BOSSY BOSS

Chapter 141 - Watch Out Your Mouth!



Chapter 141 - Watch Out Your Mouth!

0Aku dan Jeremy saling pandang begitu mendengar suara Reina yang terdengar jelas meluapkan amarahnya. Aku berdiri dan mendatangi mereka sebelum Ibu dan Papa mendengar dan bertanya apa yang terjadi.     
0

"Reina, apa-apaan sih, kamu? Aku baru pulang dan kamu bertanya macam-macam seperti ini," tanya yang ikut kesal.     

"Raka, Reina... tolong kontrol suara kalian. Bisa-bisa Ibu dan Papa dengar. Selesaikan dengan cara yang benar," ujarku pada mereka.     

Mata Reina mulai berair. Ia pun menatapku dan pergi ke dalam kamar meninggalkan Raka dan aku. Aku memejamkan mataku sebentar dan sepertinya sekarang waktu yang tepat. Jadi ketika Raka menatapku, aku membuka ponselku dan menunjukkan bukti itu padanya.     

"Bisa kamu jelaskan?" tanyaku.     

Raka terdiam beberapa saat sampai akhirnya ia duduk di teras. Kedua lengan panjangnya ia gulung ke atas dan dasinya ia kendurkan. Kemudian Jeremy ikut keluar menatap kami.     

"Dia tahu, jadi kamu sebaiknya jelaskan selagi Reina di kamarnya," kataku padanya.     

"Pertama aku mau tanya, apa kalian percaya aku nggak selingkuh dari Reina?" tanyanya padaku dan Jeremy.     

Aku mengedikkan bahuku sebagai jawaban sementara Jeremy mengangguk menegaskan bahwa ia percaya Raka tidak berselingkuh. Aku sendiri tidak mempercayainya karena sedari awal Raka sudah membohongiku tentang bahwa Reina hanyalah satu-satunya wanita yang pernah ia kencani.     

"Daisy, aku tahu alasanmu. Tapi aku sungguh nggak berselingkuh. Aku hanya sedang membantu Gisel, itu saja. Dan karakter genitnya itu memang naluriah seperti itu. Di antara aku dan dia hanya tentang bisnis, pekerjaan, itu saja," jelasnya.     

Terlihat di wajah Raka merasa kelelahan menjelaskan semua ini. Tentu saja lelah. Ia sudah dikejar banyak pertanyaan yang menimbulkan kecurigaan dan harus mengklarifikasinya.     

"Raka, sebaiknya lo jelasin semuanya ke Reina. Nggak perlu lo menutupinya karena bakal buat dia jadi berpikiran buruk. Apalagi di tengah kehamilannya ini. Ibu hamil itu sensitif," timpal Jeremy memberi saran.     

Raka mengangguk dan kembali menatapku. "Bagaimana denganmu, Daisy? Apa sekarang kamu percaya padaku?"     

"Aku nggak tahu. Sebaiknya kamu datangi Reina dan minta maaf. Ikuti saran Jeremy."     

Raka berdiri dan menghela nafasnya. Ia masuk ke dalam setelah mengucapkan terima kasih padaku dan Jeremy.     

Sekarang di luar hanya menyisakan aku dan Jeremy yang di temani suara jangkrik di malam hari. Jeremy sendiri meluruskan kakinya dan bersandar di kursi teras.     

"Sepertinya aku harus pulang, Dai. Waktunya kurang tepat untuk membicarakan tentang pernikahan kita," ujar Jeremy tiba-tiba.     

"Maafkan aku, ya. Besok pagi aku akan bicarakan ini ke yang lain agar nggak perlu menimbulkan keributan," kataku padanya.     

Jeremy tidak suka aku selalu meminta maaf atas hal yang sama sekali tidak kulakukan. Lalu kami berdiri berhadap-hadapan dan ia memegang kedua tanganku. Mengecupnya dan bibir itu berpindah ke bibirku. Dalam beberapa detik ia menciumku hingga melepaskannya.     

"Jaga kesehatanmu, ya. Aku pulang," ujarnya dan masuk ke dalam mobil lalu meninggalkan rumah.     

Aku masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu. Hari ini rasanya lelah sekali. Aku jadi ingat rumahku sendiri. Sudah cukup lama aku tidak pulang ke rumahku. Yah, walau begitu ada Ama sih, di rumah. Tapi aku juga harus tahu keadaan rumah walau Ama selalu memberikan kabar yang selalu baik.     

Saat aku melewati kamar Reina dan Raka, aku sedikit mendengar isakan tangis Reina. Sepertinya mereka sudah selesai, tapi Reina masih menangis. Yah, kadang aku juga berpikir, mungkin ini karma Reina. Walau pun Raka tidak benar-benar selingkuh, tapi Reina bisa merasakan bagaimana terlukanya Raka saat itu.     

***     

Banyak yang bilang bangun pagi sebelum matahari terbit itu membawa banyak rezeki pada rumah, termasuk diri kita. Maka dari itu Daisy selalu bangun lebih awal dari yang lain. Walau ia tidak melakukan pekerjaan dapur sejak kehamilannya, setidaknya Daisy bisa sembari berolahraga ala-ala Ibu hamil. Padahal saat dulu ia jarang sekali bangun pagi, tapi sekarang karena sudah terbiasa, mau tak mau ia pun akhirnya beranjak dari kasurnya.     

Weiske bahkan selalu bangun sebelumnya. Memasak sesuatu untuk sarapan dan menyiapkan segalanya yang dibantu Reina.     

Daisy memperhatikan wajah Reina dengan mata yang sudah membengkak atau sembab karena tangisan semalam. Ia pun mendekati Reina yang saat itu menata hidangan di meja makan.     

"Reina... apa kamu baik-baik saja?" tanya Daisy.     

Reina mengangguk dengan senyumnya. Sebentar ia melirik Ibu yang masih sibuk dengan masakannya. "Aku baik-baik saja dan mencoba untuk memercayainya," lirihnya.     

Ada nada getaran hebat yang bisa Daisy rasakan. Memercayai itu bukan untuk dicoba, tapi dilakukan. Sementara Reina mencoba memercayainya dan hati kecilnya mengatakan bahwa Raka berselingkuh di belakangnya.     

"Rei, Raka nggak selingkuh," ucap Daisy mencoba membela Raka. Sekali pun ia merasa Raka membohonginya selama ini dan ia sama halnya sulit untuk memercayai Raka, tapi Daisy tidak ingin hubungan Reina dan Raka renggang hanya karena satu kesalahan yang kecil.     

Reina mengedikkan bahunya dan menghela nafasnya. "Aku juga berharap begitu. Tapi sebaiknya sekarang aku akan mencoba diam dan memercayainya. Itu kan, yang dia mau," katanya.     

Daisy menatap Reina yang kembali menuju dapur dengan perasaan yang tak menentu. Kemudian mata Daisy bertemu dengan mata Raka yang keluar dari kamarnya. Mereka saling bertatapan sampai Daisy sadar dan mengabaikannya untuk kembali ke kamarnya lagi.     

Daisy mondar-mandir di kamarnya dan berusaha mengatur nafasnya. Ia benar-benar tidak bisa melihat Raka dengan tatapan biasa. Raka terlalu tampan, seperti Raja. Tapi di satu sisi Daisy kesal karena kebohongan Raka. Padahal ia mengira dulu mereka sudah saling terbuka satu sama lain, tapi sekarang melihat Raka membuatnya ikut kesal.     

"Tenang, Daisy ... jangan menunjukkan ekspresi apa pun saat ia bersama Reina, karena bisa jadi Reina bertanya-tanya nantinya," ujarnya sendiri di cermin yang memantulkan dirinya.     

Daisy merias kembali wajahnya dengan bedak tabur yang ia miliki untuk menghilangkan keringatnya. Walau bekerja hanya beberapa saat, setidaknya ia tidak akan terlihat gugup di depan Raka.     

Di meja makan, semua sudah berkumpul kecuali dirinya yang datang lalu duduk di sisi Weiske. Daisy melihat Reina hanya diam sementara Raka sarapan seperti biasanya.     

"Raka, kamu kok masih pakai baju rumah? Nggak ke kantor?" tanya Thomas.     

"Oh, nggak, Pa. Aku mau jalan-jalan dengan Reina," jawabnya.     

Reina langsung menoleh ke arah Raka dan wajahnya terlihat kebingungan. "Kamu nggak bilang aku kalau mau ajak aku keluar," ujar Reina.     

"Kejutan, Sayang," balasnya.     

Reina, walau merasa kesal pada Raka, pipinya yang langsung bersemu merah. Ia pun langsung menatap Daisy yang mengangguk padanya. Daisy membalas anggukkannya dengan senyuman tipis.     

"Hmm, omong-omong nanti aku nggak pulang ke rumah ini, ya. Aku harus cek rumahku sendiri," ujar Daisy mengalihkan topik.     

Semua menatap Daisy dengan tatapan seolah tidak mengizinkannya. Tapi Daisy buru-buru membuka suara. "Jeremy akan mengantarku. Dia yang akan memastikanku baik-baik saja. Kalian nggak perlu khawatir. Karena aku juga punya kehidupan di rumah asliku. Oke?"     

"Ya, sudah. Tapi kalau ada apa-apa jangan lupa-"     

"Untuk menghubungi kalian segera. Aku mengerti, Raka," potong Daisy pada ucapan Raka.     

Daisy langsung bersiap meraih tasnya ketika ia sudah selesai sarapan. Perlahan-lahan ia melangkah keluar karena beban perutnya sudah cukup membuatnya merasa berat. Namun Daisy tidak ingin merepotkan keluarganya, jadi ia berusaha berpura-pura sampai ia masuk ke dalam mobilnya usai berpamitan pada semuanya.     

Raka datang dan menongolkan kepalanya ke jendela mobil Daisy yang terbuka. "Daisy, yakin kamu nggak mau aku antar?" tanyanya.     

Daisy menggelengkan kepalanya dan merasa gugup karena jarak mereka begitu dekat. "Aku baik-baik saja, Raka. Sebaiknya kamu benar-benar meyakinkan Reina."     

"Daisy, aku nggak sedang meyakinkannya. Aku menunjukkan padanya bahwa aku nggak selingkuh," tepis Raka menolak dituduh selingkuh.     

"Oke, semoga sukses. Aku harus berangkat ke kantor."     

"Kamu ke kantor?" tanyanya.     

"Iya. Memang siapa yang akan menggantikanmu kalau bukan aku, Raka?"     

"Oke kalau begitu. Hubungi aku kalau kamu nggak mengerti sesuatu."     

Daisy hanya menganggukkan kepalanya dan mulai meninggalkan rumah orang tuanya setelah ia membunyikan klakson mobilnya.     

Sampai kantor, Daisy melihat kerumunan karyawan para wanita yang sedang berkumpul sedang tertawa, seperti menggosipkan sesuatu. Daisy ingin tahu apa yang mereka bicarakan, jadi ia muncul secara diam-diam tanpa para karyawannya ketahui.     

"Serius, Pak Raka pernah berpacaran dengan kamu?" tanya Anita, resepsionis kantor.     

Rupanya Gisel-lah yang memulai gosip itu terjadi. Jadi, ia mengangguk dan tersenyum bangga karena pernah menjadi kekasih Raka. "Iya. Tapi itu cerita lama, sih. Sekarang ya karena aku lagi butuh duit makanya kerja sama dia," jawabnya.     

"Keren banget mantan kekasih Pak Raka bisa jadi sekretarisnya. Apa kalian nggak merasa canggung?" tanya yang lainnya.     

"Aku sih nggak canggung, tapi Raka terlalu bersikap profesional. Yah, kayak atasan dan bawahan begitu."     

"Tapi kamu sempat mencoba godain dia, nggak?"     

Gisel menggelengkan kepalanya dan tertawa. "Aku nggak pernah menggodanya. Tapi karakterku yang genit ini sering kali membuat beberapa orang salah persepsi. Raka yang tahu aku sih, biasa saja."     

Daisy langsung berdeham sebelum percakapan mereka berlanjut ke ranah yang lebih serius. Ia tidak ingin semua karyawan mengetahui rahasia-rahasia Raka walau pun mungkin Raka-nya tidak masalah.     

Yang lain langsung menunduk saat mendengar dehaman Daisy. Ada yang menyapanya lalu pergi dari resepsionis dan menuju tempat mereka seharusnya bekerja.     

"Gisel, kamu sudah tahu kalau Pak Raka izin hari ini?" tanya Daisy padanya.     

"Hmm... iya, Bu."     

"Oke kalau begitu, kembalilah bekerja. Yang lain juga!" perintah Daisy pada mereka sampai mereka benar-benar meninggalkan resepsionis. Kini hanya tinggal Anita, si resepsionis yang masih menunduk malu dan merasa ketakutan.     

"Anita, lain kali jangan bergosip seperti itu. Masih mending saya yang mendengarkan. Bagaimana jika Pak Raka yang mendengarnya langsung? Atau malah istrinya? Kamu memang nggak salah, tapi sebaiknya jika ada yang bergosip seperti Gisel, tolong jaga setiap ucapanmu untuk memberikan pertanyaan. Oke?"     

"Ma-maaf, Bu. Saya nggak akan mengulanginya lagi."     

"Mengulangi selagi nggak ada pihak yang bersangkutan mendengarnya saya juga nggak akan tahu, kan? Jadi, tolong kamu jaga setiap ucapan yang keluar dari mulutmu. Berlaku untuk siapa pun."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.