The Eyes are Opened

Malam Jum'at Kliwon (Part 02)



Malam Jum'at Kliwon (Part 02)

Matahari semakin terik, namun entah kenapa dengan sekejap, awan putih yang tebal dan besar melintas di atas kepala sehingga membuat terasa lebih teduh. Hampir semua anak sudah masuk ke dalam bus tinggal menunggu Alex dan Andhika yang belum masuk ke dalam bus karena masih mengatur mading di bagasi bus bersama supir dan pak Lukas.     

"Eh Rin, aku ke toilet dulu ya. Jangan di tinggal lho!" Ucapku pada Karin yang tengah duduk di bangkunya bersama Cassandra.     

"Iya. Eh, ada yang mau ke toilet lagi nggak selain Dyandra?" Ucapnya kepada anak-anak di dalam bus.     

"Iya aku juga Rin." Teriak Melinda.     

"Oke. Yang mau ke toilet segera ke toilet. Aku tungguin!" Ujar Karin dan seketika beberapa anak menuruni bus dan langsung berlari menuju toilet terdekat.     

"Lho pada kemana semua anak-anak tadi?" Tanya Pak Lukas yang baru saja menaiki bus.     

"Ke toilet pak." Jawab Karin.     

Setelah menunggu selama lima menit, aku bersama anak-anak yang tadinya ke toilet akhirnya masuk ke dalam bus dan kami berangkat menuju ke tempat lomba mading. Langit terlihat sendu, udara di luar mulai terasa lembab dan dingin seakan hendak turun hujan lebat sebentar lagi. Aku masuk ke dalam bus terlebih dahulu sebelum yang lain masuk dan langsung mengambil tempat duduk di dekat jendela bangku nomor empat dari depan baris sebelah kiri. Aku terus memandangi langit yang perlahan berubah warna menjadi kelabu. Lalu tanpa sengaja aku memperhatikan anak-anak yang masih berbaris saat memasuki bus. Terlihat ada seoarang anak menggunakan pakaian berwarna putih berbaris di bagian belakang. Aku mencoba untuk melihat siapa anak tersebut hingga aku berdiri, namun tetap saja wajah dari anak tersebut tak terlihat olehku. Aku semakin penasaran dengan sosok anak itu dan merasa heran siapa yang tak menggunakan baju yang berwarna biru hari ini.     

"Siapa ya itu? Kok pakai baju warna putih? Bukannya sudah di kasih tahu di grup jika menggunakan baju warna biru ya? Tadi seingatku juga nggak ada anak yang ikut ke toilet pakai baju putih deh? Kebanyakan pakai baju biru muda atau biru tua." Gumamku dalam hati sambil terus memperhatikan setiap anak yang masuk ke dalam bus hingga akhirnya aku melihat Bella yang masuk paling akhir. Lalu setelah Bella naik ke dalam bus, Pak Lukas langsung menutup pintu bus dan tak lama kemudian busnya berjalan tanpa ada anak lain selain Bella naik ke dalam bus. Aku semakin heran dengan apa yang baru saja ku lihat. Sesekali mencari, mengintip dan menoleh tiap anak yang duduk di bangku depan maupun di sisi kananku ataupun di belakangku. Aku terus beberapa kali memastikan jika tidak ada anak yang mengenakan baju berwarna putih.     

"Kamu itu lagi cari apa sih Ndra? Kok dari tadi tengak tengok ke sana kemari aja." Ujar Alex yang duduk tepat di belakangku.     

"Nggak kok. Aku cuman mau mastiin aja nggak ada anak yang ketinggalan kan?"     

"Ya mana ada anak yang ketinggalan? Orang kita satu tim cuman sepuluh anak kok. Ia kalau satu bus penuh baru kamu periksa, mungkin ada anak yang ketinggalan."     

Mendengar Alex berbicara seperti itu, Karin langsung berdiri di bangkunya dan memeriksa kembali timnya yang ikut hari ini. Dan memastikan semua anak mendapat tanda pengenal agar nantinya tidak tertukar ataupun tersesat dengan sekolah lain. Lalu Karin kembali ke tempat duduknya.     

Hampir tiap anak duduk satu bangku satu anak. Hanya Karin dan Cassandra yang duduk bersebelahan. Aku tak memperdulikan hal itu. Anak-anak yang duduk di bagian paling belakang bus asik dengan aktifitasnya sendiri. Mereka membawa sebuah gitar dan memainkan lagu yang di iringi dengan gitar tersebut. Seketika suasana di dalam bus selama perjalanan menjadi sangat berwarna. Suara teriakan meriah menambah keseruan hari ini di tambah bulir-bulir air hujan perlahan turun membasahi kaca jendela bus selama perjalanan hingga akhirnya hujan deras pun turun. Selang setengah jam kemudian, suasana di dalam bus seketika berubah menjadi sunyi. Terlihat beberapa anak mulai mengantuk dan sebagaian terlihat bosan, sebagian yang lainnya sedang asik bermain game dalam ponsel mereka. Akupun mulai menyandarkan kepalaku di dinding kaca bus dan menaruh kakiku di bangku sebelah sambil perlahan memejamkan mataku yang mulai terasa berat.     

Terasa sangat lama saat aku mulai tertidur, dari yang awalnya bus sangat ramai, perlahan di setiap perjalanan hampir semua anak mulai terlelap dalam tidur siangnya saat itu. Hingga tak terasa saat bus melewati daerah kota kecil perbatasan dengan kotaku dengan Ibu Kota, dimana di kiri kanannya masih terdapat hutan yang sangat lebat, dan beberapa kilometer terdapat perkebunan tebu dan jagung. Jalanan saat itu juga sangat sepi apalagi hari ini hujan lebat turun membuat semakin sepi di tengah jelan hampir tak ada kendaraan yang lewat satupun. Hanya ada petani-petani kebun yang berteduh di bawah pohon menghindari hujan siang itu. Pemandangan di luarpun semakin tak terlihat karena hujan yang begitu lebat membuat supir bus membawa bus ini sangat hati-hati dan pelan. Gelegar petir dan gemuruh guntur yang menyambar saling saut bersautan menghiasi langit di kala hujan hari ini membuat kami anak-anak dalam satu bus benar-benar terlelap dalam tidurnya. Hawa dingin dari Air conditioner dalam bus yang dingin membuat kami tertidur nyenyak. Namun tidak denganku. Saat itu aku hampir tak dapat tidur kembali ketika bus yang masih melintasi jalan kecil dan sempit di tengah perbatasan kota. Suasana di dalam bus seketika terasa sangat tak menyenangkan. Seakan terasa sesak dan menusuk ke dalam tulang. Aroma bunga yang sangat harum seketika tercium olehku, namun juga sesekali tercium aroma busuk seperti bau sampah yang busuk membuatku ingin mual dan muntah. Sampai aku membuka tasku dan menggosokkan minyak gosok yang selalu ku bawa di bawah hidungku agar bau busuk itu tak tercium olehku.     

"Iiiihh siapa sih yang pakai minyak gosok kaya emak-emak?" Teriak Bella yang duduk di bangku depan tepat di sebelah Pak Lukas.     

"Aku Bel, kenapa?"     

"Kenapa kamu kok pakai minyak gosok Ndra? Kamu sakit ta?"     

"Nggak aku ngerasa pusing aja. Kenapa? Kamu nggak bisa nyium bau minyak gosok?"     

"Iya. Duuhh.. jangan pakai minyak gosok lagi dong. Nggak enak nih jadinya." Ucapnya sambil menutup hidungnya dengan slayer yang ia kenakan.     

Hingga saat itu aku masih belum menyadari jika di dalam bus ini terdapat makhluk ghaib. Akupun tak ada firasat apapun selama perjalanan. Bulu kudu merinding pun aku nggak merasakannya. Maka dari itu aku hanya bersikap biasa dan berpikir jika bau busuk itu berasal dari luar ketika bus sedang melewati tempat pembuangan sampah daerah perbatasan.Semakin lama bau busuk itu semakin menyengat seakan-akan bau itu dengan denganku. Begitu juga bau yang sangat harum bak bau bunga itupun tercium olehku semakin lekat di hidungku sehingga membuatku semakin pusing. Aku sampai berdiri dari bangku yang aku duduki dan mencari sumber bau yang sangat menyengat tersebut. Memastikan anak-anak yang duduk di sekitarku tidak ada yang melepaskan sepatunya dan hanya mengenakan kaos kaki saja di dalam bus. Namun saat itu aku tak menemukan anak yang melepaskan sepatunya. Hampir semua anak mengenakan sepatunya masing-masing. Lalu tanpa sengaja aku menjatuhkan ponselku, akupun langsung meraihnya yang terjatuh di bawah bangku. Saat aku mencoba meraihnya sambil melihat ke bawah, aku terkejut melihat sepasang kaki yang nggak menggunakan sepatu mengayun-ayunkan kakinya dan duduk tepat di belakang bangku ku. Aku hanya dapat terdiam melihat hal tersebut, dengan cepat aku mengambil ponsel yang telah ku temukan lalu aku langsung mengintip ke arah belakang. Terlihat dari sela-sela bangku terdapat sosok perempuan berparas manis mengenakan pakaian gaun putih panjang, dengan rambut sebahu duduk di sebelah Alex. Aku terus menatap ke arah sosok itu sampai akhirnya sosok itu melihat ke arahku dan tersenyum. Aku langsung terkejut dan membalikkan tubuhku dengan cepat.     

"Woi Ndra kamu itu dari tadi ngapain aja sih?! Kok gerak mulu."     

"Apa'an sih Lex, orang tadi mau ambil ponsel yang jatuh kok di kolong bus. Kenapa emangnya?"     

"Ya abisnya gerak terus. Berisik tahu! Jadi nggak bisa tidur nih!" Tukas Alex dengan raut wajah yang kesal sambil menyipitkan kedua matanya, lalu melanjutkan tidur siangnya.     

"Iya-iya maaf Lex.. Udah tidur o lagi." Bisikku pelan sambil tetap duduk di posisi menghadap ke depan.     

"Ya aku jadi nggak bisa tidur lagi nih! Gara-gara kamu nih banyak gerak!" Ucap Alex sewot sambil menendang belakang bangku ku.     

Akupun dengan spontan langsung menoleh ke belakang dan berbicara dengan Alex dengan nada yang keras.     

"Heh Lex! Kalau ke ganggu ya ke ganggu aja! Toh aku bicara ke kamu baik-baik dan aku juga sudah minta maaf, ngapain kamu pake acara nendang-nendang bangku ku? Kok ya cari gara-gara sih kamu ini!" Teriakku di dalam bus yang membuat semua anak menoleh ke arahku.     

"Hehehehe.. Ya maaf Ndra.. Aku juga nggak sengaja kok itu.. Tadinya mau angkat kakiku ke bangku sebelah.. Eh, nggak tahunya malah ke tendang bangkumu. Hehehe.. Maaf yaaa... Hehehe.." Ucapnya sambil cengengesan.     

Melihatnya yang seperti itu seketika raut wajahku berubah seakan hendak marah melebihi batasnya dan ketika aku hendak menghampiri Alex yang bersikap seperti itu, Bella yang tadinya duduk di sebelah kananku tak memperdulikan perdebatanku dengan Alex seketika bangkit dari bangkunya dan berusaha untuk menahanku agar tak terjadi perkelahian di dalam bus saat itu. Beberapa anak yang lain pun ikut membelaku dan memberi nasehat kepada Alex. Di saat aku sedang mendengarkan anak-anak laki-laki yang menasehati Alex, aku melirik ke arah bangku sebelah Alex yang kosong.     

("Lho kok nggak ada orang? Perasaan tadi aku intip ada orang deh duduk di sini? Kok ya aku baru sadar sekarang kalau di sebelahnya Alex nggak ada orang sama sekali. Terus yang aku lihat tadi siapa dong?") Gumamku dalam hati sambil mencoba menenangkan emosiku saat itu.     

"Sudahlah Ndra... Nggak usah di tanggapi Alex yang kaya gitu. Kadang dia emang seenaknya sendiri.. Tapi nggak usah di masukin hati Ndra.." Ucap Bella mencoba menenangkanku.     

"Ya nggak di masukkan ke dalam hati sih bisa aja. Tapi sikapnya itu lho! Tolong di rubah lah.. Ngeselin banget gitu. Kalau nggak di kasih pelajaran mana ngerti tuh anak." Ucapku yang terus mengomel di hadapan Bella.     

"Sudah-sudah! Kalian duduk semua!" Teriak Pak Lukas yang akhirnya turun tangan.     

"Kalian ini sudah besar kok ya kaya anak kecil! Kamu juga Lex, kalau duduk di kursi kaya gini itu kakinya yang sopan. Nggak salah kalau temanmu yang duduk di bangku depan ini marah sama kamu. Lihat nih! Bapak ada di sini aja kamu duduknya masih kaya gitu! Kakimu nggak kamu turunin!" Tukas Pak Lukas yang mulai emosi dengan sikap Alex saat di tegur.     

"Ya abisnya kaki saya capek pak. Saya mau tekuk bergantian, eh malah ketendang bangkunya Dyandra." Ucap Alex dengan wajah tanpa bersalah kepada Pak Lukas.     

"Sudah-sudah! Ayo Alex minta maaf ke Dyandra! Kamu duduk yang benar! Kalau kamu capek dengan kakimu seperti itu, duduk di depan sana dekat pak supir dan kondekturnya!" Ucap Pak Lukas sembari menunggu kami saling memaafkan.     

Setelah selesai saling memaafkan, aku kembali duduk di bangku ku dan ketika aku menoleh ke arah jendela dengan maksud melihat pemandangan sekitar, terlihat di pantulan kaca jendela bus, aku melihat sosok perempuan itu duduk di sebelahku sambil terus tersenyum kepadaku. Aku langsung membalikkan badan dan melihat ke sebelahku, nggak ada siapapun yang duduk di sebelahku. Aku kembali melihat di pantulan kaca jendela bus, dan lagi-lagi aku melihat sosok itu. Aku terus mengulanginya sampai tiga kali dan seketika itu aku hanya terdiam tak dapat berkata apapun. Aku menyadari jika sosok itu adalah sosok yang aku lihat saat hendak berangkat tadi siang. Aku berpura-pura untuk tak melihatnya dan terus melihat ke arah luar jendela bus dimana hujan yang dari tadi turun dengan sangat deras, kini sudah berhenti. Namun cuaca langit masih meredup tanda matahari sudah tenggelam ke barat. Bus yang kami tumpangipun sudah mulai memasuki Ibu kota. Terlihat dari kejauhan pantulan cahaya lampu-lampu dari gedung-gedung tinggi yang menjulang menghiasi pemandangan dari balik jendela bus. Kendaraan-kendaraan mobil lalu lalang dari berbagai arah. Tak hanya itu, jalanan yang tadinya sangat lancar, kini perlahan mulai terlihat macet dimana-mana. Aku melihat ke arah layar ponsel yang aku pegang dari tadi.     

"Hhh.. sudah jam tiga sore.. ternyata.." Gumamku sambil terus melihat ke arah sekitar bus.     

Bau busuk yang menyengat sedari tadi pun tercium lagi olehku. Aku langsung mengambil minyak angin yang aku taruh di kantung celanaku lalu menghirupnya dalam-dalam.     

"Kenapa bau busuk lagi sih? Bukannya tadi sempat hilang baunya? Kok sekarang bau lagi?" Gumamku sambil mencari sumber bau busuk tersebut. Aku sampai melihat ke belakang dimana Alex duduk dan berpikiran jika Alex melepas sepatunya hingga bau kaos kakinya tercium olehku. Namun Alex tak melepas sepatunya sama sekali dari tadi. Aku langsung kembali ke tempat dudukku dan terus memberikan minyak angin di bawah hidungku sambil sesekali aku menghirupnya dalam-dalam agar nggak membuatku mual di sepanjang perjalanan.     

"Nah, anak-anak ayo kalian bersiap-siap. Sebentar lagi kita akan sampai di tempat lomba madingnya. Barang-barang kalian segera di rapikan dan dimasukkan ke dalam tas kalian. Jangan sampai ada yang tertinggal." Ucap Pak Lukas mengingatkan kepada kami.     

"Lho pak kita nanti nggak pakai bus ini ta waktu pulang nanti?" Tanya Andhika.     

"Nggak. Bus ini akan kembali ke pangkalannya yang ada di Ibu Kota. Nanti kita pulang menggunakan bus lain. Oleh karena itu tolong di periksa kembali barnag-barang kalian jangan sampai ada yang tertinggal satupun di dalam bus ini. Kalau sampai ada yang tertinggal bakalan susah untuk mengambilnya. Perhatikan kartu identitas kalian! Dan jangan lupa nanti Andhika dan anak-anak cowok yang lain mengambil madingnya di bawah bagasi bus ya! Ow ya ini kita masuk dari mana Karin?"     

"Lewat belakang gedung pak! Ada tempat buat loading deknya di belakang gedung! Ini pak mapnya." Ucap Karin sambil menunjukkan map pintu yang akan kami masuki.     

"Oke. Makasi Rin, kamu siap-siap aja dulu dan duduk di bangkumu lagi." Ucap Pak Lukas sambil berjalan ke arah supir untuk memberi tahu arah jalan yang akan di masuki.     

Bau busuk terus menyengat di hidungku yang sesekali timbul, sesekali menghilang sehingga membuat ku semakin pusing dan nggak tahan untuk keluar dari bus tersebut. Namun untungnya tak butuh waktu yang lama, bus yang aku tumpangi akhirnya mulai memasuki sebuah gerbang besar berwarna putih tulang dimana pintu titu adalah pintu belakang dari gedung perlombaan yang kami ikuti. Banyak kendaraan besar yang keluar masuk dari pintu tersebut hingga terdapat kontainer besar yang baru saja keluar dari pintu itu. Satu persatu mobil pick up yang juga membawa bahan mading untuk lomba pun terlihat mengantri di belakang bus kami untuk masuk. Dan tak lama kemudian bus kami memasuki pintu gerbang tersebut dan di depan bus terdapat seorang security yang menghadang kami.     

"Selamat sore pak! Boleh saya tahu ada keperluan apa lewat sini?" Tanya petugas security pada Pak Lukas yang sudah bersiap di samping pintu keluar bus.     

"Oh kami mau masuk untuk ikut lomba mading pak."     

"Oh baik pak. Bisa ikuti mobil box di depan sana? Nanti setelah itu belok kiri dan ada satu pintu gudang yang terbuka, nanti bapaknya bisa turunkan bagan madingnya ke sana. Di sana ada panitia dari lomba mading yang menunggu pak." Jelas petugas security.     

"Baik pak terima kasih infonya."     

["Ya? Mau kemana? Oke! Ikuti bus ini ya!"] Terdengar suara teriakan petugas security pada mobil pick up di belakang kami.     

Supir bus pun langsung menancapkan gasnya mengikuti arahan dari petugas security dan benar saja, setelah kami berjalan lurus dan belok ke arah kiri, terlihat seorang pria tinggi mengenakan kaos hitam dengan tulisan Panitia di pungggung bajunya sambil mengarahkan bus kami untuk parkir.     

Setelah bus berhenti, Pak Lukaspun langsung menghampiri pantia tersebut dan melakukan daftar ulang sambil anak-anak laki-laki yang lain menurunkan bagan mading yang kami bawa.     

"Waahhh ada yang cuil nih!" Teriak Alvaro saat melihat bagan mading di bagian paling bawah rusak.     

"Ya maklum lah Ro.. bahannya aja sterofoam gini kok. Ya pasti ada cuil-cuil e sedikit." Jawab Andhika.     

Ketika mereka sedang menurunkan bagan mading dari bagasi bus, seketika menyeruak bau busuk keluar dari sana. Aku yang bertepatan berdiri di dekat sana langsung tak tahan dengan bau yang menusuk hingga ke hidungku dan langsung menutupinya dengan jaket yang aku bawa.     

"Kenapa kamu Ndra?" Tanya Melinda.     

"Ini lho ada bau dari bagasi bus. Kamu nggak ngeciumnya?" Jawabku.     

"Bau apa'an?"     

"Bau kaya bau busuk gitu lho. Nggak nyium ta?"     

"Hah? Bau busuk? Nggak tuh. Kalau bau solar iya. Kan bau asap kendaraan dari bus ini. Hehehe.. Tapi kalau bau busuk nggak ada tuh." Jawabnya dengan tatapan yang sedikit bingung dengan melihatku.     

"Ya udah deh. Yuk Mel, kesana. Anak-anak pada antri di sana tuh dapat gelang tiket masuknya." Ucapku sambil menarik lengan Melinda ke arah anak-anak yang berbaris di depan meja daftar ulang.     

Setelah kami semua mendapatkan gelang tiket masuk sebagai anggota tim yang ikut lomba, kami pun di arahkan untuk masuk lewat pintu belakang dari gedung ini. Memasuki lewat lift barang yang ada di belakang meja pendaftaran sedangkan Andhika, Alex, Kenzo, dan Alvaro berjalan sambil membopong bagan mading melalui pintu barang yang lebih besar untuk di bawa ke ballroom lomba bersama salah satu panitia yang menemani mereka. Ketika aku melihat dari kejauhan saat mereka berlima memasuki lift barang besar, terlihat sekilas sosok makhluk dengan pakaian serba putih duduk di atas bagan mading yang telah kami buat sambil menghadap ke bawah. Saat aku melihat hal tersebut seketika bulu kuduku berdiri dan aku semakin terdiam. Namun tak hanya satu yang terlihat oleh ku saat itu. Aku melihat ada beberapa yang juga ikut masuk ke dalam lift tersebut dan aku tak dapat melakukan apapun. Aku hanya terdiam sambil mengikuti anak-anak yang lain masuk ke dalam lift.     

("Apa itu barusan yang aku lihat? Kok ada 'itu' sih yang ngikut? Apa gara-gara itu juga aku dari tadi nyium bau busuk? Hiiiii.. kok ngeri sih mading yang di buat sekolahku ini...") Gumamku dalam hati sambil berkali-kali meremas kedua tanganku yang ketakutan setelah melihat sosok 'itu'.     

Setelah kami turun dari lift barang, kami di tuntun dengan seorang panitia berjalan di antara lorong yang panjang dengan pintu-pintu besar di sebelah kanan.     

"Kak ini sudah sampai di ballroomnya ya?" Tanya Karin yang berjalan di depan bersebelahan dengan panitia tersebut.     

"Iya benar. Ini kalian sudah tiba di belakang ballroom yang kita gunakan untuk acara lomba mading. Jadi nantipun kalian kalau mau keluar masuk dari ballroom juga lewat sebelah sini. Di depan sana ada toiletnya kok. Jadi kalian nggak perlu khawatir jika ingin ke toilet. Nah, kalau kalian mau ke mallnya bisa lewat pintu yang ada di depan saat kita masuk pertama itu ada pintu tulisannya keluar, nah kalian bisa lewat situ. Jadi nggak ada anggota lomba yang nantinya keluar masuk lewat pintu utama. Karena pintu utama di utamakan untuk keluar masuknya penonton yang hendak menonton lomba ini." Terang panitia tersebut sambil berjalan memberikan arahan kepada kami.     

Kami berjalan hampir lima menit dari pintu keluar lift dan akhirnya kami di beri tahu pintu masuk ke dalam gedung ballroom perlombaan. Terlihat dari jauh telah banyak anggota lainnya yang mengikuti perlomba'an ini. Dari berbagai sekolah yang ada di Jawa Timur semuanya ikut serta, namun kebanyakan yang ikut serta perlomba'an mading ini dari wilayah Ibu Kota itu sendiri. Kami perlahan berjalan di antara para anggota lain yang tengah berbenah bagan mading mereka yang jauh lebih bagus dan menarik dari bagan mading sekolahku. Cukup jauh kami berjalan mencari bagan mading sekolahku hingga akhirnya Andhika yang memiliki postur tubuh yang tinggi melambaikan tangannya kepada kami sebagai tanda. Akhirnya kami menghampirinya dan ikutan berbenah pada bagan mading yang hampir terlepas ataupun rusak. Di saat itu aku sempat terkejut ternyata...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.