The Eyes are Opened

Murid Pindahan



Murid Pindahan

0Setelah kejadian siang itu, mama masuk kedalam kamarku dan mendapati wajahku yang bengak dan sembab. Lalu mama memelukku tanpa bertanya apapun terlebih dahulu. Aku kembali menangis di dalam pelukan mama sampai tersedu-sedu. Tanpa sadar tangisanku membuat baju mama hingga basah sampai aku berhenti menangis.     
0

"Sudah. Cup ya.. cupp.." Ucap mama dengan sabar yang masih terus memelukku meskipun aku sudah berhenti menangis.     

Aku mulai perlahan melepaskan pelukan mama dan duduk di sebelahnya sambil menghapus air mata dan ingus yang terus keluar membasahi pipiku.     

"Ma, ternyata sangat sakit ya setelah putus itu. Aku nggak tahu kalau sesakit ini apa lagi putusnya karena ko Azka selingkuh di belakangku."     

"Ya.. memang seperti itu namanya cinta. Pasti ada rasa pahit, manisnya selama kamu menajali hubungan dengan seseorang. Nggak ada yang namanya sebuah hubungan itu berjalan yang sangat mulus tanpa ada permasalahan di dalamnya. Kamu juga harus jadi pribadai cewek yang kuat agar kamu nggak di injak-injak oleh pasanganmu kelak. Lalu sekarang kamu sendiri gimana? Apa masih ada perasaan sayang sama Azka meskipun kamu sudah putus dan tahu ia selingkuh di belakangmu?"     

"Ya nggak tahu ma.. Yang aku rasakan sekarang cuman kecewa aja, dan nggak pengen buat ketemu lagi dengannya. Tapi kalau kaya gini apa bisa menjadi seorang pasanganku kelak di masa depan ya ma?"     

"Ya.. nggak tahu nak.. Jodoh itu di tangan Tuhan. Kita yang menentukan sama siapa kita akan hidup bersama sampai tua nanti. Tuhan sudah memberikan pilihan yang terbaik menurutnya untuk kita, tinggal kita yang pilih mau sama siapa yang sesuai dengan kebutuhan kita. Kalaupun Azka bakalan jadi jodohmu, nggak akan kemana kok nan. Pasti akan kembali lagi sama kamu bagaimana caranya Tuhan pasti akan mempertemukanmu dengannya kembali."     

Mendengar ucapan mama membuatku lebih tenang dan dapat berpikir jernih serta positif jika jodoh memang sudah di atur oleh Yang Maha Kuasa.     

"Udah yuk, jangan nangis aja. Cepetan mandi terus turun ya.. Kita ajak papa jalan-jalan gimana?" Ucap mama sambil tersenyum kepadaku dan beranjak dari kamarku. Aku yang mendengar hal itu langsung bergegas mengambil handuk dan baju gantiku. Aku berlari menuju kamar mandi dengan semangat dan mulai saat itu aku menjalani hidupku dengan positif dan mencoba untuk bangkit kembali.     

Keesokan harinya, aku bersekolah seperti biasanya, masuk ke sekolah juga seperti biasanya. Meskipun sangat berat karena masih sering melihatnya di sekolah, namun sebisa mungkin aku selalu menghindarinya di tempat-tempat yang sering ia kunjungi. Aku menjadi lebih sering berangkat lebih awal dari pada biasanya dan sangat jarang buatku untuk pergi ke kantin sejak aku putus dengan kak Azka. Aku lebih memilih berdiam diri di kelas sambil membaca buku novel atau komik dan hanya makan dari bekal yang aku bawa dari rumah. Hal itu sudah berlangsung aku jalani dua bulan lamanya hingga tak terasa anak-anak kelas 3 mulai menghadapi ujian-ujian sebelum ujian kelulusan sekolah. Di saat itu suasana sekolah menjadi lebih sunyi dari pada biasanya, karena jadwal anak-anak kelas 3 ujian sangat lama namun mereka tak sampai mengikuti jadwal sekolah hingga fullday. Ketika masa-masa itu tiba aku lebih tenang untuk ke kantin sekolah ketika ingin membeli makanan ringan. Dan di masa-masa seperti itu juga ada salah satu anak pindahan dari luar pulau yang menjadi tempat destinasi wisata manca negara. Yap. Di angakatanku ada anak pindahan yang baru saja datang dari Bali. Semua anak yang mengetahuinya seketika ingin tahu siapa anak yang baru pindah itu, karena jarang sekali ada anak pindahan di sekolahku dan baru kali ini saja ada anak yang pindah sekolah apalagi tepat di pertengahan pelajaran.     

"Eh, katanya ada anak pindahan dari Bali ya?" Ujar Andhika yang duduk di depanku di saat jam istirahat pertama.     

"Heh? Masa? Kamu tahu dari mana Dhik? Ojok sotoy deh.." Ucap Stefie yang dudu di sebelah kanannya.     

"Lho aku nggak sotoy yo.. Aku tahu dari pak Sadikin pas mau bayar SPP. Nah pas itu ada orang tua wali murid yang lagi bayar uang pangkal sekolah dan ngurus surat-surat kepindahan siswa gitu. Ya abis e pak Sadikin selesai dan ngurusi punyaku ya aku tanya lah...Hehehehe.."     

"Ohh.. kepo ancene kamu Dhik.. Dhik.. hahahaha.."     

"Wes lah Stef, duduk o yang bener gitu lho ini sudah bel. Istirahat e sudah habis." Ucap Andhika sambil menyiapkan buku pelajaran selanjutnya.     

Dan benar saja, tak lama setelah jam istirahat selesai, kelas kami pun mulai berlangsung. Namun tak lama guru wali kelas kami pak frans tiba-tiba mengetuk pintu kelas kami di saat bu Kinanti sedang mengajar.     

[Tok-tok-tok]     

"Permisi bu.." Ucap pak Frans sambil membungkuk memberi salam kepada bu Kinanti yang tengah menjelaskan materi kepada kami saat itu.     

"Oh, iya pak Frans silahkan masuk." Jawab Bu Kinanti yang menjawab pak Frans sambil berjalan ke depan pintu menghampiri pak Frans. Terlihat bu Kinanti berbincang degan pak Frans sambil menunjuk ke arah salah satu anak yang berdiri di sebelah pak Frans saat itu. Tak lama kemudian, bu Kinanti masuk kembali ke dalam kelas sambil menggandeng seorang anak perempuan yang mengenakan seragam sekolah lain memasuki kelasku.     

"Ya anak-anak, tolong perhatikan sebentar ya.. Ini ibu membawa teman baru buat kalian. Ya, silahkan perkenalkan di depan Re.." Ucap bu Kinanti sambil mempersilahkan anak baru itu memperkenalkan dirinya.     

Semua anak memperhatikannya dengan seksama dengan wajah yang penuh tanya dan penasaran dengan nama anak baru yang tenagh berdiri di depan kelas saat itu.     

"Halo teman-teman. Nama saya Reina William Hardjanto, saya biasa di panggil Reina atau Rere. Saya berasal dari Bali sejak SMP, tetapi sedari kecil sampai SMP kelas 1 saya tinggal di sini. Bersama nenek saya." Ucapnya saat selesai memperkenalkan diri. mendengar nama yang ia sebut, aku langsung melihat ke arah anak baru itu dan menyadari jika ia adalah teman masa kecil ku dulu sebelum kenal dengan Karin.     

"Oke, makasi reina. Sekarang kamu bisa duduk di sebelah sana. Ratna, kamu bisa bergeser dulu meja dan bangkumu. Kalian bisa berbagi buku cetak ya selama hari ini, selama Reina belum memiliki buku paketnya."     

"Baik bu." Ucap Ratna sambil menggeser bangku mejanya.     

Reina adalah teman masa kecilku saat aku baru berusia 4 tahun. Mama dan neneknya adalah teman dekat dari gereja, kami selalu bermain bersama saat kami sedang menunggu mamaku dan neneknya selesai ibadah di gereja. Reina yang ku kenal dulu merupakan anak perempuan yang sangat kecil namun pemberani. Namun kini ia terlihat lebih tinggi dari padaku dan ia masih terlihat seperti dulu. Anak kecil perempuan yang pemberani dan tengil. Selalu mencoba melawan anak laki-laki yang ingin menggodaku ataupun mengganggu kami saat bermain. Aku nggak tahu apakah Reina masih ingat kepadaku atau sudah lupa. Namun dari namanya memang ialah teman masa kecilku. Mamanya orang Indonesia, sedangkan papanya orang Jepang yang sempat bekerja dan tinggal lama di sini. Namun di saat ia baru berumur 5 tahun, kedua orang tua Reina harus berpisah karena mengetahui mamanya Reina memiliki pria idaman lain yang telah berjalan satu tahun lamanya. Mengetahui hal tersebut papanya Reina memutuskan untuk kembali ke Jepang dan meninggalkan Reina sendirian bersama neneknya. Namun kehidupannya setelah itu tak berjalan seperti anak kecil lainnya. Di umurnya yang menginjak 6 tahun, Reina harus menerima pukulan dan bentakan dari mamanya yang tengah depresi saat itu hingga ia harus sering melihat mamanya berpacaran di depannya serta menghisap rokok dan minum minuman keras di depannya. Ia juga sering mendapatkan perlakuan yang tak sangat menyakitkan ketika ia masih kecil sehingga membuat mamanya pindah ke Bali untuk menenangkan diri dan mencari pekerjaan di sana. Aku tak tahu jika waktu SMP kelas 1 akhirnya ikut bersama mamanya di Bali dan menetap di sana.     

Pelajaran bu Kinanti terus berlangsung dan beliau juga memberikan tugas kepada kammi. Tak sampai dua jam pelajaran, beliau selalu mengakhiri pelajaran dan langsung meninggalkan kelas. Tetapi beliau selalu memberikan tugas kelompok kepada kami dan harus di kumpulkan minggu depan pada mata pelajarannya lagi. Di saat membagi kelombok berdasarkan nomor urut, aku terus memperhatikan Reina. Ia terlihat sedikit berbeda dengan anak yang lain. Seakan ada seuatu yang menyelimutinya. Baik dari perilakunya ia terlihat lebih lembut dan kalem. Tetapi masih ada sikap berani yang ia perlihatkan secara tidak langsung. Ia juga menjadi cepat berbaur pada anak-anak di kelasku. Hingga akhirnya saat aku terus memperhatikan dia, secara tak sengaja mata kami bertemu dan Reina terus memperhatikanku. Ia mulai beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendekatiku.     

"Hei! Kamu Andra kan?"     

Aku terkejut saat ia mengenal namaku. Ternyata ia masih ingat denganku hingga saat ini.     

"Iya. Benar. Kamu masih ingat aku Re?" Tanyaku sambil tersenyum.     

"Ya masih ingat lah!! Orang kamu nggak ada berubah sama sekali kok. Hahahaha.. Sudah lama banget ya kita nggak pernah ketemu Ndra."     

"Iya sudah lama banget. Rasanya terakhir kita bermain dan ketemu ya pas di gereja itu nggak sih?"     

"Iya. Sambil lari-larian ngejar anak laki-laki yang suka usil sama kita."     

"Iya. Hahahaha.. lucu kalau ingat masa-masa itu."     

Kami bercerita tentang masa lalu sampai tak menyadari jika jam pelajaran telah berganti. Ia kembali ke tempat duduknya sambil terus memandangiku sambil berjalan ke tempat duduknya. Saat itu masih belum menunjukkan apapun tentang Reina yang membuatku penasaran. Hingga akhirnya semua itu terlihat beberapa hari setelah ia bersekolah di sini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.