Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV 398. Dedek Bayi



IV 398. Dedek Bayi

0Mereka berdua pun naik jeep Wrangler Unlimited Rubicon yang ditaksir senilai 1 milyar lebih itu. Untungnya Jenny mengenakan celana panjang jadi perempuan itu tidak mengalami kesulitan untuk masuk kedalam mobil.     
0

Mobil itu pun meninggalkan garasi Jhonny yang Jenny sempat hitung tadi setidaknya ada lima mobil selain mobilnya yang diparkir.     

"Semua mobil itu punyamu atau teman-temanmu menitipkan disini?" Jenny tidak tahan untuk tidak bertanya karena sungguh kekayaan yang dimiliki Jhonny mungkin tidak akan pernah dimilikinya meskipun seumur hidup bekerja sebagai seorang dokter.     

"Punya tetangga yang menitipkan mobilnya disini. Aku memasang tariff 1 juta perjam. Oleh karena itu aku bisa membangun rumah sebesar ini." Jawab Jhonny asal yang membuat Jenny menyeringai sebal.     

"Bisa tidak kamu serius kalau ditanya orang?" Jenny melengos menatap kaca jendela. Dia malas untuk meneruskan obrolan tapi tidak mungkin juga dia tidur lagi karena baru saja bangun dari tidurnya.     

"Huh, aku tidak punya rahasia dan apapun yang harus dikatakan. Oya, aku belum berterima kasih padamu karena telah menyelamatkan nyawa aku dan dua anak-anak tadi. Mungkin kamu belum tahu kalau Boy adalah darah dagingku." Ucapan Jhonny sukses membuat Jenny melebarkan matanya.     

"Apa? Kamu bilang kamu belum menikah tapi kamu sudah punya anak? Huh, jadi kamu pria yang suka celup sana celup sini yaa. Huh!" Jenny menatap sinis Jhonny dan bertambah kesal sambil melipat kedua tangannya.     

Pria bertato itu heran dengan sikap yang ditunjukkan perempuan yang duduk disebelahnya ini. dia bukan istrinya, bukan pula pacarnya, kenapa perempuan ini justru marah-marah mendengar Jhonny memiliki anak?     

"Maaf ya bu dokter, aku rasa kita tidak punya hubungan apa-apa yang membuat bu dokter jadi marah dan kecewa pada saya karena saya punya anak diluar nikah." Jhonny berkata pada Jenny. Perempuan itu pun tersadar dengan kelakuannya yang tiba-tiba absurd itu.     

"Betul juga, kenapa aku marah? Memangnya aku siapanya dia? Terserah dia mau punya anak berapa kek! Kenapa aku harus ambil pusing? Duh dasar bodoh bodoh." Jenny mengutuk dirinya yang marah tanpa sebab dan alasan. Matanya terpejam dan bibirnya mengatup malu.     

"Sudahlah, antarkan aku pulang cepat!" Jenny tidak mampu berkata-kata lagi dan akhirnya malah menyuruh Jhonny untuk segera mengantarkannya pulang cepat-cepat. Jhonny tersenyum tipis mendengar ucapan perempuan yang tidak bisa ditebak itu suasana hatinya.     

-----     

"Aku pulang." Seorang suami yang baru pulang bekerja setelah seharian bergelut dengan dokumen, berteriak kencang meminta penyambutan dari istri dan anaknya.     

"Maaf tuan, nyonya dan tuan muda sedang pergi kerumah nyonya Calista sejak tadi siang." Jawab Feni yang masih betah menjadi asisten pribadi Dian.     

"Pergi kesana tidak bilang-bilang." Gumam Dave sambil mengambil ponsel yang ada di saku bajunya. Pria itu kaget begitu mendapati baterai ponselnya dalam kondisi mati. Pantas saja dia tidak mendengar telpon dari istri tercinta.     

Dave langsung menuju kamarnya untuk mengecharge ponsel. Setelah beberapa menit, ponsel yang masih tersambung ke aliran listrik itu pun menyala. Benar saja, ada banyak pesan dan panggilan dari istrinya. Dave pun menelpon balik dengan mengaktifkan mode pengeras suara.     

"Sayang, aku baru sampai rumah. Ponselku habis baterainya jadi aku tidak tahu kamu telpon." Ucap Dave memberikan alasan terlebih dahulu.     

"Aku sudah mau pulang. Tadi Devan minta bertemu dengan Raja jadi aku mengajaknya main kesini." Ucap Dian.     

"Ya, hati-hati dijalan." Ucap Dave dan sambungan telponpun terputus. Dave memutuskan untuk mandi sambil menunggu anak dan istrinya pulang. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian dengan kaos dan celana rumahan, Dave menuruni anak tangga menuju ruangan keluarga. Perlu waktu satu jam lebih untuk sampai kerumahnya dari rumah Darren. Dan, sekarang belum ada setengah jam. Dave pun memutuskan untuk menonton acara tv kesukaannya.     

"Daddy, we are home." Ucap Devan dengan bahasa Inggris yang sudah diajarkan di sekolah TK nya.     

"Sayang, kemarilah. Daddy kangen sama anak tampan daddy ini." Dave mencium pipi kiri dan kanan Devan lalu menyuruh Feni agar membawa Devan ke kamar untuk mandi dan berganti pakaian.     

"Sayang, bagaimana kabar disana?" Ucap Dave melihat istrinya yang baru masuk rumah.     

"Baik-baik saja. Maafkan aku tidak ada dirumah saat kamu pulang. Kamu sudah makan malam?" Tanya Dian.     

"Belum, kamu belum juga kan?" Tanya Dave lagi.     

"Sebenarnya aku sudah makan disana tapi aku temani kamu makan. Kebetulan aku lapar lagi." Jawab Dian.     

Sepasang suami istri itu pun menuju meja makan dan tidak berapa lama, Devan keluar dan ikut bergabung dengan orangtuanya untuk makan bersama.     

"Aku sudah makan tapi mommy bilang kalau menu hari ini ada zuppa soup jadi aku ingin makan lagi." Jawab Devan dengan suara polosnya. Dian dan Dave tersenyum mendengarnya berbicara.     

Pelayan pun mulai menghidangkan menu makan malam satu keluarga kecil itu.     

"Mommy," Devan tiba-tiba memanggil Dian yang sedang menyeruput sup dari zuppa tersebut.     

"Tadi aku ngobrol sama Raja. Katanya, kalau mau punya adik jangan perempuan. Nanti bawel dan cerewet seperti Ratu." Dian tersedak sup yang masih nyangkut di tenggorokannya. Dave pun terbatuk-batuk mendengar ucapan Devan.     

"Jadi kamu mau punya adik lelaki?" Dave bertanya.     

"Iya, adik lelaki lebih seru. Aku bisa ajak main bola, main tinju-tinjuan, main sepeda, dan main-main lainnya. Kalau adik perempuan nanti aku bertengkar terus seperti Raja dan Ratu. Tadi Ratu iseng sekali sama Raja." Jawab Devan lagi.     

Dian tersenyum mendengar ucapan Devan.     

"Tenang saja, daddy akan berusaha memberikan kamu adik laki-laki. Kalau nanti yang lahir adik perempuan, daddy dan mommy akan terus berusaha mendapatkan adik laki-laki untuk Devan." Mata Dian terbelalak lebar dan menendang kaki suaminya dibawah meja lalu matanya melotot kea rah Dave.     

"Asyiik, kalau begitu kapan beli dedek bayinya?" Tanya Devan sambil mengunyah roti yang ada dicangkirnya.     

"Beli? Dedek bayi tidak dijual sayang. Dedek bayi ada kalau sudah waktunya." Jawab Dian sambil menghela napas. Kenapa tema yang diangkat sore ini mendadak berat untuk anak seusia Devan? Pikir Dian.     

"Waktunya kapan?" Tanya Devan lagi penasaran.     

"Memangnya Devan mau dedek bayi buru-buru?" Tanya Dave lagi. Binar-binar mata yang ada di wajah Dave membuat Dian merasakan ada yang tidak beres.     

"Iya dong, biar Devan bisa cepat-cepat punya teman main." Ujar anak kecil dengan suara polosnya itu.     

"Baiklah, setelah makan malam ini, daddy dan mommy akan minta dedek bayi dikamar. Devan tidak boleh ikut ya. Devan didalam kamar saja sama bibi." Ujar Dave dengan mata nakal dan otak mesumnya. Dian mencubit lengan Dave yang tampaknya sedang merencanakan siasat licik. Dave meringis pura-pura tersenyum sambil menahan perih cubitan sang istri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.