The Eyes are Opened

Gedung Sekolah Tua



Gedung Sekolah Tua

0Setelah seharian aku mengikuti kelass yang sudah aku ambil dari awal semerter yang lalu, akupun langsung pulang ke kosan sambil tak lupa untuk membeli makan malam di jalan.     
0

"Wah ada apa itu? Kok rame banget?" Ucapku saat melihat dari seberang jalan terdapat orang-orang yang berkerumun di salah satu kedai makan yang terlihat baru buka hari ini. Tanpa pikir panjang, aku langsung menyebrangi jalan raya dan menghampiri kedai tersebut.     

Tercium dari kejauhan aroma maskan yang sedang di panggangpun membuatku semakin lapar dan menggugah selera. Aku dengan cepat langsung menghampiri sambil beberapa kali menjinjit agar aku dapat melihat dengan jelas masakan apa yang sedang mereka masak sore itu.     

"Duuhhh! Nggak kelihatan! Dah lah. Nunggu aja sampai selesai yang depan." Gumamku yang terhalang dengan orang-orang yang lebih tinggi berdiri di depanku. Akupun mengantri dengan sabar sampai akhirnya aku tiba di antrian paling depan setelah menunggu 30 menit lamanya.     

"Selamat datang~" Ucap penjual kedai makanan tersebut dengan ramah kepadaku.     

"Ini jualan apa kak?" Tanyaku sambil mencari daftar menu yang tak kutemui di depan meja.     

"Oh, kami jualan nasi campur cumi hitam kak. Ini daftar menunya. Ada beberapa macam lauk yang kami jual. Ini ada nasi campur original, nasi campur cumi hitam pedas, nasi bakar cumi hitam, nasi campur ayam suwir pedas, nasi bakar ayam kecap, sama nasi krengsengan sapi kak. Harganya juga bervariasi dari liam belas ribuan. Kalau tambah lauknya juga bisa mulai dari dua ribu kak." Jelasnya.     

"Ohh... gitu, kalau gitu aku mau coba yang nasi campur orinya satu, sama nasi bakar cumi hitamnya satu ya."     

"Oke kak. Di tunggu sebentar di sebelah sini ya kak." Ucapnya sambil menunjukkan tempat menunggu orangg-orang yang sudah beli.     

"Kurang lebih sepuluh sampai lima belas menitan nasinya kakak sudah siap. Atas nama siapa ya kak?" Ucapnya sambil mengambil kertas nota dan hendak menuliskan namaku.     

"Ah, Andra."     

"Oke kak. Di tunggu ya kak. Terima kasih."     

Akupun menunggu di sebelah kanan dari stand nasi campur tersebut bersama dengan orang-orang yang lain. Dan benar saja, setelah aku menunggu 10 menit lamanya, pesananku pun akhirnya di panggil, aku yang mendengarnya langsung dengan cepat menghampirinya dan memberikan uang Rp. 50.000 rupiah kepada penjual yang melayaniku saat itu dan dengan cepat aku mendapat kembalian sebesar Rp. 15.000 rupiah.     

"Wah lumayan murah juga ya? Tapi kalau di lihat porsinya sih nggak tahu juga. Udah ah, aku pulang langsung makan aja." Ucapku langsung meninggalkan tempat itu dan berjalan menuju ke kosan.     

Sesampainya kosan, aku langsung mandi dan merapikan kamarku sebelum tidur, tak lupa juga untuk makan nasi yang tadi aku beli. Aku membuka semua nasi tersebut dan melihat lauknya yang lumayan banya serta nasi yang terbilang banyak untukku. Akupun merasa puas dengan harga yang sudah aku keluarkan untuk membeli makanan ini, karena terbilang cukup murah untuk harga anak kos sepertiku sudah makan dengan lauk dan sayur yang cukup. Akhirnya malam itu aku memakan semuanya hingga habis.     

Hari semakin larut, aku yang masih sibuk dengan tugas kuliah yang saat itu harus di kerjakan sebelum jatuh tempo hari Jum'at pun mengerjakannya dengan cepat Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam. Saat itu kosan terdengar cukup ramai di depan, beberapa anak kos lama sedang asik menonton bersama di depan kamarku hingga tengah malam. Aku mulai mengantuk, dan tubuhku terasa lebih berat. Akhirnya malam itu aku memutuskan untuk tidur dan melanjutkan sisa tugasku ke esokan harinya.     

Hari semakin larut, aku langsung merebahkan tubuhku di atas ranjang.     

"Aahhhh... enak sekali tempat tidurku. Jadi pengen tidur." Gumamku sambil meliuk-liukkan tubuhku yang terasa kaku saat itu.     

"Aku mau baca novel aja ah dulu, terus baru tidur." Ucapku sambil mengambil buku novel baru yang minggu lalu aku beli dan belum juga tamat. Warna sampul hijau dove terlihat di atas meja belajarku. Langsung saja aku menariknya dari tumpukan buku yang ada di sana dengan perlahan.     

Aku membaca lembar demi lembar cerita novel yang sangat menarik dan penuh petualangan, membuat otakku seketika bekerja seakan aku ikut masuk ke dalam cerita tersebut. Setelah 30 menit aku membaca buku novel dan sudah 1 bab habis terbaca, tanpa sadar aku langsung tertidur dengan buku yang tertelungkup di dadaku.     

Detik demi detik mataku terpejam. Tidurku pun semakin lelap. Hingga akhirnya aku memulai dunia mimpiku. Semuanya terlihat gelap gulita tanpa ada satu cahaya yang menerangi. Melihat diriku sendiripun tak dapat. Namun saat itu aku tak merasa gelisah dan terus menikmati kegelapan tersebut seakan sudah terbiasa dengan gelapnya di sekitarku. Aku terdiam tanpa mengucapkan satu katapun hingga beberapa saat aku melihat kilasan cahaya di depan mataku.     

Terlihat sebuah gedung tua namun masih kokoh dan terawat, bekas peninggalan rumah sakit Belanda dimana kini di gunakan sebagai sekolah SMA swasta. Aku melihat dari luar gedung tersebut terdapat banyak sekali tanaman rambat yang tumbuh subur, namun masih terawat. Pohon kamboja putih tumbuh besar di dalam yang di halangi oleh pagar tembok yang menutupi hampir seluruh bangunan tersebut. Tembok yang menjulang tinggi hampir dua meter menutupi bangunan tersebut sehingga tidak dapat di lihat dari luar maupun dari dalam.     

Seketika aku mulai sadar dan melihat ke sekeliling ku aku saat itu berada di dalam satu gedung sekolah. Dimana semua anak memakai seragam putih dengan bawahan merah orange kotak-kotak. Guru yang mengajar mengenakan seragam biru kelabu dengan sanggul pada tiap guru perempuan di sana. Suasana sekolah yang ramai dengan hiruk pikuk setiap anak yang bermain, berlarian dan juga suara guru yang mengajar di depan kelas terdengar olehku. Aku berjalan menyusuri koridor sekolah yang terlihat remang dan sedikit cahaya masuk ke sana, melihat kelas-kelas yang sudah memulai pembelajaran. Pintu kayu berlapis cat berwarna abu dengan kaca terang di atasnya membuatku dapat melihat isi tiap kelas. Serta jendela kayu dengan warna yang senada dengan tralis besi di depannya di tutup setengah agar semua anak di dalam kelas dapat fokus pada pengajar dan tidak memperhatikan lingkungan luar kelas yang saat itu sedang ramai. Terlihat di beberapa pintu kelas yang tertutup terdapat tiga anak berdiri di sana sambil mengangkat satu kaki dan tangan kanan yang memegang telinga sebelah kiri. Yap. Mereka sedang di hukum di depan kelas. Beberapa anak yang melewati mereka sebagian acuh tak acuh, namun beberapa yang lain terlihat menertawakan mereka sambil terbahak-bahak.     

Aku terus berjalan menuyusuri lorong tersebut tanpa ada yang mengusikku. Bahkan aku menyapa tiap mereka yang terlihat familiar dan mengenalku. Gedung sekolah ini sangat besar dan banyak lorong di dalamnya. Terdapat tangga besar di tengah-tengah gedung menjadi jembatan jalan utama ke dalam gedung menuju ke tiap kelas yang ada. Aku berjalan ke belakang gedung sekolahku, dimana lorong yang terlihat remang semakin lama semakin terang. Sudah tidak terlihat lagi ruangan kelas di kiri maupun di kanan lorong. Hingga akhirnya aku melihat sebuah taman kecil yang di penuhi dengan berbagai macam tanaman bunga dan toga, dan di ujung taman itu terlihat dua kelas yang sedang terbuka pintunya. Angin bertiup semilir sejuk berhembus melewati tiap helai rambut dan leherku. Terasa menyegarkan, hingga tanpa sadar ada anak di belakangku yang sedang bermain bola dan terkena kepalaku saat itu. Dengan cepat aku langsung terjatuh ke lantai dan aku saat itu pingsan. Beberapa guru yang melihat langsung membawaku ke ruang uks yang tak jauh dari sana. Membaringkanku di atas tempat tidur dengan rangka besi dengan cat putih mengelilinginya. Tirai putih yang berjuntai menutupi tempat tidurku. Persis seperti tempat tidur rumah sakit yang penah aku lihat.     

Saat aku pingsan, seketika aku merasa tubuhku berada di tempat yang lain. Terlihat gelap gulita tanpa ada cahaya yang menerangi. Lalu dengan perlahan jalanan di depanku mulai terlihat. Jalanan aspal yang basah, seakan baru saja terguyur hujan yang lebat. Kakiku yang tanpa mengenakan alas kaki mulai merasakan desiran angin dingin dan sejuk. Aku berjalan perlahan menyusuri jalanan yang ada di depanku. Memasuki sebuah gapura besar dengan jalanan yang sudah berpaving di depan sana. Aku terus melangkah ke dalam gapura tersebut tanpa tahu apapun yang ada di dalam sana. Jalanan mulai menurun. Dimana paving di sebelah kiriku terlihat bertingkat tingkat. Mobil-mobil terparkir rapi di pinggir jalan. Dan saat itu terlihat lampu-lampu kota temaram menyinari jalan yang ada di depanku. Lampu toko swalayan yang terlihat paling terang di antara rumah-rumah yang sangat gelap seperti tak berpenghuni.     

Aku berjalan mengikuti jalan yang menurun entah kemana tujuanku saat itu. Lalu dari kejauhan terlihat seseorang berdiri di bangku panjang yang terlihat lembab dan basah tanpa adanya sinar lampu yang meneranginya.saat aku melihatnya, orang itu terlihat sangat samar. Dengan rambut yang panjang menjuntai ia melihat ke arahku sejak aku tiba di sana. Dari kejauhan aku tak melihat kedua kakinya, hanya setengah tubuhnya saja yang samar terlihat terkena pantulan sinar toko swalayan yang ada di belakangnya. Aku hendak mendekatinya untuk menanyakan lokasi. Karena aku merasa saat itu aku sedang tersesat entah dimana. Namun saat aku mulai mendekati tempat dimana orang itu terlihat, aku langsung terkejut ketakutan. Berlari tanpa tahu arah dimana ternyata banyak wujud makhluk halus dimana-mana. Orang yang aku kira itu manusia pun ternyata bukan manusia. Dia makhluk halus dengan 1/2 tubuhnya. Matanya memerah, mulutnya mengeluarkan darah, tangannya terlihat panjang menjuntai dengan kuku yang panjang dan tajam. Rambutnya menjuntai panjang hingga menyapu jalanan. Di sebelahnya terlihat ada sebuah kepala manusia dengan posisi terguling dan melirik ke arahku. Tersenyum sinis seakan hendak menerkamku. Aku berlari menuju ke tiang listrik terdekat, melihat sepasang kaki menggunakan celana kain panjang berwarna hitam, dengan isi perut yang terurai di atasnya berjalan perlahan dari atas mendekatiku yabg semakin lama semakin cepat. Lalu tepat di sebelahku terlihat sepotong tangan yang berjalan di aspal merangkak berjalan menggunakan jari jemarinya mendekatiku. Aku terus berlari menghindari setiap makhluk yang ada di sana. Meminta tolong pada orang yang melihatku dengan keheranan dan sampai tidak ada yang mau membantuku.     

Ada orang, manusia yang duduk bersebelahan dengan sosok wanita dengan darah di sekujur tubuhnya pun hanya terdiam. Seakan mereka melihatku seperti orang gila yang berlarian ke sana kemari. Di saat yang bersamaan, saat aku dekat dengan toko swalayan tersebut, tepat ada seorang perempuan dengan hoodie warna abu masuk ke dalam toko tersebut, akupun langsung ikut masuk ke dalam. Dengan cepat akupun di kejar dengan makhluk-makhluk tersebut hingga ada satu sosok pria yang tidak mengenakan pakaian, hanya celana pendek hitam berlari mengejarku hingga hampir masuk ke dalam toko tersebut. Namun yang membuatku semakin takut ialah sosok itu dengan wajah seperti manusia biasa, pucat, dingin, dan ia berjalan secara terbalik. Kepalanya berputas 180 derajat menghadap ke arahku. Tangannyapun terbalik hampir patah hendak meraihku. Aku berteriak histeris sampai terjatuh di lantai swalayan itu. Namun tetap saja orang-orang di sekitarku hanya melihatku dengan aneh. Kakiku di genggam sosok itu dan hampir tertarik olehnya. Aku berusaha melepaskan kaki kananku yang sudah ia tangkap. Menendang tubuhnya yang buntal, wajahnya yang pucat, namun cengkramannya begitu sangat kuat.     

"Makaaaannn... makaaaannn..." Gerutunya sambil terus menarik pergelangan kakiku.     

Aku terus berteriak hingga akhirnya ada satu perempuan yang mau membantuku lepas dari genggaman sosok itu. Wanita itu mengenakan baju putih seperti gaun tidur jaman dulu. Aku di tarik dengan sekuat tenaga oleh wanita itu dan langsung saja kakiku terlepas dari genggaman dari sosok itu. Sosok itu terjatuh kebelakang, dengan otomatis pintu swalayan itu langsung tertutup. Aku di beri sebotol air olehnya lalu menunggu di dalam beberapa saat sampai makhluk-makhluk yang ada di luar tidak menyerangku.     

"Kamu sangat harum. Mereka mengira kamu makanannya." Ucap wanita tersebut kepadaku, lalu ia pergi begitu saja meninggalkanku di sana sendirian.     

"Hah? Maksudnya? Aku harum? Ah! Bau bunga! Makanan para makhluk halus." Gumamku lirih. Aku semakin ketakutan namun aku harus keluar dari tempat ini secepat mungkin.     

Ketika aku melihat para makhluk itu lengah dari hadapanku, aku langsung berlari keluar dari swalayan tersebut. Mereka menyadari ku dan langsung mengejarku lagi. Aku terus berlari hingga memasuki sebuah rumah kecil dengan pintu yang terbuka sedikit. Terlihat ada seorang pria yang tengah merapikan rumahnya dan sedang duduk bersila di tengah-tengah rumahnya yang nampak kecil tersebut. Rumah yang berada di ujung gang, tepat di tepi sungai yang deras pria itu tinggal. Pria itu nampak keheranan dan hampir saja ia menolakku untuk masuk ke dalam rumahnya.     

"Tolong! Tolong aku! Tolong jangan usir aku!."     

"Siapa kamu?"     

"Aku Dyandra. Aku juga nggak tahu kenapa tiba-ada di tempat ini." Ucapku sambil sesekali melihat keluar takut jika 'mereka' masih mengejarku.     

"Lalu kamu ingin kemana? Dan siapa yang mengejarmu barusan?"     

"Aku ingin pulang. Terakhir aku ada di sekolahan. Tp setelah bangun aku ada di sini. Aku dari tadi di kejar oleh makhluk halus. Apakamu bisa melihat 'mereka'?"     

"Nggak. Aku nggak bisa melihat apa yang kami lihat. Namun mungkin aku bisa mengantarmu kembali pulang. Di kota ini hanya ada satu sekolah yang beroperasi. Sisanya sudah lama tidak beroperasi." Jawabnya sambil mengambil beberapa perlengkapan masuk ke dalam tasnya.     

"Ayo!" Ucapnya sambil beranjak dari tempat duduknya.     

Aku sesaat bingung dengan sikapnya, dan berpikir kenapa orang yang nggak aku kenal seperti dia mau membantu dan menolongku untuk kembali ke tempat asalku. Aku terdiam sambil melihatnya yang sedang bersiap-siap sambil mengenakan helm bogo yang ada di tangannya.     

"Lho? Ayo! Apa nggak jadi?" Tanyanya lagi.     

"Iya-iya aku mau. Tapi aku bggak tahu jalan di daerah ini."     

"Sudah. Kamu ikut aja." Ucapnya sambil menyalan sepeda motor vespa bututnya yang sudah terparkir di depan tempat tinggalnya.     

Aku yang melihatnya sudah bersiap di atas sepeda motornya pun langsung dengan cepat berlari dan naik di belakangnya. Dengan cepat pula makhluk-makhluk itu mengejarku dari belakang.     

"Ayo-ayo cepat! Aku sudah di kejar sama sosok-sosok itu!" Ucapku yang beberapa kali melihat ke belakang sambil mencengkram bajunya dari belakang.     

'Mereka' dengan beringas berlari, terbang, bahkan meloncat ke sana ke mari untuk mendapatkanku. Namun di saat aku sudah keluar dari gapura besar yang ada di depan sana, 'mereka' tidak dapat lagi mengejarku. Sepeda motor vespa yang kunaiki dengan pria ini melaju kencang menyusuri jalanan yang hampir semuanya basah terkena hujan. Jalanan yang sama yang kulihat terlihat sepi, tidak ada orang satupun yang berlalu lalang. Lampu di sepanjang jalan padam, hanya lampu dari sepeda motor yang menyinari jalanan malam itu. Kami menyusuri jalanan yang semakin lama semakin besar, bangunan yang tak lagi rumah-rumah penduduk. Gedung perkantoran, ruko, toko elektronik dan bangunan lain serta jalan raya tampak legang bak kota mati. Puing-puing atap bertebaran di sekitar jalan raya. Mobil yang tak berpemilik tergeletak di tengah jalan begitu saja. Pria ini membawaku dengan sangat kencang, berlenggak lenggok melewati tiap mobil dan puing-puing itu. Aku hanya terdiam sambil memperhatikan di sekitarku yang benar-benar berbeda dengan lingkunganku.     

Perjalanan yang jauh dimalam hari saat itu tak terasa sama sekali. Jalanan yang sesekali mulai menanjak, meter demi meter yang menjadi lebih sempit serta semakin banyak pepohonan dan rumah penduduk di kiri dan kanan jalan mengingatkanku akan jalanan menuju me pegunungan. Langit yang sebelumnya sangat gelap gulita tanpa adanya penerangan apapun, hanya bulan dan bintang yang tampak kecil dari kejauhan, kini perlahan berubah menjadi lebih terang. Semakin jauh kami berkendara, semakin terang langit yang ada di atas kami.     

Pria itu tampak mengelilingi bangunan gedung tua yang terlihat dari depan di penuhi dengan tumbuhan rambat yang sangat lebat. Lalu tak lama ia berhenti tepat di depan tumbuhan rambat yang menjuntai rapi di dinding bangunan tersebut.     

"Sudah sampai." Ucapnya saat menghentikan sepeda motornya.     

"Hah? Sudah sampai? Mana?"     

"Ini. Aku rasa kamu berasal dari sini. Makanya aku mengantarmu kembali ke sini." Ujarnya dengan yakin.     

"Tapi aku nggak ngerasa tadi dari sini." Jawabku sambil terlihat ragu saat melihat sekitar.     

"Sudah. Kamu masuk aja lewat semak-semak ini. Nanti kamu akan kembali ke tempatmu." Ucapnya yang langsung menyalakan mesin sepeda motor vespanya lagi dan langsung meninggalkanku di sana sendirian.     

Aku yang terlihat kebingungan namun juga ingin cepat-cepat pulang pun akhirnya mengikuti apa yang ia ucapkan saat itu. Aku melangkahkan kaki ku ke dalam semak-semak yang menutupi tembok tinggi tersebut tanpa tahu ada pintu apa nggak di dalamnya. Saat aku melangkahkan kaki ke sana, betapa terkejutnya aku melihat kakiku yang dapat menembus dinding yang tinggi tersebut ke dalam. Saat aku mulai memasukkan seluruh tubuhku, aku langsung berada di sebuah halaman yang tak asing bagiku. Terlihat di sisi kiriku terdapat beberapa batu nisan yang berjejer di sana. Lalu persis di depan ku terdapat seorang pria tinggi mengenakan seragam berwarna cream, dan memilik rambut berwarna kuning keemasan bersama seorang perempuan yang sedang menangis sesenggukan di sampingnya. Pria itu hanya bisa memeluknya dan mengajak perempuan itu masuk ke dalam. Aku yang saat itu terlihat kebingungan semakin paham dimana aku berada saat melihat seorang yang mengenakan pakaian dokter berlarian di sepanjang lorong masuk ke dalam sebuah ruangan, bersama dengan tempat tidur yang di dorong oleh para perawat dengan pasien yang sedang terluka.     

"Ah! Aku baru tahu! Ini gedung sekolah yang tadi aku lihat, dan ini juga rumah sakit!" Ucapku yang baru saja sadar dimana aku berada.     

"Tapi kok orang-orang ini nggak ada yang memperhatikanku ya? Apa akunya yang memang tidak terlihat di mata mereka?" Gumamku sambil beberapa kali melambaikan tangan di hadapan wajah orang-orang yang berlalu lalang di depanku.     

Akupun mulai melangkahkan kakiku untuk melihat ke sekeliling, namun tubuhku terasa berat seakan tertarik kebelakang. Aku tetap mencoba terus berjalan meskipun terasa sangat berat saat melangkah. Aku berpegangan pada tiap tiang dan pilar yang aku jumpai agar aku bisa berjalan, semakin lama aku berjalan lebih jauh, semakin lama aku susah untuk berjalan. Angin besar yang menerpaku mendorongku dengan sangat kuat. Dengan cepat aku melihat ke sekelilingku yang terlihat berbagai banyak orang yang terluka terbaring di sepanjang koridor yang saat ini digunakan sebagai kelas. Lalu beberapa orang juga terlihat terbaring begitu saja dengan kain putih yang di tutup hingga ke wajah mereka.     

"Ah, ini kaya di masa penjajahan." Ucapku yang terus berusaha melawan arus angin yang menghantam tubuhku.     

Lalu angin itu mengarahkanku ke kiri dan seketika itu juga aku langsung terbang menuju ke ruangan dimana banyak orang yang sedang menjalani rawat inap. Yakni ruangan yang kini di gunakan untuk kelas yang aku pakai. Namun aku tidak masuk ke dalam ruangan tersebut, melainkan angin membelokkanku ke ruangan operasi yang ada di sisi kananku. Setelah tubuhku masuk ke dalam ruangan operasi tersebut, seketika itu juga aku langsung siuman dari pingsanku.     

"Gedung ini bekas rumah sakit penjajahan." Ucapku saat aku baru saja siuman.     

Terlihat beberapa orang yang mirip dengan temanku pun merasa keheranan dan menanyakan apa yang baru saja aku ucapkan tadi. Aku menjelaskan semua yang aku lihat, namun mereka tidak ada yang percaya sama sekali denganku. Petugas kesehatan pun langsung menghampiriku dan memeriksa kondisiku yang sudah lebih baik. Ia memberikanku obat yang di suntikkan ke dalam lenganku lalu menyuruhku untuk beristirahat sejenak sampai jam sekolah selesai. Sedangkan teman-temanku yang tadi menjengkukku langsung meninggalkanku masuk ke dalam kelas.     

Perasaanku semakin tak nyaman, saat aku mulai merasa mengantuk sejak terakhir kali aku di beri obat suntikan. Aku langsung meninggalkan tempat tidurku dan hendak keluar dari gedung sekolah ini. Namun tubuhku saat itu tidak dapat bekerja sama dengan baik, kakiku terasa lemas dan berat untuk di gerakkan. Aku berusaha dengan susah payah untuk keluar dari gedung sekolah itu, namun berkali-kali aku mencoba keluar dari gedung itu, berkali-kali pula aku tiba-tiba kembali berada di dalam gedung sekolah itu. Seakan ada magnet yang besar hingga membuatku tidak dapat meninggalkan dari sekolah ini.     

Hingga akhirnya aku langsung terbangun dari mimpi itu saat mendengar suara alarm ponselku yang berdering sangat kencang di telingaku. Aku langsung terbangun dan duduk di atas tempat tidurku sambil melihat ke arah jam di ponselku yang sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB pagi. Seluruh tubuhku terasa basah dengan keringat yang mengalir di punggungku, dan ingatan akan mimpi semalam terasa sangat nyata dan terus terngiang-ngiang sepanjang hari.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.