Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV 388. Bolu Pisang Keju



IV 388. Bolu Pisang Keju

0"Jenny, hai apa kabar?" Carol dan Jenny pun saling mencium pipi kiri dan kanan. Kedua dokter wanita yang ahli di bidangnya masing-masing itu, awalnya adalah teman satu kampus dan satu alumni. Namun mereka memilih jalur spesialis masing-masing sehingga mulai disibukkan dengan kegiatan yang membuat mereka terpisah cukup lama dan baru bertemu kembali hari ini.     
0

"Aku baik-baik saja. Dimana baby mu? Duh, maaf ya aku belum sempat jenguk. Kamu tahu sendirilah bagaimana kalau sudah ramai pasien." Jenny menatap lirih teman semasa kosannya dulu itu.     

"Hahaha, iya iya, aku maklum kok. Oh iya, Kamu masih ingat kan anak kecil yang kesini bareng anakku, Gendhis. Ayah dari anak itu dirawat di ruang khusus karena menderita …"     

"Oh itu. Sini, aku tunjukkan kamarnya." Jenny berjalan didepan Carol dan melewati lorong kedua lalu tibalah mereka di sebuah ruangan isolasi yang hanya dihuni oleh satu pasien, yaitu pria yang dianggap ayah oleh Boy.     

Jenny dan Carol hanya bisa melihat dari balik kaca kamar.     

"Pria tinggi besar yang datang bersama anakmu dan anak kecil itu siapa?" Jenny bertanya.     

"Namanya Jhonny. Seharusnya dia pengawal pribadi untukku. Tapi, karena aku belum bekerja jadi untuk sementara waktu ini dia menemani Gendhis lebih dulu. Kamu tahu tidak? Ada yang lebih mencengangkan lagi." Bisik Carol sambil matanya terus memperhatikan pria yang terbaring lemah dihadapan mereka.     

"Apa itu?" Jenny bertanya penasaran.     

"Hmm, kasih tahu tidak yaaa …." Carol tersenyum mengoda rekan sejawatnya.     

"Ih kamu apa sih? Ya sudah kalau tidak mau kasih tau." Jawab Jenny, sambil membalikkan tubuhnya dan bersandar di dinding kamar pasien.     

"Huft, ternyata, pria tinggi besar itu adalah … ayah kandung dari anak lelaki yang kesini waktu itu." Bisik Carol. Kedua mata Jenny terbelalak lebar dan mulutnya menganga mendengar berita tersebut.     

"Jadi, pria raksasa itu juga bisa punya anak? Wow, hebat juga." Carol mengernyitkan alis mendengar sebutan baru untuk Jhonny, pria raksasa. Carol menggeleng tidak percaya dengan yang didengarnya.     

"Lalu, bagaimana dengan kondisi tubuh pasien didalam? Apa kamu tahu perkembangannya?" Carol bertanya pada Jenny yang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas putihnya.     

"Aku dengar kemarin dari dokter Tito, dokter yang menangani pasien itu. Kondisinya sebenarnya sudah sangat sulit. Alat bantu pernapasan dan jantung hanya memperpanjang waktunya saja. semua tinggal menunggu keajaiban dari Tuhan." Jawab Jenny, sambil kembali menatap pasien didepannya dari balik kaca jendela.     

"Hmm, pria itu pasti sangat baik hatinya dan sayang pada Boy. Sehingga anak itu selalu bela-belain datang setiap hari menjenguk pria malang ini. Andaikan bisa membalas kebaikan padanya dengan menyembuhkannya. Semoga yang terbaik saja diberikan pada pria ini." Jawab Carol.     

"Aamiin. Oya, maafkan aku tidak bisa lama menemani. Aku harus kembali ke poli. Sun sayang dariku untuk Gendhis dan anak bungsumu, siapa namanya?"     

"Nathan,"     

"Oh iya, Nathan. Tante Jenny akan datang membawah hadiah nanti kalau sudah tidak sibuk lagi." jawab dokter cantik yang masih lajang itu sambil mencium pipi kiri dan kanan lalu bergegas pergi meninggalkan Carol yang terkekeh ditinggal sendiri.     

"Iya iya, sudah sana pergi." Carol menatap kepergian Jenny hingga bayangan perempuan itu menghilang dari pandangan.     

Carol melihat kembali pria yang berada didalam. Dan, napasnya menghela berat.     

-----     

"Aku sudah mengirim orang untuk mengawal Darren sampai bandara dengan selamat. Preman itu adalah kiriman dari pesaing bisnisnya yang ingin mendirikan pabrik di lahan yang berdekatan dengan pabrik Darren. Usahanya merasa terancam karena perencanaan Darren sangat detail dan lebih menguntungkan warga sekitar." Ucap Dave pada Jack yang duduk di sofa ruangan kerjanya.     

"Oh begitu. Aku yakin Darren juga punya persiapan khusus tapi pasti dia tidak memprediksikan akan ada preman yang menyergapnya." Ujar Jack.     

"Hum, baiklah kalau begitu. Aku akan menelpon Darren sebentar." Jack menekan angka untuk melakukan panggilan pada ayah si kembar.     

"Darren,"     

"Jack,"     

"Kamu dimana? Masih di hotel?" Jack bertanya.     

"Tentu saja. Pihak kepolisian sudah menangkap tersangka utama provokatornya. Andrew sedang mengurusnya. Kamu tahu darimana? Dave yang memberitahumu?" Darren yang sedang merapihkan pakaian, menghentikan sejenak pekerjaannya.     

"Hmm, Istrimu sudah tahu berita ini?" Jack bertanya lagi.     

"Aku sudah memberitahunya. Sebelum dia tahu dari orang lain. Dan, syukurlah dia sangat tenang dan tidak mudah panik." Jawab Darren.     

"Istrimu sudah tahu dengan siapa dia menikah dan apa saja konsekuensinya. Hehehe …" Jawab Jack sambil terkekeh.     

"Ya, aku beruntung menjadi suaminya. Sekarang aku langsung bertolak ke Jakarta. Penerbangan siang." Jawab Darren.     

"Okay, hati-hati. Huft, aku kangen Lewis kalau begini. Dia paling punya ide gila meskipun terlihat lebih cuek dari luar."     

"Di sedang menikmati keliling Eropa. Dua bulan katanya." Jawab Darren lagi.     

"Ya, sepertinya begitu. Kalau tidak diperpanjang." Jawab Jack.     

-----     

"Sayang, dimana Leonard?" Lewis menghampiri istrinya yang sedang sibuk didapur memanggang roti untuk anak lelaki tampan mereka.     

"Ada di kamar sedang menggambar." Jawab Likha. Lewis mengajak anak dan istrinya untuk tinggal di apartemennya yang baru yang lokasinya jauh dari tempat sebelumnya dia, Grace, dan Likha tinggal. Apartemen lamanya itu sudah dia jual dan berganti dengan apartemen yang ramah lingkungan dan dekat dengan pusat keramaian kota.     

Ketika dirumah, Likha tidak mengenakan jilbabnya karena memang tidak ada orang lain selain mereka bertiga didalam. Rambut panjangnya yang hitam tergelung keatas, dihiasi poni kecil cantik menutup dahinya sehingga mirip seperti gadis yang belum menikah.     

"Hmm, wangi sekali. Kamu buat kue apa?" Tanya Lewis sambil mengendus leher sang istri yang tersingkap lebar karena Likha mengenakan pakaian tanpa lengan dengan belahan dada lumayan rendah. Likha selalu tampil seksi dirumah namun ketika keluar rumah, gamis, jilbab, dan kaus kaki adalah pakaian wajibnya.     

Merasakan lehernya dikecup tipis, Likha berkelit ingin menjauhkan diri karena ingin mengangkat kue bagian pertama yang sudah matang.     

"Bolu pisang keju sudah matang. Lanjut panggangan kedua setelah ini. Kamu tolong lihat Leonard apa yang dia lakukan sekaran." Jawab Likha sambil menata kue yang baru diambilnya dari oven dan diletakkan didatas piring datar yang terbuat dari keramik.     

"Oke, harumnya wangi sekali. Aku boleh mencicipinya sekarang?" Lewis menatap dengan penuh minat, kue yang tampak nikmat tersebut.     

"Tentu saja, sebentar ya." Likha mengambil pisau pemotong kue dan piring kecil. Ibu muda itu pun memberikan potongan kue pertama untuk suaminya. Lewis segera menerima piring berisi kue tersebut dan melahapnya dalam satu kali masuk.     

"Happp! Hmmm …" Pipi Lewis tampak menggembung karena mengunyah kue dalam satu kali hap.     

"Enak?" Likha menunggu komentar sang suami yang tampak masih sangat menikmati mengunyah meski sambil menyeringai mencurigakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.