Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV 391. Aku Sudah Ikhlas



IV 391. Aku Sudah Ikhlas

0Tidak berapa lama, Hera keluar bersiap-siap untuk menjemput juragan kecil mereka pulang sekolah.     
0

"Ayo pak," Hera segera masuk kedalam mobil dan duduk disebelah kursi pengemudi. Mobil itu pun melaju kembali menuju tempat dimana Raja dan Ratu mengemban ilmu dasar dalam pendidikan pertamanya.     

-----     

Jhonny menatap tanpa ekspresi wanita dihadapannya. Begitu juga dengan wanita dihadapan Jhonny, diam menatap lurus pria tinggi besar di hadapannya. Jhonny yang hendak berjalan menuju kamar seorang pasien yang diakui sebagai ayah dari anaknya itu, terhalang oleh seorang perempuan yang mengenakan jas longgar warna putih dengan papan nama di dadanya.     

"Ada yang bisa aku bantu?" Ucap Jhonny pada wanita itu.     

"Tidak ada." Jawab wanita tersebut yang merupakan seorang dokter spesialis anak.     

"Huh, lalu kenapa anda menghalangi jalan saya?" Ujar Jhonny. Dua orang dewasa itu sedang berdiri di tengah lorong saling berhadapan satu sama lain dengan jarak sekitar lima meter.     

"Hah? Aku tidak salah dengar? Anda yang menghalangi jalan saya." Jawab dokter bernama Jenny tersebut.     

Jhonny memutar kedua bola matanya dan menggelengkan kepalanya. Pria itu pun menepi guna memberi jalan pada dokter wanita tersebut untuk melanjutkan perjalanannya. "Silahkan." Ucap Jhonny sambil membuka telapak tangan kanannya dan mengarahkan pada jalanan kosong.     

"Huh!" Jenny berjalan lurus melewati Jhonny yang masih tidak mengerti apa maksud dari perempuan ini. Bukankah dia bisa berjalan menepi atau berkata langsung agar aku menyingkir tanpa harus berdiri ditengah jalan? Pikir Jhonny tidak mengerti. Pria itu pun melanjutkan perjalanannya menuju kamar yang seorang pria yang terbaring tidak berdaya.     

Mendadak langkah Jhonny terhenti karena ada seorang wanita tua alias nenek-nenek berdiri didepan kaca pasien yang akan dia datangi.     

"Maaf, permisi. Apakah anda ibu dari pria didalam?" Jhonny berkata dengan suara lembut yang bisa dia berikan. Nenek itu menengok kearah datangnya suara dan mendongakkan kepalanya karena tinggi tubuh nenek itu hanya sebatas dada Jhonny.     

"Kamu siapa?" Wanita tua itu balik bertanya.     

"Aku, orang yang kebetulan kenal dengan Boy." Jawab Jhonny.     

"Boy? Anak malang itu. Aku sudah menganggapnya cucu sendiri meskipun anak itu memang bukan cucuku." Jawab sang nenek. Jhonny terkesiap mendengar ucapan wanita tua itu. "Anakku sangat menyayangi Boy. Ibunya Boy menikahi dengan anakku demi mendapatkan status ayah untuk anaknya kelak. Anakku tahu kalau perempuan itu sudah berbadan dua sebelum menikah. Tapi cintanya pada perempuan itu mengalahkan segalanya, bahkan ucapanku pun tidak pernah didengarnya. Huftt …" Wanita tua itu menghela napas berat.     

Jhonny mengajak nenek itu untuk duduk di kursi yang tersedia di luar kamar.     

"Boleh aku tahu ceritanya tentang anak ibu? Bagaimana dia bisa mengenal ibunya Boy?" Ujar Jhonny.     

Wanita tua itu menggenggamm tangannya dan seperti kesulitan tidak tahu harus mulai berkata darimana.     

"Aku hanya tahu kalau anakku itu tiba-tiba pulang dari pekerjaanya sebagai seorang penjaga sebuah klab malam dan mengatakan kalau dia akan menikah dengan perempuan yang dicintainya. Aku sebagai ibu tidak bisa menghalanginya karena dia memang sudah dewasa dan berhak menentukan jalan hidupnya." Ucap wanita tua itu berhent sejenak bercerita.     

"Perempuan itu pun datang kerumah bersama anakku. Saat itu perutnya belum terlihat. Mereka pun menikah dengan cara yang sederhana. Hanya dihadiri keluarga dan menikah di KUA. Dari situ aku sudah curiga. Kenapa harus buru-buru menikah?" Pandangan wanita tua itu pun menerawang mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi hampir lima tahun yang lalu itu.     

"Semuanya mulai terungkap setelah tiga bulan menikah dan perut wanita itu membesar layaknya hamil 6 bulan. Tiga bulan kemudian Boy dilahirkan. Semua tetangga sudah pasti menuduh menantuku telah hamil sebelum menikah. Dan, aku menerimanya karena kupikir pasti itu adalah anak dari anakku. Tapi, semua berubah sejak …" Wanita tua itu menghentikan ceritanya. Jhonny yang masih terus mendengarkan cerita sang nenek, terdiam menunggu nenek ibu mengatakan sendiri semuanya.     

"Waktu itu Boy masuk rumah sakit karena kecelakaan yang menyebabkan darahnya banyak keluar. Dan, untuk menggantikannya tentu saja diperlukan donor. Namun, darah anakku dan Boy ternyata tidak sama. Begitu juga dengan golongan darah dari menantuku. Dari situ aku mulai bingung. Sebenarnya Boy itu anak siapa? Sudah pasti anak perempuan itu tapi bukan anak dari anakku. aku mendesak anakku untuk bercerita dan akhirnya dia bercerita kalau dia menikahi perempuan itu demi status keluarga untuk anak yang telah dikandung perempuan it sebelum menikah dengan anakku. Hiks hiks hiks …" Nenek itu menangis meratapi nasibnya.     

"Kenapa anakku harus sepolos itu dan senekat itu? Aku tidak bisa marah karena dia sangat mencintai istri dan anak dari istrinya itu. Dan, aku pun tidak bisa marah melihat wajah dan sifat Boy yang sangat lucu dan baik sekali. Anak itu sangat sayang pada ayah yang dia tidak tahu kalau itu bukan ayah kandungnya. Anakku meminta aku untuk sayang pada Boy. Anak kecil tidak bersalah. Mereka tidak tahu kesalahan yang dilakukan orangtuanya." Ucap wanita tua itu berhenti sejenak untuk menenggak minuman dari botol sederhana yang dia isi dari rumah karena botol itu tampak telah diisi ulang berkali-kali.     

"Lalu, bagaimana dia bisa menderita …" Tanya Jhonny kemudian setelah nenek ini melepas dahaganya.     

"Anakku sudah lama mengeluh sakit kepala dan pusing namun dia tidak pernah menganggapnya serius. Hingga suatu ketika, dia terjatuh di tempat kerja dan dibawa ke rumah sakit ini sampai akhirnya dokter mengatakan kalau anakku menderita …." Wanita tua ini tidak tega untuk meneruskan perkataannya. Wajahnya sudah penuh dengan air mata yang mengalir lembut di kulitnya yang sudah tidak muda lagi.     

"Bu, aku pastikan anakmu mendapatakan perawatan terbaik. Tapi, semua kembali lagi ke Tuhan. Apakah akan memberikan keajaiban pada anak ibu untuk bangun kembali dan melanjutkan hidupnya." Jawab Jhonny.     

"Tidak, aku tidak ingin anakku menderita lebih lama lagi. Dia sudah disana 'dipaksa' untuk hidup dengan organ tubuh dan semuanya sudah tidak berfungsi lagi. Anakku orang baik. Dia berhak bertemu dengan kehidupan yang lebih baik lagi." Jawab nenek itu.     

"Dokter, tolong, dokter, pasien di dalam …" Semua perawat dan dokter yang berada di pos perawatan langsung menghambur masuk kedalam kamar dimana 'ayah' Boy dirawat. Ibu ini pun segera beranjak berdiri dan melihat bahwa semua kesibukan dan ketergesaan itu adalah karena telah terjadi sesuatu pada anaknya. Wanita tua itu tersenyum dalam tangisannya. Kedua tangannya terjulur menempel di kaca, seolah-olah ada yang menyambut tangan itu untuk saling menempel satu sama lain.     

"Istirahatlah yang tenang, anakku. Aku sudah ikhlas sayang. Kamu anak yang baik, berkumpullah dengan ayahmu dan tunggulah ibu menyusul kalian." Wanita tua itu berkata sambil tersenyum didepan jendela dimana didalam kamar itu semua petugas medis sedang sibuk untuk menyelamatkan nyawa seorang pria yang denyut jantungnya sudah menunjukkan garis lurus di layar monitor.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.