Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV 390. Dua Hari Dua Malam



IV 390. Dua Hari Dua Malam

0"Ya, aku ingin memiliki banyak anak. Tidak peduli laki dan perempuan, aku ingin memiliki banyak anak bersamamu." Jawab Lewis sambil mengusap dagu sang istri.     
0

"Lewis, aku … aku malah ingin berkata seperti itu padamu." Jawab Likha malu-malu.     

"Apa? Kamu juga ingin banyak anak kan?" Mata Lewis berbinar-binar merasakan Likha memiliki keinginan yang sama.     

"Iya, tapi aku tidak mau pakai program. Kita lakukan seperti biasa saja." Jawab Likha masih malu sambil menatap bangunan besar dan tinggi nun jauh didepannya.     

"Kalau begitu, kita harus ektra keras berjuang. Leonard pasti senang kalau punya adik karena dia akan punya teman bermain dirumah." Jawab Lewis.     

"Iya, mudah-mudahan. Oya, rencana kita dua bulan ini akan mengunjungi siapa saja?" Likha mulai teringat dengan tujuan awal ke Italia.     

"Besok kita akan ke Florentia. Keluarga besar mami banyak merantau disana. Aku akan memperkenalkan kalian pada semua keluargaku agar kita semua bisa saling mengenal satu sama lain." Ujar Lewis.     

Likha mengangguk-angguk sambil tersenyum. Tidak pernah terbayang dalam hidupnya kalau dia akan menikah dengan pria yang diluar dari bayangannya. Dulu Likha tidak berani bermimpi punya suami yang tampan, kaya raya, dan romantis. Baginya, cukuplah pria yang mau menerima dirinya apa adanya dan bertanggung jawab. Ternyata, semua itu malah dia dapatkan dari sosok Lewis yang melebihi ekspektasinya.     

"Kita kembali ke apartemen. Kasihan Leo ngantuk sekali." Ujar Likha, setelah merapihkan selimut yang menutupi tubuh anaknya.     

"Okay." Lewis mendorong stroller anaknya dengan penuh kelembutan agar anak tampannya itu tidak terbangun. Sementara Likha berjalan di sisinya sambil menggandeng lengan sang suami.     

Sesampainya di apartemen, Lewis menidurkan Leo di kamarnya, sementara Likha langsung ke kamarnya untuk melepaskan jilbab yang dipakainya.     

"Waktunya membuat anak." Lewis datang tiba-tiba dan langsung mengunci pintu dari dalam dengan gerakan pelan-pelan namun tetap membuat Likha kaget bukan main.     

"Lewis, nanti dulu, ini masih siang." Likha menyingkir dari hadapan Lewis yang ingin melahapnya.     

"Tidak ada waktu siang dan malam untuk berhubungan. Hanya ada waktu anak tidur atau melek. Dan sekarang Leo tidur. Let's make babies, sweetheart." Lewis langsung saja menubruk tubuh istrinya yang tanpa persiapan sama sekali. Bahkan gamisnya pun masih menempel di tubuhnya.     

Likha berusaha menahan suaranya agar tidak terdengar anaknya di kamar sebelah. Namun, usahanya sangat susah dilakukan dikarenakan serangan suaminya yang bertubi-tubi dan sangat agesif.     

"Lewis, pelan-pelan. Hummmph." Likha menutup mulutnya dengan satu tangan sementara tangan lainnya memegang lengan Lewis yang sedang bergerak diatasnya.     

"Aku usahakan … sayang … eugghh …" Lewis melumat bibir Likha agar tidak menimbulkan suara.     

-----     

"Darren," Calista sengaja datang ke bandara untuk menyambut suaminya yang pulang lebih cepat dari yang dijadwalkan sebelumnya. Tapi, beruntung semua urusan disana sudah kelar dan kondisi suaminya pun baik-baik saja.     

"Sayang." Darren menghampiri sang istri yang berdiri seorang diri tanpa pengawalan siapapun.     

"Kamu baik-baik saja?" Calista memeluk sang suami erat-erat. Berita pengeroyokan massa preman yang memaksa masuk kedalam hotel dan mencari suaminya itu menjadi berita hangat di kolom bisnis dan pengusaha. Semua orang mengenal siapa Darren Anderson. Pengusaha muda yang sudah terkenal di kawasan Asia Pasifik berkat keuletannya dan kehebatannya mengungguli rekan bisnis lainnya. Namun, urusan pribadinya tertutup rapat untuk umum. Darren tidak memiliki akun instagran, facebook, twitter atau apapun. Tapi, dia tahu berita yang sedang happening saat ini.     

"Aku baik-baik saja, sayang. Anak-anak dimana? Kenapa kamu sendirian?" Darren merangkul sang istri dan menggandengnya hingga menuju mobil yang dibawa oleh Calista beserta sang supir.     

"Mereka masih di sekolahan. Mereka tidak tahu ayahnya sedang dalam bahaya. Aku tidak memberitahukan mereka." Calista berkata sambil membuka pintu untuknya, setelah Darren masuk dari sisi satunya.     

"Ya, mereka tidak perlu tahu masalah ini. Aku baik-baik saja, kamu jangan khawatir." Darren menepuk lengan istrinya yang kembali menggelayut manja memeluk dirinya.     

"Kamu tahu siapa mereka?" Calista menjauhkan wajahnya dari lengan Darren.     

"Mereka, orang-orang dari pemilik pabrik disebelah pabrikku yang akan berdiri." Ucap Darren, mencoba menenangkan sang istri.     

"Oh, kenapa mereka nekat sekali? Menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan. Andaikan aku ada disana, aku akan remukkan wajah mereka, aku patahkah kaki dan tangan mereka, lalu aku akan lemparkan mereka ke jalanan." Jawab Calista dengan suara berapi-api. Darren tersenyum mendengarnya, begitu juga pak supir yang terkekeh mendengar reaksi dari nyonya majikannya yang sangat bersemangat.     

"Semua sedang ditangani pihak kepolisian. Kamu tidak perlu khawatir lagi. Andrew dan Rosa sudah kembali lebih dahulu dengan pesawat pagi." Ujar Darren sambil menyandarkan punggungnya dan mendongakkan wajah karena lelah.     

"Kak Rosa? Sedang apa beliau di sana? Aku hanya tahu kak Rosa sedang ada proyek dengan seorang pengusaha di Bali tapi kenapa bisa sampai sana ya? Mungkin ada yang penting disurvey disana." Calista bertanya dan menjawab sendiri semua pertanyaanya, yang membuat Darren menggeleng-gelengkan kepala.     

"Sudahlah, ayo kita istirahat. Mataku ngantuk sekali sudah dua malam tidak tidur." Jawab Darren dengan jujur akhirnya.     

"Oh iya, istirahatlah. Maafkan aku mengganggu istirahatmu." Ucap Calista. Ibu dua anak itu pun mengusap wajah sang suami guna memejamkan matanya. Darren yang langsung terpejam, membuat Calista tersenyum. wanita itu pun duduk di pojokan sebelah sambil memainkan ponselnya.     

Calista mencari info siapa yang telah menyerang hotel tempat suaminya menginap. Setelah didapatkan kemungkinan pelakunya, Calista mencoba menghubungi adiknya, Anton, dengan menggunakan pesan tulisan.     

"Kamu jangan coba-coba ikut terlibat didalamnya. Ini urusan aku. Kamu cukup buat aku tenang dengan kehadiranmu." Ujar Darren. Calista melebarkan matanya.     

"Hah, Darren tahukah apa yang akan aku lakukan?" Gumam Calista dalam hati. Perempuan itu segera mendekati suaminya dan melihat tepat diatas wajahnya untuk melihat apakah mata itu terpejam sungguhan atau pura-pura.     

Darren tidak bergerak sama sekali. Seperti orang tidur yang pulas masuk ke alam mimpi. Tapi bagaimana dia bisa tahu kalau aku akan mengirim pesan pada Anton? Batin Calista dalam hati. Calista menghela napasnya dan memilih untuk memasukkan kembali ponsel kedalam tasnya, dengan wajah cemberut.     

Darren tampak tersenyum tipis namun Calista tidak menyadarinya. Mobil masih melaju menuju rumah mereka di tengah kota Jakarta tempat dimana rumah para jajaran orang kaya menghabiskan masa bersama keluarga setelah lelah seharian bekerja. Mobil pun tiba didepan rumah dan Calista keluar lebih dahulu, baru disusul oleh suaminya yang memejamkan mata sejenak setelah tidak tidur selama dua hari dua malam.     

"Pak, langsung jemput anak-anak yaa. Aku panggil bu Hera dulu." Ujar Calista.     

"Siap nyonya."     

Tidak berapa lama, Hera keluar bersiap-siap untuk menjemput juragan kecil mereka pulang sekolah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.