The Eyes are Opened

Rumah Jati Negara (Part 03)



Rumah Jati Negara (Part 03)

0Siang itu kami yangmuali menyadari banyaknya keanehan di dalam rumah panti ini terus tak berani untuk beranjak dri tempat duduk kami. Hingga menyadari seluruh jam kami berhenti di angka yang sama, baik jam tangan maupun jam di ponsel kami. Signal di ponsel kami pun tak ada selama di dalam panti. Kak Robby yang hendak mencari signal ponsel di sana, berjalan menuruni anak tangga dan berjalan menyusuri jalan setapak yang menuju ke taman bermain. Ia mengangkat ponselnya setinggi mungkin, namun signal ponselnya tak ada. Ia mencoba mengelilingi ke tempat lain hingga tanpa sadar kak Robby berjalan ke arah dekat pohon besar yang berada di sampir rumah panti. Kami yang berada di gazebo jug atak menyadari kak Robby yang telah berjalan terlalu jauh.     
0

Bu Nilam yang sedari tadi berada di dapur, mengawasi kami dengan diam-diam dari jauh. Tanpa sengaja aku melihat ke arahnya dan ia menatapku dengan tatapan aneh. Tatapan yang seakan tak suka kami ada di sana dan tatapan matanya sangat dingin melihat kami semua. Berbeda dengan sat ia bertemu dangan kami saat kami datang. Aku seketika langsung memalingkan wajahku dan mengajak yang lainnya untuk mencari kak Robby.     

"Uhmm kok kak Robby dari tadi nggak balik-balik ya? Pdahal kan cuman cari signal ponsel aja. Bukannya kalau sudah emang nggak ada, kak Robby langsung balik ya?" Tanyaku pada kak Andrew.     

"Uhmmm firasatku nggak enak sekarang. Gimana kalau kita cari kak Robby." Ucap kak Andrew yang langsung berdiri mengajak kami.     

Kami langsung berdiri dan berjalan menyusuri jalan setapak yang ada di taman. Di taman belakang rumah ini terlihat banyak sekali arwah anak-anak yang berdiri melihat kami dengan tatapan dingin. dante yang berjalan di belakang kami, tiba-tiba ia berhenti ke salah satu arwah anak kecil yang terlihat seumuran dengannya. Ia seperti menanyakan sesuatu pada arwah anak itu, lalu terlihat arwah anak itu menunjukkan jarinya ke suatu tempat.     

"Ndra! Dante ketinggalan Ndra!" Teriak kak Dita yang tak dapat melihat arwah anak kecil yang mengobrol dengan Dante. Langsung saja kak Dita berlari menghampri Dante dan langsung mengendonganya.     

"Kamu ini kenapa berhenti di depan ayunan kaya gitu? Kamu lagi sama sapa?" Tanya kak Dita yang khawatir.     

"Aku lagi tanya arah kak Robby berjalan kemana sama anak yang berdiri di dekat ayunan itu kak." Jawab Dante sambil menunjuk ke arah ayunan.     

"Nggak ada orang di sana. Sudah ayuk kita jalan lagi nyusul kak Dyandra sama kak Andrew ya." Ajak kak Dita.     

"Ada kok. Ada anak kecil itu di sana! Apa kakak cantik nggak bisa lihat 'mereka' ya?" Tanya Dante yang peka dengan kondisi kak Dita.     

Kak Dita yang mendengar ucapan Dante, seketika bulu kudnya merinding dan ia merasa ada seseorang yang menyentuh pundaknya. Kak Dita merasa sangat berat seakan ia menggedong dua anak sekaligus.     

"Duuhh Kkamu ternyata sangatberat juga ya te?" Tanya kak Dita yang awalnya berlari ingin mengejarku, namun ia tiba-tiba terasa berat dan memilih untuk berjalan.     

"Nggak kok Dante beratnya juman 12kg. Mana ada berat kak. Cumanini ada satu anak lagi yang mau ikut di gendong katanya. Makanya ia ikut nggendong di punggung kakak." Ucap Dante dengan nada yang dingin.     

Seketika saja kak Dita yang mendengar hal tersebut langsung berteriak sambil berdiri dan tetap menggendong Dante. Ia berteriak cukup keras hingga aku dan kak Andrew menoleh kebelakang melihat apa yang terjadi pada kak Dita.     

"Kak! Kak! Kenapa?" Tanyaku pada kak Dita yang telah di buat pingsan sesaat oleh kak Andrew.     

"Lho kenapa aku duduk di sini? Tadi perasaan aku masih berdiri dan Dantebilang ada yang ikut nempel di punggungku. Soalnya aku tadi nggendong Dante terasa seperti nggendong dua orang sekaligus." Terangnya yang masih sedikit lemas dan kami dudukkan di bangku taman.     

"Tapi sekarang sudah enakan kan kak?" Tanyaku memastikan.     

"Iya sudah enakan. Lho Andrew dan Dante kemana?"     

"Masih mencari kak Robby di sana. Aku juga kurang tahu sih. Lagi pula tempat ini sangat luas banget ya nggak sih kak?"     

"Iya dan juga aku dari tadi kok ngerasa seperti ada yang megawasi kita ya? Uhhmm... dan bu Nilam itu jug aaneh sikapnya. Tadi waktu kita.."     

Tiba-tiba kakak berhenti bicara dan memandang ke atas. Ia melihat bu Nilam yang tanpa kita sadari mengawasi kita dari balik jendela lantai dua. Kakak yang terkejut serta merasa takut, ia tak dapat bergerak maupun berteriak. Ia hanya terpaku duduk sambil melihat ke bawah. Tangannya bergetar dan dingin. Aku yang heran langsung melihat ke arah jendela lantai dua yang tepat di depan kami. Saat aku melihat ke arah jendela itu, tak terlihat seorangpun di baliknya. Namun kakak terus saja merasa ketakutan dan lama kelamaan seluruh tubuhnya bergetar menggigil.     

"Kak! Kamu nggak apa ta?" Tanyaku yang merasa khawatir.     

"Ayo pulang!"     

"Ayo pulang dek!" Ucap kakak berkali-kali yang ingin cepat-cepat pulang.     

"Kenapa? Emang kakak abislihat apa?" Tanyakuyang semakin penasaran.     

"Itu. Itu di atas sana! Di jendela itu! Ada seorang perempuan mirip bu Nilam yangterus mengawasi kita dengan tatapan mata yang sanagt tajam." Ucap kak Dita.     

"Mana?"     

"Itu. Disana." Tunjuk kak Dita.     

"Mana?" Tanyaku sekali lagi.     

"Lho. Tadi ada di sana wanita itu. Beneran. Wanita itu pakai celemek merah, dan melihat ke arah kita dari balik jendela." Ucapnya yang masih ketakutan.     

"Nggak ada kok. Mungkin kakak salah lihat." Ucapku.     

Tak lama setelah aku mencoba menenangkan kak Dita yang masih menggigil ketakutan tiba-tiba Bu Nilam ada di sebelah kami.     

"Kenapa dek?" Tanyanya tiba-tiba yang membuat kami terkejut .     

"Oh bu Nilam! Iya kenapa bu? Wahh.. ibu membuat kami terkejut saja. Tiba-tiba muncul di sebelah kami tanpa kami mendengar suara orang berjalan."     

"Ah-hahahahaha.. Masa sih kalian nggak mendengar saya berjalan. Hahahahaha.. Maafkan saya kalau saya membuat adik berdua ketakutan. Apa kalian sangat menikmati tempat ini? Omong-omong kalian sedang menuggu siapa di sini? Hari sudah hampir gelap. Apa kalian nggak ingin masuk kedalam?" Tanyanya.     

"Oh.. kami sedang menunggu teman-teman kami bu. Tadi salah satu dari kami tersesat, dan yang lainnya sedang mencari. Namun hingga saat ini mereka belum kembali juga." Jelasku pada bu Nilam.     

"Ohhh...ketiga anak laki-laki itu ya? Mereka sudah berada di dalam tadi saya menemui mereka saat hendak kemari. Mereka ada di ruangan besar. Silahkan adik kesana." Ucapnya sambil tersenyum manis, namun di balik senyumannya terasa sangat menakutkan bagi kami, seperti ada yang ia sembunyikan di balik panti ini.     

"Baik bu. Terima kasih atas infonya." Ucapku bersama kak Dita dan dengan cepat kami meninggalkan bangku taman itu menuju ruang besar melewati pintu belakang.     

Kami melewati sebuah lorong yang sangat panjang dan gelap, hampir tidak ada cahaya yang masuk menerangi lorong itu. Kami berlari sambil saling menggandeng tangan satu sama lain agar tak tersesat. Semakin kami berlari, lorong yang kamilalui terasa sangat panjang dan tak berujung. Kami berhenti di tengah-tengah lorong itu sambil menarik nafas kami panjang. Di saat kami sedang berhenti terdengar suara tawa anak kecil yang sedang berlarian di sekitar kami.     

"Hei! Kalian ada dimana? Apa bisa kalian menunjukkan jalan kami keluar dari tempat ini?" Teriakku yang kebingungan dan hilang arah.     

"Hahahahahahahahahaha.. Di-sa-na... Hahahahahahahaha.."     

terdengar sekilas dengan suara yang sangat pelan dan lirih 'mereka' menjawab. Namun aku tetap saja nggak tahu kemana arah yang mereka tunjuk. Aku beberapa kali memutar-mutarkan badanku untuk memastikan sumber suara anak kecil yang tertawa di sekitar kami. Suara 'mereka' seperti ada di mana-mana yang terus menggema sambil berlarian dan tertawa gembira.     

"Deekkk.. perasaan tadi kita nggak lewat lorong ini deh. Tapi tadi pintu masuknya sama waktu kita mau ke taman belakang itu.'     

"Iya kak aku tahu. Makanya aku juga bingung sekarang ini kita lagi di mana." Ucapku sambil terus meraba suara anak-anak yang berualang-ulang menunjukkanku arah jalan keluar dari lorong ini.     

"Tolong adik-adik yang ada di sini, bisa nggak kalian kasih tahu jalan keluar dari sini? Bisa bantu kakak dengan menuntun tanggan kakak?" Pintaku dengan nada yang lembut.     

"Kamu lagi ngomong sama sapa sih dek? Di sini itu gelap nggak ada siapa-siapa lho."     

"Ada kak. 'Mereka' ada di sini sedang melihat ke kita." Ucapku.     

"'Mereka' ini siapa maksudmu?"     

"Arwah anak-anak panti yang meninggal di sini kak." Ucapku yang masih terus berharap untuk meminta mereka mengantar kami ke pintu keluar. Hingga tiba-tiba aku merasa tangan kananku ada yang memegang, lalu ia menarik dan mengajakku untuk berjalan.     

"Makasi ya dek sudah mau bantu kakak." Ucapku yang tanpa banyak tanya saat anak ini mengajakku keluar.     

Aku melihat ada celah cahaya putih yang sangat kecil di ujung jalan ini. Anak kecil ini melepaskan tanganku, lalu ia berlari ke arah cahaya putih itu. Aku mengikutinya dari belakang sambil berlari mengejarnya agar tak tertinggal. Aku melihat ada dua daun pintu yang sangat kecil di depan kami, lalu kami melihat anak itu berlari keluar menembus daun pintu itu. Saat itu jug aku yakin jika pintu itu adalah jalan keluar dari lorong ini. Aku mendorong daun pintu ini namun tak dapat dibuka hingga akhirnya aku dan kak Dita terpaksa mendobrak pintu ini dari dalam. Pintu yang berukuran lebih kecil ini akhirnya terbuka dan kami terjauh kedepan. Aku melihat ke sekelilingku dan aku terkejut saat mengetahui jika aku baru saja keluar dari pintu lemari besar yang terdapat di dalam ruang besar. Kak Dita saat itu jatuh pingsan karena ia jatuh langsung mengenai kepalanya. Kak Andrew dan Robby yang melihat kami keluar dari lemari langsung menghampiriku dan membantuku untuk bangun, serta menggendong kak Dita yang masih belum siuman.     

"Kalian nggak apa?" Tanya kak Robby yang menuntunku untuk duduk di kursi sofa yang terdapat di ruangan besar.     

"Iya aku nggak apa. Kakakku pingsan. "     

"Panti ini berbeda dari sebelumnya aku datang. Para anak-anak di sini di jadikan tumbal bagi pemilik panti agar usaha yang ia miliki berjalan lancar." Ucap kak Andrew saat mengetahui kenapa di panti ini sangat banyak arwah anak-anak panti yang bergentayangan di sini.     

Aku yang mendengarnya sempat terkejut dan semakin menjadi sangat takut untuk berlama-lama di dalam panti ini. Akhirnya aku memutuskan untuk meminta kak Andrew untuk segera keluar dari panti ini dan kembali ke hotel.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.