Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 515. White Lie



V 515. White Lie

0"Aku belum mengijinkan kamu bekerja, sayang. Tapi, kamu sudah memutuskan sendiri. Lalu kamu mau kau jawab apa?" Dari nada bicara Lewis tampak jelas kalau dia tidak suka dengan keputusan sepihak istrinya. Dan, Likha bisa merasakan itu. Sang istri terdiam tidak tahu harus berkata apa. Memang dia mengaku salah telah membuat keputusan sendiri. Dan, Likha ikhlas jika memang dia tidak jadi bekerja.     
0

"Aku sudah kenyang. Aku mau ke kantor dulu. Terima kasih atas sarapan yang menyenangkan pagi ini." Lewis menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tidak berapa lama, pria dengan rambut panjang sebahu diikat bun ke tengah kepalanya itu sudah keluar dari kamar mandi dengan setelan jas hitam lengkap dengan dasinya.     

"Dia benar-benar marah padaku sehingga aku tidak dibiarkan memakaikan dasi untuknya." Gumam Likha dalam hati.     

"Aku berangkat dulu, sayang." Lewis masih sempat mengecup puncak kepala sang istri yang tertutup jilbab. Tidak lupa pipi kiri dan kanan Likha pun menjadi sasaran kecupan selanjutnya.     

"Lewis, aku …"     

"Kita bicarakan nanti. Aku harus ke kantor dulu sekarang. Assalammualaikum,"     

"Wa'alaikumussalam." Dengan helaan napas pasrah, Likha melepas kepergian sang suami yang pasti sedang berkecamuk didalam hatinya antara menyetujui istrinya bekerja atau melarangnya dengan konsekuensi sang istri akan lebih banyak melamun di rumah.     

"Jack, kamu dimana?" Lewis langsung menelpon salah satu sahabatnya itu begitu masuk kedalam mobil.     

"Aku di klab."     

"Sepagi ini?"     

"Heiii, ini sudah jam 11 siang. Memangnya kamu baru bangun tidur?" Balas Jack sambil berdecak heran.     

"Ahhh aku lupa. Kalau begitu, tunggu aku disana. Okay?"     

"Ada apa? Sepertinya serius sekali." Jawab Jack.     

"Tunggu saja aku. Kamu jangan kemana-mana!" Lewis memutuskan panggilan dan langsung melajukan mobilnya menuju klab malam milik Jack, dibandingkan kantornya seperti yang dia katakan pada istrinya.     

-----     

Cuaca yang semula cerah, kini mendadak mendung dan seperti akan turun hujan lebat. Begitu juga dengan cuaca di wajah Lewis yang terlihat jelas oleh Jack yang baru saja datang bertamu ke klabnya.     

"Kamu kenapa sih? Jarang-jarang aku lihat wajahmu kusut begitu." Ayah dari Gendhis dan Nathan itu meletakkan secangkir air putih di hadapan sang teman.     

"Likha minta ijin bekerja." Jawab Lewis lalu menenggak habis minuman dingin tersebut. Jack mengernyitkan dahinya.     

"So?"     

"So? Apa maksud kamu SO?" Tanya Lewis balik.     

"Ya lalu kenapa dengan istri bekerja? Istriku kembali bekerja setelah cuti melahirkannya selesai." Jawab Jack dengan santainya.     

"Kamu … kamu tidak tahu apa yang akan mengintai Likha diluar sana. Aku tidak bisa kehilangan dia lagi setelah …"     

"Setelah apa yang dilakukan Grace padanya? Atau, apa yang dilakukan perempuan-perempuan dimasa lalumu padanya?" Jack menebak apa yang menjadi beban pikiran temannya itu untuk mengijinkan istrinya bekerja. Lewis terdiam dan dugaan Jack tidak meleset.     

"Untuk kali ini, coba ijinkan istrimu bekerja. Mungkin dia butuh suasana baru agar tidak suntuk di rumah terus. Kalau dia bosan dan lelah juga dia pasti berhenti." Senyuman dan seringain Jack membuat Lewis mulai goyah pendiriannya untuk mempertahankan istrinya dirumah.     

"Dia pasti baik-baik saja. Kali ini dia akan bekerja di rumah sakit yang sama dengan istriku, bukan?"     

"Hmm, kamu tahu?"     

"Carol tidak pernah merahasiakan apapun dariku, hehehe."     

"Huh, tentu saja. Andaikan istrimu tahu kalau suaminya memiliki satu rahasia besar. Pasti dia akan mengusirmu dari rumah." Jawab Lewis dengan senyum penuh kemenangan.     

"Lewis, kalau kamu berani, aku tidak segan-segan akan mengajakmu ke ring duel." Sorot mata Jack mendadak menggelap.     

"Hahaha, baiklah baiklah. Huh, aku ke kantor sekarang. Thanks untuk sarannya." Lewis berdiri dan beranjak ingin keluar meninggalkan ruangan sang bos pemilik klab malam The Crown. Namun, ketika pria dengan rambut panjang itu masih berdiri di dekat pintu untuk keluar, dia membalikkan tubuhnya kembali,     

"Jack, rahasia itu cepat atau lambat pasti akan ketahuan, meski ditutup rapat sekalipun. Jadi, sebelum istrimu mengetahui dari orang lain, lebih baik kamu memberitahunya dulu." Jawab Lewis lalu mengedipkan satu matanya pada sang teman yang langsung diilanda kegalauan. Sorot mata Jack yang semula cerah, kini mendung seperti cuaca di luar.     

-----     

Tujuh tahun yang lalu,     

Seorang pria dalam keadaan kritis dilarikan kerumah sakit karena mengalami kecelakaan hebat yang hampir merenggut nyawanya. Mobil yang dikendarainya terpental dan bergulingan diatas jalanan beraspal sejauh ratusan meter. Pria yang mengendarai sendiri mobilnya itu berhasil dikeluarkan dari mobilnya setelah mendapat pertolongan langsung dari beberapa pengendara yang kebetulan lewat di tempat kejadian.     

Wajahnya yang sudah berlumuran darah dengan patah tulang dibeberapa bagian tubuhnya, langsung mendapatkan operasi malam itu juga. Selain pria itu, ternyata didalamnya ada juga seorang perempuan yang sayangnya tidak berhasil diselamatkan. Sehari setelah evakuasi dan otopsi jenazah, diketahui sang perempuan sedang hamil tiga bulan.     

Satu minggu setelah kecelakaan itu, akhirnya sang pria berhasil melewati masa kritis dan bangun dari tidur panjangnya.     

"Jack, Jack, kamu bisa mengenali kami?" Samar-samar pria yang menjadi korban kecelakaan bernama Jack, membuka kedua matanya perlahan. Namun, bibirnya belum bisa mengucapkan satu huruf pun.     

"Darren, dia sudah sadar. Huft."     

"Syukurlah. Aku panggil dokter dulu."     

"Okay,"     

Suara-suara yang saling bersahutan disekitarnya, tidak terdengar jelas oleh pria yang menjadi korban kecelakaan tunggal tersebut. Namun, satu yang dia Yakini, suara-suara itu adalah suara kedua sahabatnya. Lewis dan Darren.     

"Jack, ya Tuhan, syukurlah kamu sadar juga, huhuhuhu." Leona, ibu dari Jack langsung berhamburan masuk ke dalam ruang perawatan anaknya begitu mengetahui kalau anaknya sudah sadarkan diri.     

"Nyonya, tolong keluar sebentar. Kami akan memeriksa pasien terlebih dahulu." Seorang dokter dan suster datang menyusul setelah Darren mengabarkan dokter yang ada di luar kamar.     

"Syukurlah, pasien sudah melewati masa kritis. Tapi, tetap kami harus memantau semuanya dulu. Suster, awasi setiap perkembangannya dan laporkan kepada saya setiap hari." Ujar sang dokter.     

"Siap, dok." Suster berseragam serba putih itu mengangguk tegas.     

"Jack, mana yang sakit sayang?" Leona menggenggam tangan anak satu-satunya itu.     

"Mom … my,"     

"Iya sayang," J awab sang ibu penuh cinta.     

"Dimana Tasya?" Semuanya terdiam. Darren dan Lewis saling bertukar pandang. Leona menjauhkan tubuhnya dari sang anak namun genggaman tangannya semakin erat menenangkan Jack.     

"Sayang …"     

"Dimana dia? Lewis, Darren, aku mohon … bawa dia kemari!" Suara Jack terdengar jelas bergetar. Rahangnya mengeras dan tampak ada cairan bening jatuh menetes di sudut matanya.     

"Jack …" Lewis tidak sanggup melanjutkan ucapannya.     

"Ada apa? Katakan padaku, dimana Tasya?"     

"Jack, tenangkan dirimu. Tasya baik-baik saja. Dia sedang mendapatkan perawatan di kamar sebelah." Darren yang tidak sanggup berkata jujur, terpaksa harus mengatakan white lie saat ini. Karena kesembuhan Jack adalah segala-galanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.