The Eyes are Opened

Petaka Tour ke Jogja



Petaka Tour ke Jogja

0Hari berlalu sangat cepat, nggak terasa sudah masuk ke hari minggu saja. Itu tandanya liburanku di rumah sudah berakhir, tinggal menunggu waktu untuk kembali ke kosan. Mama yang sudah sibuk dari tadi pagi di dapur pun sangat menantikan hari ini. Bukan karena senang anaknya akan kembali ke kota perantauan lagi, namun mama senang bisa membawakan sebanyak apapun masakan kesukaanku untuk aku makan selama di kosan tanpa khawatir anaknya kelaparan kelak. Sedangkan aku sendiripun juga sudah sibuk dari pagi. Menyiapkan beberapa barang bawa'anku yang nantinya aku bawa. Tak lupa membawa buku novel yang ada di lemari agar aku tak bosan jika di kos nggak ada kegiatan. Sedangkan papa sedari tadi sudah sibuk membersihkan rumah dan merawat semua tanamannya yang ada di halaman depan, dari yang bajunya masih kering, kini bagian punggung dan bawah leher sudah basah terkena keringat yang tak henti-hentinya mengalir dari kulitnya. Padahal saat itu masih jam delapan pagi, tetapi teriknya matahari sangat panas bak jam sepuluh. Masalah kemarin pun aku nggak berani untuk membahasnya lagi dengan papa. Aku takut semakin aku bahas, semakin pula papa marah kepadaku dan semakin melarangku kemana-mana selama kuliah. Aku hanya terdiam dan hanya berdoa agar papa hati dan pikirannya terbuka dan berubah untukku.     
0

Aku duduk di tepian tempat tidur sambil memandangi seluruh isi kamarku yang saat itu telah aku tata rapi beserta boneka-boneka yang selalu menemaniku tidur. Aku merasa waktu benar-benar cepat berlalu. Yang biasanya aku bermain, belajar dan melakukan segala aktivitas yang aku sukai di sini, kini nggak sama lagi. Sebagian besar waktu dan kegiatanku kini aku lakukan di kamar kosan. Berat rasanya hari ini harus pulang lagi ke Ibu Kota. Namun besok aku ada kuliah pagi jam tujuh, mau nggak mau aku harus balik malam ini.     

"Ndraaaa!!! Ini kamu mau bawa sup merahnya juga nggak?" teriak mama dari dapur.     

"Iya ma!" Jawabku sambil berlari turun menghampiri mama yang sedang menyiapkan semua makanan yang hendak aku bawa.     

"Yang banyak ma sup merahnya. Biar bisa Andra makan nanti malam sampe besok." Tukasku lagi.     

"Kamu mau di bawain apa lagi? Ini mama sudah bawain kamu abon daging sapi, kering tempe-kentang, sambel goreng rempela ati, pangsit ayam frozen, kekian udang, kerupuk udang yang masih mentah satu pak, ini juga ada bumbu-bumbu mama taruh di satu dus bisa kamu pakai kalau mau masak di sana. Sama apa lagi Ndra?" Ucap mama sambil menerangkan semua barang yang sudah di masukkan ke dalam dus bekas air mineral.     

"Uhm... ma, bisa nggak ya Andra belikan otak-otak bandeng sama bumbu pecel?"     

"Ya! Ayo ikut mama ke Bu Bandi situ buat beli masakan otak-otaknya sama bumbu pecel." Ujar mama yang lasngsung sigap mengambil jaket di gantungan jaket dan tak lupa dompet yang ada di atas meja makan.     

"Ayo Ndra! Keburu habis nanti! Bu Bandi itu sekarang kalau lewat jam sebelas sudah habis semua masakannya!" Teriak mama dari depan pintu.     

Akupun ikutan berlari dan langsung meninggalkan rumah agar mama tidak semakin berteriak di luar. Terdengar suara mesin sepeda motor yang sudah dinyalakan mama di depan rumah, akupun dengan cepat mengambil sandalku dan berlari begitu saja menghampiri mama. Memang sebenarnya tak begitu jauh jarak rumah ku dengan depot Bu Bandi yang terkenal dengan masakan rumahannya yang sangat enak dan murah. Aku hanya perlu melewati dua blok dan depot Bu Bandi berada di tengah-tengah gang bloknya. Dari kejauhan sudah terlihat beberapa kendaraan yang terparkir di depan depotnya dengan spanduk kain berwarna hijau yang menutup setengar dari depot agar tak lebih teduh. Mamapun langsung menancapkan gasnya lebih cepat lagi agar tiba di depot Bu Bandi. Dan benar saja, ketika aku tiba di sana, sudah banyak lauk yang habis dari etalase makanannya. Sayur-sayur yang berpanci-pancipun juga sudah banyak yang habis. Aku hanya terdiam pasrah jika tak mendapatkan otak-otak bandeng kesukaanku di sini. Mama yang sudah mengenal baik Bu Bandi tanpa ragu langsung menghampiri Bu Bandi yang tengah duduk di bangku panjang dekat meja kasir.     

"Bu, bumbu pecel sama otak-otak bandengnya frozennya masih ada?"     

"Oh, mami Dita. Masih ada mi. Ini kebetulan otak-otaknya tinggal dua pak. Gimana mau beli berapa mi?" Tanya Bu Bandi sambil mengeluarkan kotak otak-otak bandeng dari lemari pendingin.     

"Ya sudah saya ambil semuanya aja bu. Bumbu pecelnya saya beli setengah kilo aja ya bu." Ucap mama sambil menyiapkan uang untuk membayar.     

"Buat Andra ta mi?" Tanay Bu Bandi saat menerima uang dari mama sambil melihat ke arahku.     

"Iya. Ini lho anaknya mumpung pulang, dan nanti sore sudah balik lagi ke kosan. Makanya minta otak-otak buat dia makan di kosan nantinya." Ucap mama.     

"Ow iya enak ini kalau buat makan di kosan yang frozen. Ini otak-otaknya bisa tahan satu bulan kalau di simpan di frozen ya Ndra. Kalau sudah turun ke kulkas biasa cuman tahan duam minggu, kalau kamu goreng, bisa tahan satu hari." Jelas Bu Bandi sambil memasukkan semua makanan yang mama beli siang itu.     

Setelah membeli makanan yang aku inginkan buat stokku di kosan, aku dan mama segera pulang ke rumah sebelum jam tiga sore. Pak To memberitahuku jika hari ini aku bakalan di jemput pertama tepat jam empat. Itupun nggak bisa janji tepat jam empat aku benar-benar di jemput. Bisa lebih awal ataupun terlambat. Tergantung Pak To tiba di kotaku setelah kloter ke dua selesai.     

Selama perjalanan pulang tiba-tiba mama menanyakanku tentan acara kampusku yang ke Jogja.     

"Ndra, kemarin itu kamu ngobrol apa sama papa?" Tanya mama kepadaku dengan sangat hati-hati.     

"Ohh... itu lho ma, minggu depan itu Andra ada acara kampus, tour ke Jogja. Itu juga bagian dari perkuliahanku di manajemen pariwisata. Ada bayarnya satu juta lima ratus, buat daftarnya dua puluh lima ribu." Terangku.     

"Lah itu kalau nggak ikut gimana?"     

"Nah itu, sebenarnya untuk anak manajemen pariwisata sih di haruskan buat ikut semua. Kalau nggak ikut dengan alasan apapun dan tugas khusus yang di berikan nanti hasil nilaiku nggak bisa maksimal ma..."     

"Nggak maksimal itu gimana maksudnya?"     

"Ya kalau ikut sama kerja laporan yang sudah di kasih gitu bisa dapat nilai A, terus ada nilai tambahan di makalahnya, nanti di jadi'in satu di nilai akhir semester ini. Tapi kalau nggak ikut kemungkinan cuman bisa dapat B minus, bagus-bagus kalau dapat B plus. Itupun kalau makalah atau tugas khususku bagus juga. Nantinya juga di akhir semester nggak dapat nilai tambahan. Kan itu ngaruh di IPK ku maa..." Terangku.     

"Ya nanti deh mama coba ngerayu ke papamu biar bisa ikut kamunya. Kamu juga kalau di kasih kepercayaan di pakai baik-baik lho Ndra. Nggak seenaknya aja." Tukas mama bertepatan kami sudah tiba di depan pintu gerbang.     

"Makasi ya ma..." Ucapku kepada mama sambil bersikap manis.     

"Dari mana aja kalian? Kok beli otak-otak bandeng aja lama banget?" Sambung papa yang ternyata sedang duduk bersantai menunggu kami di teras rumah.     

"Ini lho tadi mampir ke swalayan juga belikan keperluan anakmu." Jawab mama yang langsung menghampiri bangku kosong di sebelah papa. Sedangkan aku langsung membawa barang-barang yang sudah aku beli ke dalam rumah untuk aku packing sebelum berangkat.     

"Ngapain kamu belikan barang-barang kaya gitu? Kan di dekat kosan Andra juga ada ma..."     

"Katanya anakmu harga di sana lebih mahal dari pada di sini. Makanya uang saku bulanan yang kamu kasih sering kekurangan ya karna beli barang-barang kaya gitu pa di sana..." Terang mama dengan sabar menjelaskan.     

Terdengar dari dalam rumah suara papa yang masih nggak terima dengan uang saku bulananku yang telah di berikan. Seakan-akan aku menghasut mama dan gaya hidupku di sana sangat boros mengikuti pergaulan teman-temanku di kampus. Terdengar menyakitkan memang, apalagi uang saku bulanan yang papa beri juga nggak begitu banyak menurutku. Hanya cukup dan ngepres untuk keperluanku selama sebulan saja. Hanya untuk makan dan kebutuhan kuliah. Itu diluar uang transport ataupun keperluan mendadak atau juga pas jalan-jalan sama teman-teman. Aku hanya terdiam di dalam rumah tak bisa mengatakan apapun ataupun menuntut papa memberikan uang saku lebih-lebih seperti teman-temanku. Aku memahami kondisi papa saat ini. Penghasilannya sedang menurun dari pada biasanya. Namun jika untuk keperluan orang lain, papa selalu ada dari pada untuk keperluar keluarganya sendiri. Aku langsung menutup telingaku seakan-akan aku tak mendengar apapun yang papa ucapkan tentang uang sakuku. Di luar juga aku mendengar mama mencoba merayu papa agar aku bisa ikut tour. Namun papa nggak menjawab sepatah katapun dan mama juga tak memaksa lagi, malah langsung masuk ke dalam rumah untuk membantuku menyiapkan seluruh barang yang hendak aku bawa sore itu.     

Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, masih ada sisa waktu sampai aku di jemput oleh Pak To. Aku dengan cepat mandi-mandi terlebih dahulu dan mengistirahatkan punggungku sejenak sampai Pak To tiba. Tak terasa aku sempat tertidur sejenak, dan papa yang membangunkanku jika aku sudah di jemput oleh Pak To yang sudah menunggu di depan rumah. Aku melihat ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul setengah empat sore, dengan sigap aku langsung beranjak dari tempat tidurku, mengambil ponsel, dan tas ranselku yang aku taruh di atas meja belajar. Sedangkan papa sudah memasukkan barang-barangku ke dalam bagasi mobil beserta traveling bagku. Aku langsung lari menuruni anak tangga dengan sangat cepat, khawatir Pak To telah menungguku lama di depan.     

"Nggak usah buru-buru niiik..." Teriak Pak To dari depan gerbang rumahku sambil tersenyum saat melihatku sudah di depan pintu rumah.     

Aku langsung berpamitan dengan papa dan mama yang berdiri di depan pintu gerbang, lalu langsung menaiki mobil Pak To yang masih belum ada penumpang sama sekali. Yap. Aku penumpang pertama yang di jemput sore itu dan ternyata hari ini hanya aku seorang yang di jemput oleh Pak To, sisanya hanya paketan yang harus di antar ke Ibu Kota. Aku duduk di bangku tengah tepat di sebelah jendela. Melihat mama dan papa yang terus memandangiku dari kejauhan hingga mobil travel yang aku tumpangi sudah tak terlihat lagi. Perjalanan hari ini lebih cepat dari pada biasanya karena hanya mengambil paket yang sudah di jadwalkan, dan sepanjang perjalanan aku tertidur pulas sampai nggak kerasa sudah masuk jalanan kota Ibu Kota. Gedung-gedung tinggi menjulang kelangit terlihat sangat besar di mataku. Aku langsung terjaga dan melihat sekeliling.     

"Ohh... Aku sudah sampai di Ibu Kota to..." Gumamku lirih sambil melihat ke arah jam arlojiku yang sudah menunjukkan pukul lima sore.     

Aku terdiam sambil melihat ke arah luar jendela yang hanya terlihat kendaraan bermotor yang sedang terkena macet saat itu. Ya. Jam pulang kerja selalu membuat beberapa jalan utama selalu macet, padat, dan merambat. Bunyi klakson kendaraan bermotor bersaut-sautan yang sering kali membuat polusi suara. Aku hanya terdiam di sepanjang jalan hingga 30 menit kemudian aku tiba di depan pintu kosan. Pak To mengehntikan mobilnya dan langsung membantuku untuk menurunkan barang yang aku bawa ke depan pintu kos. Setelah aku membayar jasanya, Pak To langsung pergi begitu saja dan lenyap di ujung jalan komplek kos ku. Aku segera masuk ke dalam kos yang saat itu tampak sepi. Hanya mbak-mbak kos yang sedang asik di depan televisi sambil bergosip. Sedangkan anak-anak kos tak terlihat satupun batang hidungnya.     

"Sore mbak..." Ucapku memberi salam saat masuk ke dalam rumah. Aku mengangkat karton makanan di tangan kiriku dan travel bagku di tangan kanan. Terlihat berat, namun aku enggan untuk meminta bantuan siapapun untuk membawakannya. Aku merogoh kantong tas ranselku saat mencari kunci kamar. Lalu aku langsung masuk ke dalam kamar yang gelap gulita serta langsung merebahkan tubuhku yang terasa lelah di atas tempat tidur. Aku sempat tertidur hampir tiga puluh menit sebelum ada suara bunyi telepon yang berdering di dekt telingaku.     

"Halooo..." Ucapku denga suara serak.     

"Ndra. Kakak di depan bukain!" Ucap Kak Dita.     

"Iya-iya. Tunggu bentar." Jawabku yang langsung mengakhiri panggilan tersebut.     

Aku nggak nyangka kalau Kak Dita tiba-tiba datang ke kosanku. Entah ada angin apa dia kesini. Aku yang masih setengah mengantuk pun akhirnya langsung beranjak bangun dari tempat tidurku, meskipun sambil terhuyung-huyung keluar kamar membukakan pintu buat Kak Dita. Kak Dita sudah menungguku di depan gerbang sambil memggendong tas kerjanya yang terlihat begitu berat dan penuh dengan berkas-berkas penting. Ia langsung masuk ke dalam kosan tanpa mengucapkan sepatah kata apapun hingga kami berada di dalam kamar.     

"Ya ampuuunn deekkk... kok berantakan gini sih kamar kamu?" Ucapnya saat pertama kali masuk ke dalam kamarku.     

"Ya aku lho baru balik dari rumah. Ini aja baru nyampek terus ketiduran setengah jam. Ya jelas berantakanlah! Orang belum sempat beres-beres juga." Jawabku.     

"Lho kamu abis pulang ta? Kok nggak bilang-bilang sih?!"     

"Iya aku pulang pun di suruh mama, soalnya Oma Mentik kemarin meninggal."     

"Hah? Yang bener? Mamanya Kak Putra itu kan?"     

"Iya. Mama suruh aku pulang. Ya udah. Kenapa emang?"     

"Nggak apa... Kan tahu gitu aku bisa nitip ke mama masakan."     

Aku diam saja saat kakak bilang seperti itu, karena aku tahu pasti kakak langsung telepon mama dan menanyakan bagiannya. Dan benar saja dengan dugaanku, kakak langsung menhubungi mama dan bisa-bisanya mama memberikan sebagian makanan yang aku bawa buat Kak Dita. Sedangkan makanan yang aku bawa kali ini, semua kesukaanku. Terlihat di raut wajah Kak Dita bahagia saat mendengar hal itu dari mama yang sangat begitu menyayangi kak Dita dari pada aku. Namun aku nggak bisa menolaknya juga, karena bisa semakin panjang urusannya jika aku menolak hanya karena sebuah makanan. Akhirnya malam itu aku langsung membongkar semua makanan yang ada di dalam kardus dan membukanya satu-persatu.     

"Kak, yang ini di makan di sini aja ya. Sisanya boleh deh kamu bawa pulang." Ucapku sambil mengambil kantong plastik.     

"Oke deh. Kamu ada nasi kan di kosan?"     

"Ya... ada harusnya di dapur. Bentar aku ambilin dulu, kamu tunggu di sini." Ucapku sambil lalu keluar kamar dan tak lupa membawa dua piring untuk kami makan.     

Kami langsung makan masakan dari mama sampai habis tak bersisa, lalu tiba-tiba kak Dita memberikanku beberapa uang tanpa mengucap sepatah katapun. Aku sempat terdiam dan nggak menerima uang tersebut.     

"Dek. Ini lho..." Ucap kakak yang masih memegangi uang tersebut di hadapanku.     

"Lha kok banyak banget? Tumben-tumbenan?" Jawabku.     

"Nggak mau nih? Biasanya kamu kalau di kasih duit seratur ribu aja sudah senengnya setengah mati. Ini kakak kasih duit banyakan malah bingung. Kalau nggk mau ya nggak apa sih... Malahan seneng kakak dapat uang tambahan..." Ucapnya yang menggoda aku.     

"Hah? Uang tambahan? Eh! Jangan-jangan ini dari papa ya buat aku?" Celetukku langsung mengambil uang tersebut dari tangan kakak. Kak Dita hanya tersenyum melihatku dan tak banyak bertanya apapun.     

"Wah! Ada dua juta kak! Nggak salah nih?!" Ujarku setelah menghitung semua uang yang aku terima.     

"Kenapa emangnya? Kamu mau kemana? Kata papa kamu mau ada acara kampus ya?"     

"Iya kak... Minggu depan ada acara tour ke Jogja dan itu juga sebagai tugas kuliah. Kalau nggak ikut nggak jamin nilaiku di semester ini naik." Ujarku.     

"Emang biaya tournya berapa? Kok papa kasih kakak banyak banget?"     

"Satu juta dua ratus lima puluh ribu lah totalnya buat pendaftaran dan akomodasi selama di jogjanya juga. berarti ini sisanya uang sanguku dong?"     

"Niihh... Kakak tambahin lima ratus... Udah kakak transfer... Jangan boros-boros, terus jangan cerita sama mama atau papa. Nanti malah kena omel lagi." Ujar kakak yang masih terus memperhatikanku yang terus tersenyum.     

"Iya makasi ya kakakku sayaannggg..." Ucapku sambil memeluk manja.     

"Tapi kok tumben akhirnya papa ngijinin aku ikutan acara kaya gini ya?" Tanyaku.     

"Uhmmm... kakak ya nggka tahu... tadi mama nggak bilang apa-apa juga. Coba kamu telepon mama deh. Kamu kalau sudah di kosan jarang telepon mama sih!"     

"Ya toh juga aku tiap minggu pulang. Belum aku punya aktivitas sendiri. Kalau telepon tiap hari dan berjam-jam kan ya nggak bisa doongg..."     

"Huuhh... terserah kamu aja deh dek. Udah ah, kakak mau pulang aja. Mau tidur." Ucapnya sambil mengambil tas dan berkas-berkas penting yang di bawa.     

"Ko Kevin nggak jemput kakak pulang kerja tadi?"     

"Nggak. Dia ada acara sama teman kantornya. Udah ah. Yuk buka'in kakak. Kamu hati-hati nanti kalau pergi. Telepon mama papa kalau mau berangkat nanti biar mereka tahu dan nggak khawatir."     

"Iyaaa.... Iyaa.... Hati-hati ya kak di jalan. Kalau sudah nyampek rumah telepon Andra." Ucapku mengantarkan kak Dita pulang dengan sepeda motornya. Aku langsung masuk kembali ke dalam kamar kosku.     

"Tumben hari ini sepi banget kosnya." Gumamku saat memperhatikan kosan yang terasa sepi dan sunyi. Padahal saat itu masih pukul delapan malam.     

Malam itu aku merasa sangat lelah meskipun hampir seharian ini aku belum melakukan pekerjaan yang berat dan melalahkan. Hingga akhirnya aku hanya menumpuk smeua barang-barang bawaanku dari rumah ke pojokan kamar, hanya makanan-makanan yang masih di bungkus rapi aku taruh ke dalam kulkas kos dan memutuskan untuk langsung tidur awal malam itu.     

Pagi mulai datang, cahaya matahari masuk melalui ventilasi dan menyinari kamarku yang masih gelap sedari semalam. Suara mbak Sum juga sudah terdengar lebih kencang dari pada biasanya memanggil satu persatu anak-anak dari lantai atas yang membuat keributan di pagi hari. Akupun langsung terbangun dan melihat ke arah jam wekerku yang ada di atas meja belajar.     

"Lho? sudah jam delapan! Mampus aku telat ke kampus ini!" Ucapku spontan saat melihat jarum jam yang sudah menunjukkan di angka delapan tanpa melihat jarum detik yang tak bergerak sama sekali.     

"Wadduuuhhh... kok ya nggak kebangun sih! Biasanya kan kalau ada bunyi jam weker aku langsung banguunn..." Gerutuku sambil beberes untuk ke kampus dan berniat tidak mandi pagi itu.     

"Mau kemana Ndra?" Tanya Karin yang juga baru saja bangun tidur dan hendak ke kamar mandi.     

"Mau kelas. Aku telat ini Rin. Daahhh..." Ucapku dengan tergesa-gesa keluar kosan.     

"Lho Ndra! Tunggu!" Teriak Karin dari dalam, akupun langsung menghentikan langkahku dan menoleh ke belakang.     

"Apa Rin?"     

"Kamu ini mau kelas DDMP to? Di ruangan E.C 3.2?"     

"Iya. Maka e itu. Dah ya..."     

"Heh! Kamu lho salah jam!"     

"Hah? Salah jam apanya to? Aku tadi bangun sudah jam delapan lho!"     

"Heh Ndra! Ini lho masih jam enam! Kamu ngelindur ya!" Tukas Karin dengan suara tegas dan sambil menunjuk ke arah jam dinding di kamarnya. Melihat hal tersebut, aku masih belum percaya dan langsung melihat jam di layar ponselku. Mata ku terbelalak dan mulutku menganga lebar saat benar-benar mengetahui kebenaran tersebut.     

Karin terbahak-bahak tertawa puas melihat kebodohanku pagi itu. Mukaku memerah malu dan langsung berjalan kembali menuju ke kamar. Mbak Sum yang saat itu sedang menyapu halaman kosan pun ikut tertawa kecil di belakangku. Aku benar-benar merasa malu sampai akhirnya aku memutuskan untuk mandi-mandi sebelum benar-benar pergi ke kampus.     

Jam 06.45 WIB aku langsung keluar kos bersamaan dengan Karin yang sudah menungguku di depan pintu pagar. Tampilan yang fancy dan modis terlihat mencolok bagiku saat melihatnya pagi itu. Hampir semua yang ia kenakan terlihat masih baru dan belum pernah aku lihat sebelumnya. Tasnya, bajunya, dan sepatunya. Hanya celana panjang jeans biru muda yang selalu ia kenakan selama kuliah yang aku tahu. Kami berjalan dan melewati rumah demi rumah saat menuju ke kampus. Aku memperhatikan apa yang menempel di tubuh Karin tanpa aku sadari. Hampir barang baru yang ia kenakan saat itu semuanya bermerek, dan yang aku tahu merek itu tidaklah murah ataupun dapat di jangkau oleh anak kos seperti kami. Aku pun iseng menanyakan barang yang ia kenakan agar kami tak merasa canggung.     

"Cieee... tas baru nih yee..." Celetukku sambil tersenyum melihat ke arah Karin yang sibuk membalas pesan sambil jalan.     

"Hah? Hehehe... iya Ndra... Kemarin minggu baru di belikan sama kokoku." Ucapnya sambil tersipu malu.     

"Ohh... Kokomu kemarin datang ya?" Tanyaku lagi yang sebenarnya nggak tahu maksud dari ucapannya dengan kata 'koko' itu adalah pacarnya.     

"Iya Ndra... Hehehehe..." Jawabnya sekali lagi sambil tersenyum.     

("Kok aneh sih nih anak, kenapa di belikan sama kokonya kok ya senyam senyum gitu sih?! Eh, tapi bukannya Karin nggak punya koko kandung ya? Lha terus siapa dong? Masa koko yang di maksud itu pacarnya sih? Kan Karin juga sudah lama putus sama kak Andrew?") Gumamku dalam hati, dan aku tak ada nitan lagi untuk mengkorek lebih jauh masalah hubungannya dengan kekasih barunya.     

Kami terus berjalan hingga akhirnya kami telh tiba di gedung kampus dan terlihat dari kejauhan terdapat banner-banner tour yang sudah berdiri di depan ruang dosen dengan beberapa panitia yang mengenakan seragam batik.     

"Lho iya aku belum bilang mami nih kalau ada acara tour ke Jogja. Kamu gimana Ndra? Sudah bilang dan boleh ikut?" Tanya Karin saat kami baru saja melewati stand tersebut.     

"Sudah kok. Ini nanti setelah selesai kelas mau daftar."     

Mendengar jawabanku, Karin langsung menghubungi maminya dan mengatakan jika hari ini hari terakhir pendaftaran, padahal hari terakhir pendaftaran masih hari rabu, dua hari lagi. Akupun pura-pura nggak mengetahuinya dan langsung meninggalkan Karin di belakang. Menaiki anak tangga pagi-pagi menuju ke lantai tiga apalagi belum sarapan itu memang sesuatu sekali rasanya. Seperti olahraga namun menguras energi yang tersisa dari semalam. Aku dengan cepat menuju ke ruang kelasku dan ternyata di dalam kelas sudah terisi penuh dengan mahasiswa lainnya, terlihat ramai dan sesak di dalam kelas, namun aku dengan cepat langsung duduk di bangku depan paling ujung dekat pintu. Bangku yang paling jarang menjadi perhatian dari dosen saat mengajar. Saat aku sedang mempersiapkan buku dan metari yang akan di pelajari hari ini, Karin masuk di susul dengan dosen yang berjalan di belakangnya. Ia langsung duduk di bangku paling belakang dan tengah bersama dengan teman-teman barunya. Meskipun saat ia masuk ke dalam ruang kelas, ia melirik ke arahku yang sedang mempersiapkan bangku kosong untuknya, namun apa yang aku lakukan barusan tak di anggapnya dan ia memilih dengan yang lain. Aku hanya terdiam dan langsung berusaha fokus pada materi yang baru di buka oleh dosen kami.     

Jarum jam di dinding kelas menunjukkan pukul 10.00 WIB yang menandakan kelas pagi itu telah berakhir. Aku yang duduk di dekat pintupun langsung merapikan semua buku dan alat tulisku, dan langsung berlari menuju ke stand tour sebelum semakin ramai dengan anak-anak yang lain untuk mendaftar. Benar saja, saat aku tiba di lantai satu, satnd tersebut sudah mulai di padati anak-anak lainnya dan aku bergegas lebih lagi menuju ke stand tour sambil menyiapkan uang yang sudah di beri oleh kak Dita. Selesai mendaftar, aku langsung berjalan ke arah kantin terdekat. Karena sudah sangat lapar dan lemas aku berjalan dengan sangat pelan hingga melihat kantin yang sudah di penuhi dengan mahasiswa-mahasiswa yang lain yang sedang membeli sarapan. Akupun melihat salah satu stand makanan yang masih sepi pengunjung dan dengan cepat melangkahkan kakiku ke sana. Selesai makan aku merasa sangat kenyang hingga tak bisa bangkit dari tempat dudukku, hingga akhirnya aku memutuskan untuk duduk di kantin beberapa saat sebelum masuk ke kelas selanjutnya. Yap. Hari ini kelasku lumayan padat hingga ada jeda istirahat cuman setengah jam dari tiap sesi kelas. Sehingga aku harus benar-benar pintar mengatur waktuku jika ingin makan di stand makanan yang sangat ramai. Lima menit sebelum kelas di mulai, aku sudah berjalan kembali menuju ke kelas selanjutnya yang juga di lantai tiga gedung lain, dan menyelesaikan sepanjang hari ini di kampus sembari mengerjakan tugas bersama Cherryl di gazebo.     

Matahari mulai meredupkan cahayanya, dan berganti dengan warna jingga yang menghiasi langit. Itu menandakan hari sudah sore dan sebentar lagi malam akan tiba. Aku dan Cherryl yang masih di kampus dengan muka yang sudah mulai kucel dan bau kringatpun rasanya enggan untuk pulang. Kami masih berkelut dengan tugas-tugas individu kami yang harus di selesaikan hari ini juga karena besok sudah di kumpulkan. Mataku mulai panas melihat banyaknya tulisan di layar laptop yang kubawa, serta perut yang nggak bisa di ajak kerjasama di saat-saat tugas yang hampir selesai. Aku memaksakan diriku untuk menyelesaikan tugas ini dengan cepat dan memutuskan untuk memeriksanya kembali nanti saat tiba di kos. Lalu aku langsung pulang bersama Cherryl yang ikut bersamaku menginap di kos.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.