Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 511. Pria-Pria Berwajah Cantik



V 511. Pria-Pria Berwajah Cantik

0"Jangan menangis. Kamu membuat aku menjadi suami yang tidak berguna dengan membuatmu menangis di hari istimewamu." Ucap Darren sambil memeluk sang istri yang justru semakin kencang menangis. "Hei, sudah sudah, nanti Kral bangun mendengar suara ibunya menangis." Ucap sang suami sambil menepuk-nepuk punggung sang istri yang masih banjir air mata.     
1

"Maafkan aku, aku tidak tahan untuk tidak menangis." Ujar Calista sambil sesenggukan menangis.     

"Bagaimana liburannya? Mau kan?" Tanya Darren lagi.     

"Liburan kemana?" Tanya Calista lagi dengan wajahnya di miringkan bersandar di dada sang suami.     

"Korea. Anak-anak bilang kalau kamu sangat mengidolakan pria-pria berwajah cantik itu." Ucapan Darren dibalas dengan decihan Calista.     

"Mereka tampan dengan ciri khas mereka masing-masing." Bela sang penggemar.     

"Kalau dibandingkan dengan aku, lebih tampan mana?"     

"Tampan mana yaa? Hmm …" Calista pura-pura berpikir keras. Dan, itu membuat Darren gemas setengah mati.     

"Mungkin mereka tampan menurutmu, tapi tetap saja aku lebih tampan dan unggul karena aku bisa membuat istriku melahirkan." Jawab Darren absurd.     

"Apa sih ya ampuun? Ucapanmu membuatku merinding." Jawab Calista sambil melepaskan pelukannya di dada sang suami.     

"Aku kangen," Darren menarik lengan istrinya yang hendak melarikan diri. Tubuh perempuan penggemar yoga itu kini bertambah beberapa kilo karena Calista masih menyusui Kral jadi belum sempat mengurangi makan lagi.     

"Lepaskan aku, Darren. Kral masih tidur." Maksud dari Calista adalah percakapan mereka bisa membangunkan anak bungsu mereka tapi tidak demikian yang ditangkap Darren.     

"Apak amu ingin dia bangun dan melihat ayah ibunya sedang proses membuat adik untuknya? Hmm?"     

Calista melebarkan matanya mendengar jawaban dari sang suami.     

"Adik? Kamu jangan macam-macam. Aku mau tidur. Lepaskan aku!"     

"Kral sudah hampir dua bulan bukan? Jadi, aku sudah boleh menggauli kamu dong ya?"     

"Astaga. Aku mau tidur." Calista buru-buru masuk ke dalam selimut dan membungkus rapat-rapat tubuhnya.     

Tidak bisa dibayangkan kalau dia akan hamil dan melahirkan lagi. Benar-benar mereka akan menjadi keluarga besar dengan banyak anak. Darren pun mengejar sang istri dan menduduki tubuh Calista dibawahnya.     

"Kamu tidur saja, biarkan aku bekerja."     

"Mana bisaaa? Ummmphhh." Ciuman Darren sebagai pertanda kalau mereka akan memulai malam panas dan berkeringat setelah hampir dua bulan lamanya berpuasa.     

-----     

Suasana di ruangan kerja Ruby mendadak lengang tanpa ada suara sedikitpun. Perempuan itu sedang berusaha konsentrasi dan memisahkan urusan pekerjaan dengan urusan pribadi. Namun, sekuat apapun dia berusaha menghalau keinginannya untuk bertanya, hatinya tidak kuasa juga untuk segera bicara dengan lelaki pujaannya.     

"Anton, please kamu ke ruanganku segera." Ruby menelpon sang pria yang sedang duduk di kursinya dengan jari jemarinya sibuk mengetik laporan.     

"Aku sedang sibuk. Nanti aku kesana kalau sudah selesai." Ujar Anton. Pria itu tahu kalau sang perempuan ini membicarakan urusan pribadi mereka namun laporan yang sedang dikerjakannya benar-benar ditunggu oleh bapak angkatnya untuk segera diserahkan secepatnya.     

Ruby menganga lebar tidak percaya kalau dirinya ditolak. Perempuan itu pun meletakkan telpon dengan gusar.     

"Oh, jadi sekarang dia ingin menghindariku? Okay, kita lihat siapa yang sanggup untuk berjauhan lebih lama." Ujar Ruby dengan suara kesal tertahan.     

Sepanjang hari, Anton dan Ruby bertemu hanya dua atau tiga kali. Itupun karena urusan pekerjaan. Persiapan penugasannya ke Papua membuatnya harus mempersiapkan banyak hal. Hingga tiba akhirnya di jam pulang kerja, Ruby yang sudah bersiap-siap dengan tas dan kunci mobilnya, hendak pergi meninggalkan ruangan kerjanya.     

"Sayang, aku ingin bicara sebentar." Anton tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Senyuman sinis Ruby dan dengusan sebalnya, membuat Anton tahu kalau Ruby kecewa atas sikapnya seharian ini.     

"Sayang? Aku kira aku sudah tidak akan mendengar kata itu lagi dari seseorang. Aku sudah lelah dan ingin pulang. Mungkin mommy benar kalau aku terlalu terburu-buru untuk menikah."     

Ruby melewati Anton begitu saja, namun lengan perempuan itu diraihnya dan tubuh Ruby ditempelkan di dinding yang ada di hadapan Anton.     

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk mengabaikan kamu. Tapi, hari ini aku banyak menerima tugas dari tuan Donni untuk persiapan penugasanku di tempat yang baru, Papua. Aku … akan pindah kesana kurang dari satu bulan ini." Jawab Anton dengan mata menatap lekat ke perempuan yang sejak tadi dia bicara hanya menatap matanya sendu.     

"Jadi, kamu benar-benar akan pindah tugas kesana?" Ruby bertanya dengan intonasi kalimat yang lemah dan lembut.     

"Ya, aku terpaksa harus mengambil tantangan ini. Aku … ingin menjadi pria yang punya harga diri saat aku kembali dari sana." Anton menempelkan dahinya ke dahi perempuan berambut pirang. Kedua telapak tangan Anton memegang kedua pipi Ruby dan mengusap wajah lembut dan cantik itu sambil tersenyum.     

"Sayang, aku mencintaimu. Kamu tidak perlu menunjukkan kepada siapapun siapa dirimu. Cukup aku yang melihat ketulusan dan cinta darimu, aku tidak perlu orang lain untuk meyakinkan aku kalau kamu … mencintaiku." Ruby melingkarkan kedua tangannya di leher sang pria pujaan.     

"Aku tahu itu. Aku tidak akan salah memilih calon istri. Tapi …"     

"Ssst, jangan pakai tapi. Aku merindukan kamu. Apakah kamu tidak merindukan aku?" Kecupan tipis di bibir Anton diberikan Ruby beberapa kali.     

"Hehehe, kamu jangan memancing aku. Aku masih sibuk."     

"Benarkah? Apa … kamu benar-benar menolak aku?" Sesapan Ruby di leher sang pria membuat pria muda itu tersenyum dan mengatupkan bibirnya menahan rangsangan yang diberikan sang perempuan.     

"Mungkin … aku bisa melanjutkan pekerjaanku besok pagi-pagi sekali. Ayo kita kerumahku sekarang juga." Ujar Anton sebelum melumat bibir Ruby yang sudah memikat hatinya sejak tadi pagi untuk dicium sepenuh hati.     

"Ummppph, I love it. Kita lanjutkan di rumahmu. Aku berangkat sekarang." Seolah tidak ingin melepaskan ciuman panas mereka, napas Ruby tersengal-sengal karena serangan Anton yang membuatnya tidak bisa bernapas dengan normal.     

Keduanya pun keluar dari kantor dengan menggunakan kendaraan masing-masing dan mobil Ruby lah yang sampai lebih dahulu di rumah Anton yang tidak begitu besar namun sangat nyaman dan sangat maskulin.     

Anton yang baru datang dengan mobilnya, langsung menutup pintu garasi dan pintu rumahnya serta menguncinya dari dalam. Ruby menyambutnya dengan pelukan dan ciuman panas bahkan sebelum mereka sampai ke kamar tidur. Keduanya pun melepaskan hasrat manusia dewasa yang sudah tertahan setelah dua hari mereka tidak saling memadu kasih. Entah apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Perbedaan mereka yang sangat mencolok mungkin akan hilang dengan seiring berjalannya waktu karena takdir tidak akan pernah salah mendatangi pemiliknya.     

-----     

"Pasien selanjutnya, anak Dewa," Seorang perempuan berseragam serba putih memanggil pasien selanjutnya yang akan diperiksa oleh dokter spesialis anak, Jenny.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.