah juga jika bercinta, toh itu mau sama mau. Aku yakin sekali Raka menginginkan itu, tapi prinsipnya benar-benar memang kuat.     

Saat itu Raka sudah berangkat kerja. Aku memang sering bermalam di rumahnya dan Om Thomas tidak masalah. Hari itu, aku tidak tahu kalau akan terjadi sesuatu yang tidak terpikirkan olehku.     

Aku melihat Raja keluar dari kolam renang dengan tubuh yang benar-benar dambaan semua wanita. Aku teringat tubuh Raka yang jika tidur selalu tanpa atasan. Tapi kali ini, melihat Raja benar-benar berbeda. Membuat diriku berhasrat sejak ia datang ke rumahnya. Sebulan berlalu dan membuatku tidak bisa berpikir dengan jernih.     

Untuk sesaat Raja hanya mengamatiku ketika aku mengamatinya juga. Entah setan dari mana saat itu, ketika suasana dan keadaan mendukung, saat itu juga aku berjalan cepat ke arahnya dan mencium bibirnya dengan gairah ingin disentuh olehnya.     

Raja bahkan membalas ciumanku lebih ganas dan aku merasa senang karena hasratku terbalas olehnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.