The Eyes are Opened

Penunggu Motel Tua (Part 04)



Penunggu Motel Tua (Part 04)

Pernah nggak sih kalian bayangin kalau kalian tidur di penginapan yang nggak seharusnya kalian datangi? Tapi 'mereka' dapat mengelabui kita sehingga pada akhirnya kita menginap di penginapan itu. Yap. Aku merasakan ini sejak pertamakali aku datang di penginapan ini. Perasaan yang aneh yang aku rasakan dan prabotan hotel yang terlalu eksentrik membuatku berpikir demikian. Apalagi saat aku bermain di tepian sungai tadi pagi, memang aku merasakan hal yang aneh di sini. Dan yang paling aneh adalah kamar yang berada di lorong kosong dan juga lukisan dinding itu. Sepulang dari bermain air di sungai, aku berjalan terlebih dahulu dari pada kakak. Tanpa berpikir macam-macam aku terus berjalan menuju ke kamarku. Ketika aku sudah hampir dekat dengan kamar, aku melihat ada seorang nenek-nenek yang lagi-lagi menggunakan pakaian kebaya dengan warna yang terang dan terlihat kain yang ia gunakan merupakan kain mahal karena terlihat dari serat kain yang sangat halus. Sangat berbeda dengan kebaya masyarakat biasa. Kali ini beliau menggunakan kebaya berwarna kuning terang, di padukan dengan kain batik bermotif bunga dan tak lupa jepit rambut berwarna emas tersemat di rambutnya. Beliau berjalan menyusuri sepanjang kamar dengan membawa baki berisikan beberapa gelas teh hangat dan kopi. Beliau menaruh beberapa gelas di meja kecil yang terletak di depan masing-masing kamar. Awalnya aku berhenti sejenak sambil melihat nenek itu mengantar gelas-gelas minuman di tiap kamar. Aku merasa heran kenapa nggak ada pegawai penginapan yang membantunya. Sedari tadi juga aku tak mendapati pegawainya berada di sekitaran penginapan selain nenek itu. Aku mulai melangkah mendekati kamarku ketika nenek itu telah berjalan jauh dari kamarku. Mengambil dua gelas teh hangat dari meja depan dan memasukkannya ke dalam kamar. Saat mau menutup pintu kamar, aku terkejut ketika menoleh ke arah nenek itu. Tanpa ku sadari nenek itupun juga melihat kearahku dengan tatapan tajam dan dingin. Jantungku langsung berdegup kencang dan dengan cepat menutup pintu kamar tanpa berani membukanya kembali.     

"Ada yang aneh nggak sih sama nenek itu? Kok rasanya ada yang beda ya dari pada kemarin? Apa hanya perasaanku saja? Uhmm.. nenek itu kelihatan lebih muda atau lebih cantik gitu nggak sih dari pada kemarin yang ak temui di lorong?" Gumamku di kamar saat sendirian dan hendak untuk mandi.     

"Udah ah, aku mandi aja dulu terus sarapan." Gumamku.     

"Deeekkkk! Andraaa!! Kamu mandi ta?" Teriak kak Dita yang baru saja tiba dan masuk ke kamar sambil teriak-teriak memanggilku.     

"Iyaaaa!! Kenapa?" Tanyaku dari dalam kamar mandi.     

"Nggak apa! Masih lama ta?"     

"Bentar abis gini udah selesai."     

"Eh, ini ada teh anget kamu ambil dari mana?" Tanya kakak sewaktu aku baru saja selesai mandi.     

"Itu tadi ada nenek-nenek yang taruh di setiap depan kamar. Baru aja." Ucapku sambil mengeringkan rambut.     

"Nenek-nenek? Yakin kamu? Kok aku nggak ada lihat nenek-nenek di sini?"     

"Ada kok. Aku sudah lihat dari kemarin. Gayanya paling antik deh. Bajunya juga mewah banget meskipun pake kebaya, tapi beda gitu kaya baju kebaya orang kaya gitu."     

"Eh masa? Ow ya abis kakak mandi yuk makan bareng." Ajak kakak sambil menyiapkan peralatan mandinya.     

"Iya. Mama papa sudah makan?" Tanyaku     

"Mama papa sudah makan tadi. Makanya aku mandi cepet-cepet terus kita makan."     

"Ya udah gih mandi! Aku juga sudah laper nih."     

Tak lama kemudian kakak yang sudah selesai mandi dan sedang bersiap-siap mendengar ada orang yang mengetuk pintu kamar kami. Aku yang sedang asik menonton televisipun tak mendengar apapun sehingga aku di suruh membuka pintu tersebut.     

"Dek, ada orang tuh. Bukain!"     

"Nggak ada siapa-siapa tuh kak. Katanya ada orang yang ketuk pintu." Ucapku heran sambil melihat ke kanan dan ke kiri.     

"Hah? itu tadi aku dengar keras banget lho orang yang ngetuk." Ucap kakak yang ikut bingung dengan ketukan pintu tak bertuan itu.     

"Mama mungkin yang usilin kita. Coba aku cek ke kamar mama ya." Ucapku sambil berlalu meninggalkan kamar berjalan ke kamar mama yang berjarak dua kamar dari kamar kami.     

[Tok-tok-tok]     

Terdengar suara ketukan pintu lagi di kamarku.     

"Deeekkk masuk aja! Nggak kakak kunci dari dalam kok!" Teriak kakak yang mengira aku yang mengetuk pintu tersebut. Namun selang beberapa saat tak ada orang yang membuka pintu tersebut. Hanya keheninggan yang terdengar di balik pintu kamar kami. Kakak yang sendirian di kamar menjadi sangat heran dan sedikit takut. Ia tak berani membuka pintu sama sekali dan segera mengampil ponselnya untuk menelepon mama yang berada di kamarnya.     

"Ma, Adek masih di sana?" Tanya kakak.     

["Iya ini adek masih di sini makan roti yang barusan mama ambil di ruang makan. Kenapa? Kamu di mana? Sini makan roti bakar sini, enak lho rotinya."] Ujar mama.     

"Oh-iya. Abis gini aku ke kamarnya mama." Ucap kakak lalu memutuskan panggilannya. Ia kembali menghadap cermin dan merapikan rambutnya yang masih setengah kering. Di saat ia merapikan peralatan make upnya ke dalam tas koper, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu lagi sebanyak dua kali berturut-turut. Kakak yang menjadi semakin takut ia cepat-cepat menelepon mama dan menyuruhnya untuk memastikan siapa yang berada di depan kamarku saat ini.     

"Ada siapa ma di depan kamar? Suruh Andra balik buat jemput aku sekarang!"     

["Nggak ada siapa-siapa tuh kak. Iya. Andra sudah jalan ke kamar."] Ucap mama mengakhiri telepon dan tak lama kemudian aku masuk ke dalam kamar. Kakak yang ketakutan langsung memelukku dan mengajakku untuk langung ke luar kamar bersama. Kami mengunci kamar dengan cepat lalu berlari menuju kamar mama dan papa. Kak Dita menceritakan seluruh kejadian pagi itu pada mama dan papa dan meminta untuk pindah kamar hari itu juga di dekat kamar mama dan papa.     

Papa yang keheranan dan nggak percaya dengan cerita kakak nggak langsung untuk mengabulkan permohonan kakak saat itu juga. Namun kakak terus bersih kukuh untuk pindah kamar saat itu dan nggak mau lagi tidur di kamar itu.     

"Kamu semalam bisa tidur nyenyak nggak kak?" Tanya papa.     

"Iya, Dita tidur nyenyak semalam, soalnya juga Dita kan udah ngantuk banget, jadi nggak peduli sekitar." Jelas kakak membela diri.     

"Udaahhh nggak usah pindah, iya kalau nggak bayar, kalau bayar gimana? Nggak usah lah yaa... Atau mungin suara itu dari kamar lain, dan kamu tepat dengar ketukannya." Ujar papa.     

"Nggak mungkin orang lain lah pa! Orang jelas-jelas Dita dengar sendiri ketukan itu ada di kamar Dita kok."     

"Iya sudah-sudah, besok papa akan pindahin kamarnya, kalau sampai malam ini ada yang ketuk lagi kaya gitu oke?"     

"Hah? Kok besok sih pa? Iih papa suka nunda-nunda deh. Gak tahu ah, kalau ada apa-apa gimana?" "Iya-iya nanti di urus lagi ya. Udah kalian makan aja sana dulu ke ruang makan." Ujar papa sambil menyuruh kami sarapan sebelum kami memutuskan untuk berkeliling di dekat penginapan.     

Kami berjalan menyusuri lorong kecil yang hanya di sinari dengan lampu tempel di setiap sudutnya. Kiri kanan terdapat pintu kamar yang sunyi entah ada tamu yang menginap atau nggak. Tak ada suara di sepanjang lorong itu, hanya suara langkah kaki kami yang menggema di sepanjang lorong. Kami terus berjalan mengikuti papan petunjuk yang mengarahkan kami untuk berjalan terus ke depan. Ruang makan yang terletak berada di belakang penginapan terasa sangat jauh, hingga akhirnya kami mendengar suara ramai orang berbincang dan suara piring dan gelas yang bergemerincing menandakan kami sebentar lagi akan tiba di ruang makan. Kami terus berjalan ke depan hingga akhirnya kami bertemu dengan salah satu tamu penginapan yang keluar dari salah satu ruangan seperti aula di seberang kami. Kami berjalan lebih cepat untuk mencapai ruang makan itu dan melihat ke dalam ruang makan yang sangat ramai di padati oleh para tamu yang menginap. Tanpa berpikir panjang lagi kami langsung memasuki ruang makan dan segera mengambil peralatan makan yang terdapat di seberang pintu masuk. Aku mengelilingi setiap meja yang menyajikan berbagai macam makanan khas jawa sesuai dengan apa yang di sampaikan oleh mama. Aku memutuskan untuk mengambil semangkuk bubur ayam, sedangkan kakak mengambil seporsi nasi goreng jawa. Kami duduk di salah satu meja dekat jendela yang menghadap ke arah taman bermain.     

"Waaahhhh.. di sini ada taman bermainnya juga to! Wah luas banget ya berarti penginapan ini? Padahal harga permalamnya nggak mahal, lumayan bagus juga kok tempatnya. Banyak kebunnya juga." Ujar kakak sambil menikmati nasi goreng yang ada di depannya. Aku yang hanya mendengarkannya sambil menikmati bubur ayamku sesekali melihat ke sekelilingku. Melihat beberapa tamu sangat aneh bagiku. Mereka terlihat nggak wajar, ada yang berwajah pucat, dan juga mereka jarang sekali untuk tersenyum dan mereka tak berbicara apapun meskipun ke anggota keluarganya yang berada di sebelahnya.     

Awalnya aku nggak terlalu memperdulikan hal tersebut dan terus menyantap sarapanku bersama kakak. Aku juga beberapa kali mengambil snack yang tersedia di meja saji sambil melihat-lihat menu-menu yang belum aku coba. Tamu yang makan di sana juga nggak ada keanehan lagi selain yang tadi aku lihat. Mereka masih berperilaku seperti manusia pada umumnya, hingga saat aku hendak kembali ke tempat dudukku, tanpa sengaja aku menyenggol salah seorang tamu lain yang hendak mengambil makan, namun untungnya baik aku ataupun dia tak ada yang sampai terjatuh ke tanah. Hanya beberapa potong snackku yang terjatuh ke tanah. Aku mengambil snackku dan di bantu olehnya, saat aku menerima snack yang bekas jatuh dari tanah, aku menyentuh tangannya saat ia memberikannya kepadaku. Tangannya sedingin es batu dan terlihat sangat pucat seperti mayat. Aku yang terkejut memendamnya dalam hati, tak ingin membuat keributan pagi-pagi di tempat umum. Aku terdiam tak berani mengangkat wajahku dan langsung mengucapkan terimakasih dan dengan segera aku beranjak ke tempat dudukku.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.