Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 510. Selamat Ulang Tahun



V 510. Selamat Ulang Tahun

0"Huum, dia adalah Donni Rickman." Jawab James dengan seringai lebar.     
0

"What the f***," Seloroh Harry spontanitas.     

"Sayang!" Diane berteriak kecil pada suaminya yang berkata kasar.     

"Maafkan aku," Ujar Harry mengetahui dirinya salah.     

"Kamu tenang saja. Dia adalah pria yang memegang teguh perkataanya. Kalau dia bilang akan memindahkan Anton ke Papua, dia pasti melakukannya. Menurutku kalau sudah dipindahkan kesana, tidak cukup waktu tiga bulan. Minimal satu tahun anak muda hebat itu akan berada disana." Ujar James lagi.     

"Baguslah kalau begitu." Baik Diane dan Harry sama-sama menghela napas lega. Tapi tidak dengan Ruby yang sudah sampai di kamarnya setelah kepergian Anton dan keluarganya. Ruby mengambil ponsel dan mengetikkan beberapa pesan singkat untuk sang kekasih hati.     

"Kita harus bertemu secepatnya." Tulis Ruby pada pria yang ingin melamar dirinya malam ini tapi justru berakhir dengan hasil yang tidak diharapkan.     

Hening, tidak ada balasan setelahnya. Bahkan sampai Ruby tak sengaja tertidur pulas karena letih bekerja seharian, pesan balasan dari Anton pun tidak kunjung datang.     

"Tuan … maksudku pak, apa bapak serius mau memindahkan saya ke Papua?" Itu adalah pertanyaan yang Anton layangkan untuk tuan rumah yang sangat berkharisma itu. Donni menepul Pundak sang istri, Agnes, untuk langsung menuju kamarnya. Pria itu ingin mengatakan sesuatu sebelum dirinya pun menuju peraduan.     

"Anton, ikut aku!" Donni melangkahkan kakinya menuju ruangan baca. Anton pun mengekor dari belakang. Disinilah mereka akan membahas masa depan Anton lebih serius.     

"Apak kamu serius ingin menikah dengan Ruby?" Pertanyaan yang langsung pada tujuannya.     

"Tentu saja, pak! Aku serius ingin meminangnya dan menjadikannya ibu dari anak-anakku." Ujar Anton dengan penuh semangat.     

"Tapi kamu lupa satu hal, kalian berbeda keyakinan dan itu yang ditentang oleh kedua orangtua Ruby." Jawab Donni lagi.     

Hal itu lagi, tidak dipungkiri itulah yang menjadi satu-satunya penghambat hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Melihat anak angkatnya terdiam, Donni menghela napasnya.     

"Aku bukan tanpa alasan memutasi kamu ke cabang perusahaanku yang masih baru menetas itu. Aku ingin kamu buktikan pada kedua orangtua Ruby kalau kamu adalah calon menantu yang bisa diandalkan dan dipercayakan untuk menitipkan anak perempuan mereka padamu. Selain itu, perpisahan sementara ini akan membuktikan satu hal. Apakah kalian akan masih terus saling mencintai atau perasaan itu hanya sekedar lewat untuk mengisi kekosongan kalian." Kalimat panjang lebar yang diucapkan ayah angkatnya itu langsung membuat Anton tersadar.     

"Ya, siapalah aku hanya seorang wakil manager ingin menikah dengan perempuan kelas atas dengan gaya hidup yang mewah? Kalau bukan aku yang harus memperbaiki kualitas diriku sendiri, aku tidak akan punya muka untuk menemui keluarga besarnya, meskipun Ruby tidak mempermasalahkan itu.     

"Baiklah pak. Mulai kapan aku bisa pindah kesana? Mungkin dengan begitu, aku bisa membuktikan pada semua orang, terutama diriku sendiri kalau aku bisa melakukan lebih dari yang mereka kira." Ucap Anton dengan mata penuh kobaran api semangat. Donni tersenyum mendengar jawaban pria muda berkacamata yang memang Donni sudah percaya.     

"Baiklah, besok kita bicarakan lagi. Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan. Paling cepat, kamu pindah kesana, satu minggu dari sekarang. Rumah dinas dan kendaraan disana pun sudah disediakan jadi kamu tidak perlu khawatir. Yang kamu hanya harus lakukan adalah bekerja sebaik mungkin dan menjadi Anton yang baru." Donni berdiri dan menepuk pundak anak angkatnya itu lalu pria dengan bulu-bulu halus di sekitar rahangnya dan rambut hitam lebat itu pun berlalu menaiki anak tangga menuju lantai dua kamarnya.     

Anton masih terdiam didalam ruangan baca. Dia baru teringat dengan ponselnya yang di silent nada deringnya. Matanya melebar begitu melihat belasan panggilan tak terjawab dari Ruby dan juga satu pesan singkat.     

"Kamu sudah tidur?" Tidak ada balasan untuk beberapa lama dan tanda notif di ponselnya pun ceklis satu. "Mungkin dia sudah tertidur. Good night, babe. Kita akan bertemu besok." Gumam Anton dan pria itu pun keluar dari ruangan baca menuju pintu keluar untuk kembali ke rumahnya sendiri yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah orangtua angkatnya.     

Sepanjang jalan, Anton membayangkan apa yang akan terjadi jika dirinya memang harus berhubungan jarak jauh dengan Ruby. Apakah kekasihnya itu akan setuju atau justru berbuat nekat dengan menentangnya?     

-----     

"Kalian sepertinya bersenang-senang seharian." Calista yang baru saja menidurkan Kral di keranjang bayi khususnya, duduk diatas kursi hias untuk membersihkan wajahnya.     

"Hanya ke toko buku, butik, dan tempat makan." Jawab Darren sambil merebahkan punggungnya diatas kasur dengan kedua tangannya di satukan di belakang kepalanya.     

"Butik? Untuk apa kamu ke butik?" Calista memalingkan tubuhnya ke tempat sang suami berbaring.     

"Ada pakaian yang anak-anak inginkan." Jawab Darren singkat. Calista mengernyitkan alisnya dan memiringkan dagu lalu kembali membalik tubuhnya kembali menghadap cermin rias yang ada di hadapannya. Darren tersenyum tipis berusaha menyembunyikan tawanya.     

"Kemarilah sayang,"     

"Sebentar. Aku belum selesai." Calista memberikan sentuhan terakhir pada perawatan wajah yang rutin dilakukannya setiap hari.     

"Ada apa?" Calista menghampiri sang suami dan mendekapnya dari samping. Darren melepaskan tautan kedua tangannya dibelakang kepala.     

"Ayo kita liburan." Ujar pria bermata hijau seraya memiringkan tubuhnya dan mendekap tubuh sang istri dari samping.     

"Lagi? Bukankah kita sudah liburan ke Lombok belum lama ini?" Calista melebarkan matanya.     

"Sayang, selamat ulang tahun." Darren mendaratkan ciuman penuh kasih sayang di dahi sang istri yang bengong.     

"Hari ini ulang tahunku? Memangnya sekarang tanggal berapa?" Calista terduduk bingung dan mencari ponselnya yang diletakkan diatas meja rias. "Ya ampun, kok aku bisa lupa ya ulang tahunku sendiri?" Ibu tiga anak itu menutup mulutnya dengan satu tangan.     

"Karena kamu terlalu sibuk dengan anak-anak jadi kamu tidak ada waktu untuk dirimu sendiri." Ucap Darren yang menghampiri sang istri dan mendekapnya dari belakang.     

"Selamat ulang tahun, istriku, ibu dari anak-anakku, yang memberi cahaya untuk kehidupanku yang tanpa warna. Aku akan selalu mencintaimu sampai maut memisahkan kita." Bisik Darren di telinga kanan sang istri dengan lembut. Namun, tiba-tiba pria itu kaget karena istrinya justru sesenggukan menangis. "Kamu … kenapa menangis?" Darren membalik tubuh sang istri dan menjepit wajahnya dengan kedua tangannya yang lebar.     

"Aku terharu, hiks hiks. Bertemu denganmu dan menikah denganmu adalah sesuatu yang tidak pernah aku impikan sebelumnya. Siapalah aku hanya seorang office girl yang nekat menikah demi rupiah." Jawab Calista dengan wajah tertunduk malu.     

"Jangan menangis. Kamu membuat aku menjadi suami yang tidak berguna dengan membuatmu menangis di hari istimewamu." Ucap Darren sambil memeluk sang istri yang justru semakin kencang menangis. "Hei, sudah sudah, nanti Kral bangun mendengar suara ibunya menangis." Ucap sang suami sambil menepuk-nepuk punggung sang istri yang masih banjir air mata.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.