The Eyes are Opened

Berkemah : "Turun Gunung" (Part 03)



Berkemah : "Turun Gunung" (Part 03)

0Langit yang kian lama berubah menjadi kelabu yang sangat gelap, udara di sekitar gunung juga semakin lembab. Beberapa burung yang tinggal di gunung Lawu juga berterbangan kian kemari mencari temapt berteduh. Kami terus berjalan menuruni gunung lawu dengan sedikit cepat agar kami dapat tiba di pos 3 dan dapat berteduh di sana jika kami kehujanan. Saat itu kami masih setengah perjalanan menuju pos 3, namun rintik-rintik hujan mulai membasahi daun-daun pohon yang terdapat di sekitar kami.     
0

"OOiiii!! Sudah mulai hujan ini!! Pakai mantel hujan kalian dengan benar!! Yang belum pakai sepatu boots segera di pakai!!" Teriak salah satu orang dari rombongan kami dari arah belakang. Kami mulai memeprhatikan setiap langkah kaki yang menginjakkan pada jalan setapak yang terbuat dari batu agar kami tidak ada yang tergenlincir. Beberapa anak juga menuruni gunung Lawu dengan selalu berpegangan di pagar pembatas yang telah tersedia.     

Di sisi lain, Rena yang bersama pak Andi dan ke empat siswa laki-laki lainnya masih duduk di pinggir jalan sambil terus memijat kaki Rena yang tidak dapat di gerakkan sama sekali. Ia merasa kakinya sangat lemas, namun sangat sakit. Untuk berdiri saja sangat susah, sehingga mau nggak mau Rena hanya dapat terduduk di tanah bersama yang lainnya.     

"Ren, kamu jujur aja deh sama saya, selama kamu tadi ke puncak apa tidak ada hal yang kamu lakukan? Ini sepertinya bukan sakit biasa lho Ren. Ini seperti teguran dari yang empunya Gunung Lawu untuk kamu mengembalikan sesuatu yang kamu ambil." Ucap pak Andi dengan lembut agar Rena tak merasa di hakimi.     

"Uhmm... Uhmm.. Sa-saya tadi cu-cuma ambil satu batang bunga ini pak.." Ucap Rena yang sedikit ketakutan sambil tangannya merogoh ke dalam tas dan mengeluarkan sekuntum kecil bunga edelweis. Melihat apa yang di berikan Rena pada pak Andi, pak Andi dan ke empat temannya lainnya sangat terkejut.     

"Waaahhh Reennn lu cari masalah kalau kaya gini! Kita berharap bisa pulang dengan selamat tapi lu malah ambil yang bukan hak milik lu! Kan kemarin waktu briefing sebelum naik sudah di kasih tahu nggak boleh metik sembarangan! Tapi lu- ugghhh!!" Ucap Dito ketua kelas A.     

"Iya Ren! Lu uhmmm ya pikir sendirilah.. Kita yang cowok meskipun nakal kalau di sekolahan, tapi di sini kita ini nahan semua emosi kita baik ucapan maupun tindakan kita lho! demi apa coba? Demi bisa berangat dan pulang dengan selamat nggak ada masalah, amit-amit jug kalau sampe hilang dan meniggal di sini. Gimana ini pak?!" Ujar Angga teman sekelas Rena.     

"I-ya aku salah. Aku minta maaf.." Ucap Rena dengan nada yang sangat pelan.     

"Percuma Ren lu minta maaf sama kita itu! Kita nggak bisa berbuat banyak jika lu benar-benar nggak bisa keluar dari gunung ini!" Ucap Angga lagi, sambil dua temannya yang lain hanya terdiam tak berani mengatakan satu kata apapun.     

"Sudah-sudah! Kalian bukannya mencari solusi malah membuat Rena tertekan! Sebentar bapak tanya pak Eka dulu!" Ucap pak Andi menyalakan Walkie talkienya.     

"Pak Eka! Masuk pak Eka!" Ucap pak Andi.     

"Iya di sini pak Eka, bagaimana dengan yang disana? Ini Ayu sedang saya gendong menuruni gunung sudah hampir tiba di pos 4. Tas dan barang kami di bantu poster yang ternyata masih ada di belakang kami."     

"Oke pak, saya akan tunggu di pos 4 untuk meminta bantuannya."     

"Kita tunggu di sini dulu, sambil menunggu pak Eka dan Via tiba. Kalian bawa nasi bungkus yang tadi di beli kan? Kalau kalian lapar, bisa makan nasi itu dulu." Ujar pak Andi sambil memikirkan apa yang harus di lakukan.     

[Tik-tik-tik-tik]     

"Wah sudah hujan nih! Ayo jalannya di cepatin dikit yaaaa.. di depan sudah hampir pos 3 ituuu!!" Ucap anak-anak yang berada di belakang.     

Tetes demi tetes air hujan yang awalnya hanya setitik air sangat kecil, kini sekain deras dan membasahi kami semua. Kami yang untungnya sudah mengenakan mantel hujan dan sepatu boot yang sudah kami pakai sebelumnya masih terselamatkan. Baju dan barang-barang kami tidak ada yang basah terkena hujan. Jalur semakin licin hingga kami benar-benar berhati-hati saat turun agra tidak tergelincir. Batu demi batu kami tapaki dan berdoa agar hujan cepat berlalu serta kami dapat pulang dengan selamat.     

"Anak-anak hati-hati jika berjalan ya! Batunya sangat licin!!" Teriak bu Hera yang berada di depan.     

Namun naas, aku yang terlalu bersemangat untuk segera turun dari gunung ini tidak memperhatikan langkahku. Sehingga membuatku tergelincir dan terjatuh. Semua anak yang melihatnya sangat terkejut dan mereka juga terlihat khawatir. Aku berusaha untuk bangun dan berdiri lagi, namun saat itu aku kesusahan untuk bangkit sendirian, hingga Karin yang paling dekat denganku langsung mendekatiku dan memapahku untuk berdiri. Ketika aku mencoba berdiri pergelangan kakiku terasa sangat sakit dan bagian sikuku terasa perih. Namun itu semua aku tahan dan tak dapat berkata apapun.     

"Kamu nggak apa Ndra? Ada yang sakit nda? Luka? Memar?"     

"Makasi ya sudah bantuin aku. Aku nggak tahu yang sakit yang mana aja. Badanku terasa sakit semua. Hahahaha tapi nggak apa kok aku masih bisa jalan." Ucapku dengan percaya diri.     

"Yakin? Nggak apa? Kalau ada yang luka di obati dulu sekarang selagi kita berlindung di bawah pohon besar dan nggak terlalu terkena air hujan.' Ucap Karin yang hendak melepas mantel hujannya.     

"Ah-nggak usah Rin. Beneran nggak apa. Nanti aja kalau sudah di bawah aku lihat sendiri." Ucapku dengan sedikit merintih merasakan perih dan sakit di sekujur tubuhku.     

"Apanya nggak usah itu!! Lu itu mau ada infeksi di luka lu!" Teriak Claudi yang cepat-cepat turun dan menghampiriku.     

"Lu nggak tahu bagaimana jantungku hampir copot ngelihat lu terjatuh dan menggelinding kaya gitu! Baru aja di kasih tahu bu Hera buat hati-hati eh, lu malah nggak lihat ada batu yang lebih besar di depan lu, akhirnya jatuh kan??" Sudah sini lepas mantel hujan lu! Ada yang sobek tuh!" Ujap Claudi yang terlihat emosi melihatku menggampangkan sakit yang aku alami.     

Bu Hera dan Bu Maria pun datang melihat kondisiku dan membantu membersihkan luka yang ada di siku ku serta bengkak di kepalaku.     

"Untung saja ibu bawa kotak P3K kemarin! Sudah ibu duga pasti aja ada anak yang terluka. Nggak mungkin nggak deh kalau naik gunung itu. Gini-gini dulu ibu sudah beberapa kali menaklukkan gunung dari seumuran kalian! Tapi naik Gunung Lawu baru kali ini." Ucap bu Hera dengan nada percaya diri.     

"Iya bu.. Makasi banyak ya bu.." Ucapku.     

"Iya. Sudah nggak ada yang sakit? Sini ibu lihat lagi yang lainnya. Coba lepas sepatu mu!" Ujar bu Hera.     

"Waahhh lihat ini! Pergelangan kaki kananmu sampai bengkak gini kamu tadi bilang nggak apa-apa?? Dan masih mau jalan sendiri?? Mau tambah bengkak?? Ini Ibu kasih salep buat menghilangkan bengaknya dulu."     

Di saat bu Hera sedang memberikan obat pada pergelangan kakiku, tiba-tiba ada seekor burung jalak menghampiri kami dengan meloncat-loncat ke beberapa tanaman di sekitar kami.     

"Ihhh ada burung jalak! Kenapa burung itu lincat-loncat di beberapa tanaman berbeda gitu sih?" Ucap salah satu temanku yang memeprhatikannya. Tak lama kemudian temanku yang bernama Bella, tanpa sengaja ia memperhatikan burung jalak itu dengan seksama dan menemukan maksud dari burung jalak itu.     

"Eh. bentar deh. Rasanya ia mau kasih obat buat Dyandra! Dari tadi aku perhatikan soalnya burung itu lompat-lompat di beberapa tanaman yang sama. Coba aku lihat dulu tanaman apa yang ia lompati." Ucap Bella yang berjalan mendekati burung jalak itu.     

Setelah ia melihat dengan teliti, ternyata tanaman yang di tunjukkan oleh burung jalak ini merupakan tanaman obat yang tanpa sengaja tumbuh di gunung Lawu. Dengan meminta ijin pada burung jalak itu, Bella langsung memetik beberapa tanaman yang sudah dilompati burung jalak itu. Lalu ditumbuknya menjadi satu di atas batu, lalu setelah halus, Bella merobek sebagian syalnya dan mendekati Dyandra.     

"Ndraaa.. Uhmm.. ini aku buatin obat inflamasi. Semoga aja ini bisa membuat bengkak di kakimu cepat pulih dan nggak terlalu sakit. Tolong di tahan sedikit ya Ndra. Ini aku bubukkan di kakimu dan aku bungkus menggunakan syalku agar tidak terjatuh." Ucapnya dengan lembut sambil membalut luka pada pergelangan kakiku.     

Aku menahan rasa sakit pada pergelangan kakiku saat Bella membalutkannya dengan memejamkan mataku. Hingga Bella mengucapkan kata selesai, aku baru berani membuka kedua mataku. Aku melihat kakiku yang bengkak dan memerah sempat berpikiran jika aku sudah tak dapat berjalan lagi, namun tiba-tiba terasa dingin di pergelangan kakiku yang sakit hingga rasa nyeri yang teramat sangat tadi perlahan menghilang. Aku meminta waktu pada bu Hera untuk beristirahat di bawah pohon itu sejenak, dan Bu hera mengiyakannya sambil menyuruh anak-anak yang lain tetap berjalan dengan jumlah yang genap.     

"Itu tadi kamu kasih daun apa aja Bel?" Tanyaku pada Bella yang masih menemaniku duduk di sebelah kananku, serta Claudi dan Karin di sebelah kiriku.     

"Uhmmm aku sebenarnya juga kurang tahu juga sih itu tanaman obat apa. Tapi karena aku dari tadi memperhatikan burung jalak itu melompat-lompat di tanaman yang sama beberapa kali, aku langsung paham aja jika burung itu mau memberikan obat buat kamu Ndra dengan tanaman ini." Jelas Bella.     

"Hah? Yang benar?"     

Aku terdiam dan hanya dapat memperhatikan kakiku setelah mendengarkan cerita dari Bella tadi. Aku melihat ke sekelilingku, ternyata burung jalak itu masih di sana sambil memperhatikanku. Lalu dengan suara yang lantang aku mengucapkan terima kasih pada burung itu, lalu burung jalak itu tak lama kemudian pergi meninggalkan kami.     

"Emang apa yang lu rasain Ndra sekarang?" Tanya Claudi.     

"Uhmm.. terasa dingin banget sih kakiku. Rasa nyeri juga berangsur berkurang. Kaya ada mint-mintnya gitu." Ucapku.     

"Eh beneran Ndra? Waahhh syukurlaaahh. Ow ya tunggu di sini bentar ya. Aku mau ambil batang kayu itu buat bantu kamu jalan Ndra!" Ucap Bella yang langsung berlari ke arah semak-semak untuk mengambil batang kayu yang terjatuh.     

"Makasi ya Bell!!" Teriakku pada Bella yang sedang mengambil batang kayu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.