Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 514. Keputusan Sepihak



V 514. Keputusan Sepihak

0"Aku ingin bicara panjang lebar denganmu sepulang kerja. Apa kamu ada waktu?" Anton berjalan menghampiri perempuan yang hanya menggulung rambutnya ke atas dan dengan sentuhan riasan natural.     
0

"Bicara apa?" Ruby berdiri di depan mejanya dengan kedua tangannya di letakakn di atas meja di kedua sisi kanan dan kirinya. Dalam posisi Ruby seperti ini, mommynya tidak akan bisa menuju lift untuk meninggalkan tempat ini. Anton pun berjalan menghampiri jendela di belakang kursi kebesaran Ruby untuk mengalihkan perhatian perempuan ini agar bisa melihat dirinya meski sejenak.     

Ruby pun berhasil menoleh ke arah Anton dan dengan secepat kilat, Diane langsung berlari menuju lift setelah melihat anaknya sudah tidak menatap pintu masuk lagi. Anton merasa lega dan tersenyum dengan sangat tampannya, menurut versi Ruby.     

"Pemandangan diluar tidak akan aku lihat lagi dalam beberapa hari kedepan hingga satu tahun kemudian. Tapi, bukan itu yang membuatku sedih. Aku sedih karena aku tidak bisa menatap langsung perempuan yang sudah memporak-porandakan hatiku dalam sekejap." Jawab Anton sambil menatap keluar pemandangan yang berupa kemacetan di jalan raya. Ruby menghela napas terdiam.     

"Aku mendukung keputusan kamu untuk pindah kesana. Setelah aku pikir-pikir, ini memang kesempatan yang baik untuk kamu menunjukkan betapa potensialnya kamu untuk menjadi seorang pemimpin. Tapi disisi lain, aku akan sangat kehilangan. Aku mungkin tidak akan semangat lagi untuk bekerja karena tidak ada kamu disini." Jawab Ruby dengan wajah tertunduk lemas.     

"Kemarilah!" Anton melebarkan kedua tangannya yang kokoh dan panjang. Ruby pun berjalan mendekati sang arjuna dan langsung memeluknya erat.     

"Aku akan merindukan kamu. Kalian para pria tidak akan bisa merasakan rasa rindu yang dialami seorang wanita. Karena kalian akan dengan mudah melupakannya begitu saja." Ucap Ruby dengan suara seperti hendak menangis.     

"Perpisahan ini hanya sementara. Kita akan bertemu kembali untuk selamanya. Bagiku, ini juga menyakitkan karena … aku tidak akan bisa lagi melihat dan merasakan dirimu seperti ini. Aku tidak bisa lagi merasakan hembusan napasmu dan detak jantungmu yang berdenyut di atas dadaku. Mungkin aku terdengar konyol tapi … kamu adalah perempuan yang aku inginkan untuk menjadi ibu dari anak-anakku." Anton meraih wajah sang perempuan dan mendekatkannya ke hidungnya.     

"I love you," Ruby menempelkan bibirnya pada Anton dan Anton pun menyambutnya dengan penuh suka cita. Mereka berdua larut dengan suasana sedikit panas disaat jam kerja masih belum dimulai.     

-----     

"Lewis, menjauh dariku! Aku baru keramas!" Likha berlarian mengitari tempat tidur berusaha menghindari pria yang matanya penuh dengan gejolak tertahan selama satu minggu belakangan ini.     

"Berarti … kamu sudah siap, bukan?" Lewis menangkap bantal yang dilempar sang istri lalu membuangnya ke lantai.     

"Siap apa? Ini sudah jam berapa? Kamu tidak turun sarapan dan berangkat kerja?" Masih dengan jubah mandi dan rambut setengah basahnya, Likha terus berlari menghindari sang suami yang berjalan mendekat ke arahnya.     

"Aku pemilik perusahaan bisa berangkat jam berapa saja semau aku." Jawab sang suami dengan seringai jahilnya. "Kamu tidak kasihan padaku? Aku sudah puasa selama satu minggu dan selama satu minggu itu juga aku tugas keluar kota sehingga aku tidak bisa memelukmu dalam tidur." Jawab Lewis dengan langkah panjangnya berusaha mendekati sang istri.     

"Lewis, ada Leon diluar belum berangkat sekolah. Nanti dia masuk kamar, bagaimana?" Ucap Likha tiba-tiba teringat anaknya.     

"Kamu lupa kalau dia sedang menginap dirumah Axel?" Lewis terkekeh mengingatkan sang istri yang sepertinya hanya ingin mencari alasan.     

"Oh iya, aku lupa." Melihat Likha yang dalam sepersekian detik lengah, Lewis langsung melompat dan menarik sang istri menuju ke atas kasur.     

"Aaaaahh," Lewis berhasil membekap mulut sang istri dengan telapak tangannya yang besar.     

"Ssst, kamu mau semua orang masuk ke dalam kamar?" Pasrah sudah Likha karena tubuhnya sudah dibelit oleh macan yang sedang kelaparan.     

"Kamu mengagetkan aku." Mami dari Leon itu pun memukul lengan kekar sang suami.     

"Aku hanya ingin tidur sambil memeluk kamu. Bau shampoo kamu sehabis mandi membuatku nyaman." Jawab Lewis sambil memeluk sang istri dan meletakkannya di dadanya.     

"Sungguh? Bilang dong dari tadi, jadi kita tidak usah seperti Tom dan Jerry." Jawab Likha pelan. Detak jantung sang suami terdengar jelas olehnya. Harum tubuh Lewis merupakan aromatherapy untuk Likha yang juga sangat merindukan sang suami setelah mereka berpisah satu minggu lamanya.     

"Sayang,"     

"Hmm."     

"Aku … ingin bekerja lagi, boleh tidak?" Likha berkata dengan suara sepelan mungkin. "Leon sudah besar dan sudah bisa ditinggal bekerja. Aku kesepian dirumah terus jadi aku butuh kesibukan." Jawab Likha lagi. Tidak terdengar suara sang suami membalas ucapannya. Likha mendongakkan kepalanya.     

"Astaga, dia tidur beneran. Huft, dasar!" Gumam Likha sedikit sebal karena ternyata dia sedang berbicara dengan pria yang tertidur pulas.     

Lewis bukan sedang tidur tapi dia sedang menghindar dari pertanyaan Likha yang dia belum tahu harus menjawab apa. Jadi, dia memilih tidur sebagai jalan keluar untuk menghindar sejenak.     

"Hoaaammm, jam berapa sekaran, yang? Sayang? Likha?" Perempuan yang susah payah didapatkan, tidak ada disebelahnya. Lewis tertidur lelap sampai tidak menyadari kalau Likha sudah keluar dari kamar.     

"Ini brunchnya, tuan raja. (Brunch +Breakfast Lunch atau sarapan yang kesiangan)." Likha membawa nampan berisi sepiring nasi, semangkuk sayur, dan piring kecil lauk pauk, juga segelas jus jeruk kesukaan Lewis.     

"Jam berapa ini? Kenapa kamu tidak membangunkan aku?" Pria itu pun menengakkan tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang.     

"Jam sepuluh. Kamu tidur nyenyak sekali. Mana mungkin aku membangunkan kamu. Sekarang makanlah, setelah itu mandi dan ikut aku." Ucap Likha. Perempuan yang sudah mengenakan jilbab instant itu langsung membuka tirai jendela lebar-lebar. Matahari pagi langsung masuk kedalam kamarnya yang menghadap ke timur itu.     

"Kemana?" Lewis tidak langsung makan. Melainkan ke kamar mandi sejenak untuk membasuh wajahnya yang masih tertinggal jejak-jejak bangun dari tidurnya.     

"Kerumah dokter Carol." Jawab Likha dengan suara bersemangat. Lewis mulai mencium aroma pekerjaan yang akan didapatkan Likha dari istri temannya, Jack, itu.     

"Oh, ada perlu apa kita kesana?" Tanya Lewis lagi. Pria itu mengambil nampan berisi makanan yang ad ada diatas kasur dan membawanya ke atas meja kecil yang ada di dalam kamar ini.     

"Dokter Carol bilang kalau ada lowongan perawat untuk aku di rumah sakitnya. Kamu … mengijinkan aku bekerja kan?" Tanya Likha takut-takut.     

"Aku belum mengijinkan kamu bekerja, sayang. Tapi, kamu sudah memutuskan sendiri. Lalu kamu mau kau jawab apa?" Dari nada bicara Lewis tampak jelas kalau dia tidak suka dengan keputusan sepihak istrinya. Dan, Likha bisa merasakan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.