Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 505. Kendala Besar



V 505. Kendala Besar

0"Ada apa Ratu?" Anak perempuannya yang selalu menghidupkan suasana membuatnya menghentikan lagi pekerjaannya.     
0

"Ayah kok tahu aku yang menelpon?" Sahut Ratu dengan suara riangnya.     

"Bahkan napas kamu pun sudah bisa tercium dari sini. Ada apa, sayang?" Sahut Darren lagi pada anak perempuan satu-satunya ini.     

"Ayah jadi kan nanti sore temani kami ke toko buku? Aku dan kakak sudah selesai pulang sekolah dan baru sampai rumah." Jawab Ratu dengan ciri khas suara centilnya.     

"Tentu saja, memang pernah ayah berbohong padamu?"     

"Tidak sih. Ya sudah kalau begitu. Kami mau makan siang dulu lalu tidur siang. Setelah itu latihan karate. Tangan dan kakiku pegal semua karena satu minggu kemarin libur." Jawab Ratu sambil memukul-mukul betisnya dengan tangan kecilnya.     

"Sungguh anak yang sangat luar biasa. Biasanya anak perempuan yang lain hobinya adalah kursus balet, menari, melukis, atau bahkan ada yang mengambil kursus memasak sejak dini. Tapi Ratu sangat berbeda. Dia memilih ikut kakaknya untuk Latihan karate dan berkuda. Alasannya adalah, biar tidak ditindas terus oleh Raja, kakaknya, jadi anak perempuan itu harus bisa mengimbangi kekuatan saudaranya ." Gumam Darren dalam hati.     

"Okay, segera makan dan istirahat. Kegiatan kamu banyak sekali. Sampai jumpa."     

"Sampai jumpa, ayah." Balas Ratu lalu telpon pun dimatikan oleh gadis kecil itu. Sejenak Darren mengamati kamera CCTV yang dia pasang disetiap sudut rumahnya. Pria itu bisa memantaunya dari computer satu lagi yang tersedia diatas mejanya sebelah kiri.     

-----     

"Jadi, apa yang mau kamu katakan?" Kini Anton dan Ayu sudah duduk saling berhadapan di dalam kantin. Tidak ada gunanya lagi menghindari perempuan ini karena cepat atau lambat, Anton akan menikah dengan Ruby jadi semua akan terungkap pada waktunya.     

"Anton, kamu … sudah punya pacar?" Pertanyaan perempuan mungil yang menggerai rambut panjangnya itu sudah Anton duga sebelumnya.     

"Sudah," Jawab Anton singkat. Bukannya sedih atau kecewa, Ayu justru tersenyum dan terkekeh mendengarnya. "Kenapa kamu tertawa?" Ucap Anton lagi sambil mengernyitkan alis.     

"Kalimat yang kamu ucapkan itu biasa aku berikan pada para lelaki yang ingin mengajakku kencan." Jawab Ayu.     

"Kamu bertanya dan aku sudah menjawabnya. Lalu, aku harus berkata apalagi?"     

"Jujurlah, aku tahu kamu belum punya pacar. Karena selama ini, aku tidak melihat kamu berjalan dengan perempuan lain." Jawab Ayu lagi kini dengan wajah lebih serius.     

"Sepertinya, kamu ingin mendemgarkan jawaban yang kamu inginkan, bukan jawaban yang sebenarnya. Maaf, aku tidak bisa berlama-lama. Yang bisa aku katakan padamu adalah aku sudah punya kekasih dan kami akan segera menikah. Selamat menikmati makan siang kamu." Pria berkacamata itu pergi meninggalkan Ayu yang menganga lebar mulutnya setelah mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Anton.     

"Menikah? Hah, alasan yang sungguh dibuat-buat." Ayu menyeringai sinis menatap punggung Anton sampai hilang dari pandangan.     

"Kamu darimana? Aku mencari kamu kemana-mana." Tiba-tiba Ruby muncul dari dalam lift yang terbuka pintunya. Anton masuk ke dalam lift bergabung dengan perempuan yang kebetulan sedang sendirian.     

"Aku bertemu Ayu untuk menegaskan status yang aku miliki sekarang." Jawab Anton dengan kedua tangannya dilipat didepan dadanya.     

"Apa? Bertemu perempuan yang kamu taksir?"     

"Dulu, dulu iya, tapi tidak sekarang."     

"Hah, lalu apa yang kalian bicarakan? Status? Menegaskan status apa maksud kamu?" ruby mengernyitkan alisnya.     

"Kamu sudah makan siang? Kita bicara sambil makan siang. Aku lapar."     

"Kamu jangan mengalihkan perhatian. Aku …"     

"Iya iya, nanti aku jelaskan sampai kamu mengerti. Tapi, sekarang kita ke restoran lantai tiga dulu. Disana makanannya enak dan tempatnya nyaman tidak ramai." Ruby mengernyitkan alis. Pria ini dari dulu pertama mengenalnya sampai sekarang tidak ada sisi romantis sama sekali.     

Anton menggenggam tangan Ruby sambil berjalan memasuki tempat restoran yang jarang didatangi oleh para karyawan, kecuali level Manajer ke atas karena harganya dan juga porsi yang ditawarkan tidak membuat kenyang mereka yang terbiasa makan dalam jumlah banyak. Ruby menggigit bibirnya malu-malu karena pria ini berinisiatif sendiri memproklamirkan hubungan mereka secara tidak langsung.     

Pria berkacamata dengan postur tubuh tidak berbeda jauh tingginya dengan kakak iparnya, Darren, memilih tempat yang berada di bagian dalam dengan meja di ujung. Seorang pelayan restoran menghampiri dan mengucapkan salam sebelum memberikan dua buku menu dan meletakkan di masing-masing hadapan Anton dan Ruby. Beefsteak dan smashed potato dipilih Ruby. Sedangkan Anton memilih sop iga dengan nasi yang wajib disantapnya setiap pagi siang dan sore.     

"Sekarang ceritakan apa yang kamu dan perempuan itu bicarakan berdua." Ruby yang sudah tidak sabar sejak tadi ingin mendengarkan pembicaraan antara kekasihnya dengan perempuan yang pernah disukai kekasihnya itu.     

"Dia tanya apakah aku sudah punya kekasih? Mungkin karena dia curiga kalau selama ini aku selalu menolak ajakannya untuk pergi berdua. Aku jawab saja kalau aku sudah punya kekasih dan kami akan segera menikah." Jawab Anton sambil menatap perempuan berambut pirang dihadapannya dengan tersenyum tipis. Ruby tersenyum mendengar ucapan sang kekasih dengan hati berbunga-bunga. Baru kali ini pria ini mau mengatakan hal sefrontal itu dihadapan perempuan lain.     

"Aku memang dulu menyukai dia, aku akui itu. Tapi, ternyata aku baru sadari kalau semua itu hanya kekagumanku semata. Karena, aku tidak pernah dekat dengan perempuan manapun sebelumnya, kecuali kakakku." Jawab Anton lagi. Ruby lagi-lagi hanya bisa diam.     

"Bagaimana mungkin aku bisa menyukai pria dingin dan sederhana ini? Ditambah lagi usianya setara dengan usia adikku, Emilia. Sepertinya aku terkena karmanya karena telah menyangkal keras memiliki hubungan dengan pria lebih muda. Dan sekarang aku mengalaminya sendiri. Bahkan aku akan menikah dengan pria ini hanya lewat perkenalan tidak lebih dari satu bulan. Satu bulan? Luar biasa! Aku pernah menjalin hubungan dengan banyak pria dan paling lama adalah satu tahun namun semua berakhir begitu saja. Namun, dengan pria ini yang memiliki perbedaan sangat besar justru hanya perlu berkenalan satu bulan saja."     

"Namun, masih ada satu lagi yang menjadi kendala di dalam hubungan kita." Ucap Anton tiba-tiba dengan memasang mimic wajah serius.     

"Apa itu?"     

"Keyakinan kita." Ruby terdiam. Dia memang bukan penganut fanatik agama yang dipeluknya. Tapi, untuk berpindah keyakinan, bukanlah hal semudah membalikkan telapak tangan. Karena hal ini menyangkut hubungan dengan keluarga besarnya. Tanpa Anton sadari, Ruby diam-diam sudah mempelajari agama yang dianut sang calon suami. Mulai dari hal sederhana, membaca doa mau makan, memperhatikan orang-orang sekitarnya sedang sholat, dan lain sebagainya. Namun, dia selalu teringat kembali dengan wajah kedua orangtua dan adiknya, terutama keluarga besarnya.     

"Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Aku … tidak berpikir ke arah sana." Ucap Ruby lirih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.