Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV 394. Pecahan Kaca



IV 394. Pecahan Kaca

0"Aku memegang barang buktinya. Aku sudah merekam ucapan orang itu. Tapi, aku tidak pernah mendengar suaranya. Jadi aku butuh waktu beberapa hari lagi untuk menemukan orangnya." Jawab Jhonny, sambil memegang ponsel yang berhasil disita dari salah satu penjahat yang dia lumpuhkan tadi.     
0

"Baiklah, nanti kita bicarakan lagi dirumah. Mengenai mobilku, sudahlah. Itu ada asuransinya. Nanti aku telpon pihak asuransi untuk mengaturnya." Ucap Jack sambil memutuskan telponnya. Jhonny pun langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Sepertinya, pria itu merasakan ada bau amis dari tubuhnya.     

Jhonny merobek kemejanya dan benar saja, sebuah kaca dari pecahan jendela di sebelah kanannya menancap di lengan berototnya. Dengan mengeratkan gigi, Jhonny berusaha menahan sakit karena menarik kaca yang yang tersangkut itu.     

"Aaaarghhhhh," Darah pun mengalir deras dari lengan atasnya. Jhonny berusaha mencari kain untuk menyumpal darah yang mengucur deras. Dan, dia menemukan handuk kecil.     

"Mommyyyy, om Jhonny berdarah banyak sekali!" Jhony kaget mendengar teriakan anak perempuan yang dipastikan suara Gendhis. Seingat Jhonny, dia telah menutup pintu kamarnya. Tapi, dia tidak menutup pintu kamar mandi.     

Seketika kamar Jhonny didatangi oleh dua orang perempuan yang berprofesi sebagai seorang dokter spesialis.     

"Jhonny, kamu terkena pecahan kaca?" Carol dan Jenny langsung menuju kamar mandi dan sejenak mereka membuang wajah karena melihat tubuh berotot Jhonny yang bertelanjang dada. Namun, keduanya pun langsung fokus pada pendarahan di lengan pria bertato itu.     

"Sebentar, aku ambil injeksi anti tetanus dulu di kamar." Carol bergegas meninggalkan Jhonny dan Jenny yang berada didalam kamar mandi.     

"Sini aku bantu mengikatnya." Ucap Jenny sambil mengambil kain yang ada ditangan Jhonny. Jantung Jenny berdegup kencang dan dia susah payah menelan salivanya, melihat tubuh Jhonny dalam posisi berdekatan seperti ini. Padahal, dia sering berdekatan dengan pasien dalam berbagai tindakan pengobatan. Jhonny yang tahu kalau perempuan didepannya gugup, tersenyum tipis.     

"Aku bisa sendiri."     

"Sudah selesai. Kamu bersihkan saja darah yang mengenai sekitarnya.     

"Kemari, aku berikan suntikan anti tetanus." Carol datang dengan membawa 1 suntikan yang sudah siap dengan tinggal membuka penutupnya. "Tahan ya." Ujar Carol lagi. Jhonny meringis menahan jarum kecil yang masuk menembus pori-pori kulitnya. "Sudah, untuk mencegah demam, kamu minum antibiotik ini." Carol memberikan satu kaplet obat antibiotic. Didalam kotak P3K Carol semua jenis obat sudah tersedia untuk pertolongan pertama.     

"Terima kasih," Ucap Jhonny. "Aku harus membersihkan bekas luka disekitarnya. Jadi …."     

"Oh betul betul, kami keluar dulu. Aku tunggu kamu di ruang depan ya." Carol menarik tangan Jenny untuk keluar dari kamar Jhonny. Jenny menatap Jhonny dengan pandangan sendu. "Semoga lekas sembuh." Ujarnya sembari pergi meninggalkan pria bertato itu.     

Jhonny terdiam sejenak dan langsung kembali fokus pada bekas luka tancapan kaca tadi.     

-----     

"Sayang, ada dua polisi didepan. Mereka berkata ada yang mau ditanyakan padamu." Calista masuk kedalam kamar dan menjumpai suaminya yang sedang memakai kaos santai setelah mandi sorenya.     

"Oh, okay. Anak-anak kemana? Kenapa aku tidak mendengar suara mereka sejak siang?" Darren bertanya pada istrinya yang membantu merapihkan kerah polonya.     

"Raja sedang berenang diawasi ibu Hera, Ratu di kamar bermain sedang melukis bersamaku tadi." Ucap Calista.     

"Ya sudah, ayo keluar ikut aku." Darren menggandeng tangan istrinya keluar kamar.     

Diruang tamu sudah menunggu dua orang polisi berpakaian preman.     

"Selamat sore, pak Darren. Maaf kami mengganggu waktu istirahat anda." Ucap salah seorang polisi yang dipastikan lebih senior, terlihat dari pangkat yang tersemat di pundaknya.     

"Tidak apa-apa, silahkan duduk kembali." Ujar Darren.     

"Begini pak Darren. Mengenai penyerangan sekelompok preman ke kamar hotel tempat anda menginap sebelumnya, kami sudah mendapatkan informasi siapa saja yang terlibat didalamnya. Tapi, kami butuh bantuan anda untuk mengenali orang tersebut." Ujar polisi yang tadi berbicara.     

"Oh, orang mana yang bapak maksud?" Tanya Darren kembali.     

Salah seorang polisi mengeluarkan sesuatu dari balik jaket mereka.     

"Ini adalah foto orang yang mengerahkan massa preman tersebut. Kami mendapatkan foto ini dari saku salah seorang preman yang tertangkap." Jawab polisi tersebut.     

Darren mengambil foto tersebut. Calista penasaran ingin tahu siapa orang dibalik kerusuhan hotel yang menyebabkan suaminya hampir saja kehilangan nyawa tersebut.     

"Ini? Aku tidak kenal siapa orang ini." Darren berkata sambil mengernyitkan dahi mencoba mengingat-ingat kemungkinan mengenal sosok orang yang ada di foto.     

"Dia adalah manajer di perusahaan di sebelah perusahaan yang anda dirikan." Jawab polisi tersebut. Darren dan Calista saling bertukar pandang.     

"Jadi begitu? Sepertinya hal ini tidak jauh dari persaingan bisnis. Saya sudah menduganya." Jawab Darren.     

"Orangnya sudah mendekam didalam penjara di kepolisian setempat. Kalau anda ada waktu, kami ingin anda mengkonfirmasinya dengan rekan polisi kami disana." Jawab salah seorang yang lainnya bergantian.     

"Aku belum tahu kapan kesana lagi karena kesibukan saya disini. Tapi, akan aku usahakan secepatnya kesana." Ucap Darren.     

"Baiklah kalau begitu, kiranya cukup sampai disini bantuan kami sebagai sambung lidah rekan kami disana. Sekarang kami pamit undur diri. Selamat sore, tuan dan nyonya." Kedua polisi itu pun berdiri pamit meninggalkan kediaman Darren Anderson.     

"Silahkan, terima kasih banyak atas bantuan bapak-bapak polisi," Ucap Darren dan Calista saling bergantian. Mereka pun mengantar kepergian kedua polisi itu sampai depan pintu rumah.     

"Kamu yakin tidak mengenal pria di foto?" Tanya Calista lagi.     

"Aku tidak pernah melihat wajahnya. Mungkin dia manajer baru direkrut oleh perusahaan itu." Jawab Darren. "Sudahlah, aku ingin menemani Raja berenang. Sudah lama aku tidak berenang." Darren mengecup pipi sang istri dan meninggalkannya menuju kolam renang. Calista menggeleng-gelengkan kepalanya.     

"Hera, tinggalkan saja. Biar aku yang menemani Raja." Hera yang sedang berdiri di pinggir kolam renang mengawasi anak majikanya bermain air, membungkukkan badannya dan meninggalkan tuan mudanya bersama ayahnya.     

"Raja, kamu sudah bisa berenang?" Darren membuka kaos dan celana panjangnya lalu menyusul anaknya yang berenang di kolam renang dangkal.     

"Belum." Jawab Raja sendu.     

"Ayah ajarin ya. Sini ikut ayah." Darren yang hanya mengenakan celana pendek itu menyeburkan dirinya.     

Calista melihat dari kaca besar di ruangan tengah yang mengarah langsung ke kolam renang di samping rumah, tersenyum senang melihat suaminya yang mulai bisa mengambil hati anak lelaki kakunya. Raja memang unik. Tidak ada yang bisa dekat padanya kecuali ibunya sendiri alias Calista. Namun, dibalik sikap kaku Raja, anak itu masih sangat imut dan lucu juga sayang pada adik dan kedua orangtuanya. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari seorang ibu jika bisa melihat buah hatinya dekat dengannya melebihi dekat dengan siapapun dan menjadikan ibunya tempat berkeluh kesah dann berbagi suka dan duka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.