The Eyes are Opened

Aku Tahu Sebelum Kamu Tahu : Menjalin Kasih



Aku Tahu Sebelum Kamu Tahu : Menjalin Kasih

0Masih teringat dengan sangat jelas di kepalaku tentang mimpi yang aku alami semalam. Entah kenapa mimpi-mimpi yang aku dapatkan belakangan ini selalu tak jauh-jauh dengan hubunganku dengan orang yang paling dekat denganku. Apa ini salah satu rencana Tuhan atas hidupku dalam memilih pasangan hidup? Aku juga nggak tahu. Aku hanya mencoba berpikir positif agar mimpiku tidak benar-benar terjadi.     
0

Pagi itu setelah aku bersiap ke sekolah, seperti biasanya aku ke dapur untuk berpamitan pada mama dan langsung mengambil kotak bekal yang sudah di siapkan sama mama. Nggak ada hal apapun yang aku rasakan pada hari itu. Tiba di sekolah juga seperti biasa. Aku berjalan dari gerbang sekolah menuju ke dalam gedung sekolah hingga menuju kelasku. Semuanya berjalan seperti biasa. Kak Azka juga beberapa kali menyapaku saat ia bertemu denganku di kantin atau di depan kelasku. Hingga ketika sepulang sekolah, tiba-tiba Karin menghampiri kelasku setelah kelas terakhir selesai.     

"Tumben tuh anak ada di depan kelas? Biasanya bukannya langsung datang ke kelasnya kak Andrew?" Gumamku yang melihat Karin menunggu ku di depan kelas.     

Aku bergegas merapikan buku dna alat tulisku, lalu setelah smeua selesai baru aku menghampirinya di depan kelas.     

"Andraaaa!!!!" Teriak Karin yang melihatku telah keluar dari kelas.     

"Tumben kamu ke sini? Biasanya kan sama kak Andrew." Ucapku sambil melihat ke kanan dan ke kiri.     

"Iya kak Andrew ada acara sama keluarganya, jadi dia pulang lebih cepat."     

"Terus kamu nggak ikutan? Kan kamu pacarnya?"     

"Nggak. Aku masih belum siap ketemu keluarganya. Gimana kalau nanti aku putus sama kak Andrew? Kan jadinya nggak enak kalau sudah dekat sama keluarganya.' Ucapnya yang menemepel kaya perangko padaku dan merangkul pada lenganku.     

"Uhmmmm... ini anak pasti ada maunya deh. Ada apa?" Tanyaku yang mulai tahu alesan Karin yang saat itu datang menemuiku di depan kelas.     

"Uhhmmm.. Hehehehehehe.. Yuk lah ikut aku dulu. Nanti aku kasih tahu." Ucapnya yang terus menggandengku keluar gedung sekolah.     

"Mau kemana sih Rin kita?" Tanyaku yang semakin penasaran saat Karin menarikku keluar sekolah tanpa sebab.     

"Udaaaahhhh ikut aku aja dulu. Nanti juga tahu kok. Ow iya bentar ya. Berdiri di sini dulu." Ucapnya sambil mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Lalu aku melihat Karin mengeluarkan syal dari dalam tasnya dan menutupkannya pada mataku.     

"Bentar ya Ndra.. matamu aku tutup bentar. Nanti aku buka lagi kok." Ucapnya yang tersenyum melihatku yang terlihat bingung sore itu.     

"Emang mau diapakan sih ini? Nggak usah pake ini kenapa sih?" Ujarku yang terlihat mulai riish.     

"Nggak bisa Ndra. Harus pakai ini. Biar tambah seru. Bentar doang kok." Ucapnya yang terdengar sambil tertawa kecil melihatku yang sudah di tutup matanya. Lalu ia menarikku dengan pelan dan berjalan lurus entah kemana hingga aku mendengar beberapa suara anak-anak yang lainnya. Terdengar sangat ramai dan seakan akan ada sesuatu yang akan di rayakan.     

"Hei-hei ini sudah datang anaknya!" Teriak Karin pada orang-orang yang ada di depanku.     

"Ssssttttt-sssstttt!!" Tersengar suara dari kejauhan untuk menyuruh orang-orang yang ada di sana untuk berhenti berbicara agar suasana menjadi hening.     

"Ayo kak maju o! Masa gitu aja masih malu-malu!" Ucap salah satu anak yang terdengar di telingaku seperti menyuruh orang yang ia ajak bicara untuk menghampiriku.     

Aku terdiam di tengah-tengah entah di mana, sepertinya aku berada di lapangan terbuka dan di kelilingi beberapa orang yang sedang menyaksikanku yang tengah di tutup matanya dengan seorang anak cowok yang ada di hadapanku.     

"Uhmmm.. bentar ya.." Ucap suara anak cowok yang ada di hadapanku. Seketika saja aku mengenal suara itu.     

"Kak Azka?" Ucapku pelan pada cowok yang sedang berusaha untuk melepaskan ikatan penutup mataku.     

"Iya." Bisiknya pelan sambil membuka ikatan itu.     

"Hey Rin! Kok susah banget sih simpulnya! Terlalu susah nih bukanya!" teriaknya pada Karin yang entah dimana saat itu. Sedangkan aku masih berdiri dan aku menjadi tegang saat itu hingga aku tak berani bergerak satu langkahpun saat itu.     

"Aduuuhhh kakkkk.. kakkk.. gini aja kok nggak bisa! Sini aku yang bukain! Kamu berdiri di depannya sana!" Ucap Karin yang langsung mengambil alih untuk membuka ikatan penutup mataku saat itu.     

"Ndra, aku hitung satu sampai tiga ya. Lalu setelah itu kamu langsung buka mata. Oke?" Ucapnya yang terdengar nadanya sambil tersenyum dan tertawa kecil melihatku.     

"He'em." Jawabku singkat dan mulai merasa tegang.     

"Udah jangan tegang. Kamu nggak di apa-apain kok. Satu.. Duaaa... tiiii...gaaa..."     

Ketika aku mendengar ucapan Karin pada hitungan yang ke tiga, dengan perlahan aku melihat ke arah depan mataku. Aku melihat kak Azka yang sedang berdiri di depanku dengan pakaian seragamnya sambil memegang sebuah bucket bunga dan boneka bueruang di tangannya. Ia menyodorkan kedua barang itu di depanku. Jujur aku saat itu tak dapat berkata apapun. Hanya terkejut dan tak tahu apapun yang terjadi. Aku melihat sekelilingku. Aku dikelilingi oleh beberapa teman-temanku dan juga beberapa anak kelas 3 yang juga teman kak Azka. Aku sangat malu sekali dan sampai tak berani melihat ke depan lagi. Namun melihat kak Azka yang gugup sambil menyodorkan dua barang itu di depanku sambil mematung akhirnya aku memberanikan diri untuk membuka mulutku.     

"Uhmmm.. apa ini maksudnya kak?" Ucapku yang kelihatan bingung dengan situasi yang terjadi. Aku melihat kak Azka menarik nafas sangat dalam sebelum ia mulai berbicara.     

"Dyandra. Apakah kamu mau jadi pacarku? Jika kamu mau menjadi pacarku sekarang, tolong pilih bucket bunga ini. Tapi kalau belum mau jadi pacarku, kamu bisa ambil boneka ini." Ucapnya yang terlihat sangat gugup saat ia menyatakan perasaannya padaku.     

Aku hanya tecengang dan tak dapat menjawab apapun. Apalagi memutuskan hal seperti ini dengan cepat. Di depan orang banyak. Hal ini membuatku malu. Iya. Sangat malu. Aku terdiam beberapa saat untuk berpikir dengan jernih sebelum mengambil keputusan yang tepat. Jika aku mengambil bucket bunga itu, maka semua orang yang ada di sini akan mengetahuiku jika aku sekarang berpacaran dengan seorang bintang lapangan. Namun jika aku mengambil boneka beruang itu, berati aku secara halus menolaknya. Tapi ini terlalu sangat cepat untukku berpacaran dengannya. Kami baru saja saling mengenal dan mulai sangat dekat hanya satu bulan lalu dan sekarang dai sudah berani menyatakan perasaannya padaku? Yang benar saja!     

"TERIMA! TERIMA! TERIMA! TERIMA!!" Terdengar sorak-sorai anak-anak yang sedang melihatku saat itu untukku menerima pernyataan cinta dari kak Azka.     

"Gimana Ndra?" Ucapnya yang sedang menanti jawaban dariku. Aku melihat ke arah gerbang dan aku melihat pak Daud yang sudah menjemputku. Akhirnya aku harus mengambil keputusan ini dan langsung pulang sebelum pak Daud menunggu terlalu lama.     

"Uhmm.. kakk maaf ya.. aku masih belum bisa pacaran sama kamu. Kita juga baru aja kenal satu bulan. Jadi aku.. nggak akan memilih apapun dari yang kamu tawarkan sekarang. Lebih baik kita saling kenal aja dulu sampai benar-benar kita tahu satu sama lain. Maaf ya kak.. bukannya aku nggak suka kamu. Tapi aku masih belum siap." Ucapku pada kak Azka yang seketika ekspresinya terdiam mendengar jawabanku dan kedua tangannya langsung saja ia turunkan.     

Semua anak yang hadir di sana juga langsung terdiam melihatku. Seakan mereka kecewa aku telah menolak seorang bintang lapangan sekolah.     

["Waahhh.. gila sih nih anak. Cantik juga nggak sih, cuman menang imut aja, tapi sok-sok an nolak Azka. Ya gue tahu sih Azka itu playboy. Tapi kalau aku jadi dia ya gue terima aja si Azka walau dia playboy."] Bisik salah seorang anak yang sedang menontonku dan aku mendengarnya sangat jelas di telingaku meskipun ia berbisik pada temannya yang kemungkinan orang normal tak dapat mendengarkannya.     

Aku yang mengetahui hal itu langsung saja berbalik dan berjalan keluar dari lingakaran kerumunan anak-anak yang sedang menontonku. Karin pun yang mengetahuinya sempat terdiam dan ia langsung mengejarku sebelum aku keluar dari gerbang sekolah.     

"Ndra!!! Tunggu!!!' Teriaknya dari kejauhan sambil berlari mengejarku. Aku menoleh ke belakang dan melihat Karin berlari mendekatiku.     

"Uhmmm.. maaf Ndra sebelumnya. Aku nggak bermaksud kaya gini." Ucapnya dengan nada yang merasa bersalah.     

"Hehehe.. nggak apa kok Rin. Lagi pula emang terlalu cepat kalau aku pacaran sama kak Azka sekarang. Lagi pula aku nggak benar-benar menolaknya kan karena aku nggak suka. AKu cuamn belum siap aja. Udah ya Rin aku pulang dulu. Tuh jempuatanku sudah nunggu. Nggak enak kalalu orangnya nunggu terlalu lama." Ucapku sambil memeluk singkat Karin yang masih terdiam melihatku.     

"Iya deh. Bye Ndraaa.." Ucap Karin melepasku pulang sambil melambaikan tangannya padaku. Setelah aku berjalan dan keluar dari gerbang sekolah, baru ia berjalan menuju kak Azka yang masih terdiam di tengah-tengah lapangan basket dimana beberapa anak yang tadinya mengerumuninya sudah mulai memisahkan dari lingkaran dan mereka pulang ke rumah masing-masing.     

"Bebbbb!!!" Teriak Karin pada kak Andrew yang tengah menghibur kak Azka yang masih terdiam di tengah lapangan.     

"Udah lah Ka.. Dyandra itu emang anaknya susah di deketin. Bukan jual mahal sih. Tapi dia terlihat sangat hati-hati ketika memulai pacaran." Ucap Andrew pada Azka.     

"Iya mungkin ya Ndrew. Mungkin aku yang terlalu cepet buat nyatain perasaan aku. Uhmmm.. nanti aku pasti akan tembak dia lagi. Tapi mungkin aku nggak pake cara kaya gini. Malu woy!!" Ujar kak Azka pada kak Andrew dimana Karin yang baru saja datang mendekati mereka.     

"Ya terserah lu. Lagian mana ada playboy malu nembak di depan orang banyak kaya gini? Hahahahaha.. Ya nggak beb?"     

"Iya lho. Kirain kamu berani lho kak nembak di depan orang banyak gini. Kan kamu yang pengen kak." Ujar Karin sambil tertawa melihat kak Azka yang mulai malu dan ia sendiri tak dapat mengucapkan apapun saat itu.     

Hingga akhirnya aku dan kak Azka mulai berteman seperti biasa dan tak membahas masalah dia menyatakan perasaannya padaku selama kami berkomunikasi. Dia juga lebih sering menanyakan kesukaanku dan hobiku. Tak hanya itu saja. Ia juga sering datang ke rumahku dan bermain denganku. Terkadang ia membawa konsol gamenya untuk bermain bersamaku di rumah. Mama yang melihatnya pun tak mempermasalahkan kami. Yang paling penting ialah nilaiku tak sampai turun akibat kak Azka sering main di rumah. Hubungan pertemanan kami berjalan hingga selama tiga bulan lebih lamanya sebelum ia mulai ujian Try out untuk kelulusan. Beberapa hari sebelum ujian Try out kak Azka tiba-tiba datang ke rumahku tanpa memberi tahuku sebelumnya. Mama yang tadinya di depan rumah sambil minum teh bersama papa, langsung memangilku dengan teriakan yang sangat keras hingga terdengar sampai ke kamar. Di hari itu juga kak Azka meminta ijin sama papa mama untuk menjadi pacar ku. Kedua orang tuaku yang mendapatkan pernyataan cinta dari seorang anak laki-laki yang menyukai putrinya tak dapat mengatakan apapun. Sampai akhirnya ia menyatakan perasaannya kembali di depanku.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.