Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV 379. Menginap Di Rumah Gendhis



IV 379. Menginap Di Rumah Gendhis

0"Eugghhhhh, sakkiiit …" Lusy tidak kuat untuk tidak bersuara. Perempuan malang itu merasa kewanitaannya dibawah penuh dan sesak untuk ukuran Asia bertemu Eropa.     
0

"Tahan sayang, aku akan membuat rasa sakitmu berubah menjadi kenikmatan."     

Didalam kamar mandi, Lusy menangis sesenggukan.     

"Bagaimana sku harus menceritakan semuanya pada calon suamiku nanti kalau aku sudah tidak perawan?" Lusi yang berada di kamar mandi setelah tubuhnya dinikmati dengan liar oleh bosnya selama hampir satu jam, berjalan tertatih-tatih menuju kamar mandi dengan pakaian yang tidak rapih, untungnya tidak ada yang melihat karena karyawan yang ada di lantai 15 ini semuanya sedang makan siang, kecuali dirinya sendiri.     

Lusy merasakan perih yang sangat dibagian selangkangannya. Kenapa dia harus mengalami nasib seperti ini? Pacaranya pasti akan meninggalkannya, calon mertuanya akan mengusirnya. Sementara Lusy sendiri tidak memiliki orangtua alias yatim piatu. Lusy punya seorang kakak perempuan tapi sudah berkeluarga jadi dia memilih untuk tinggal mengontrak sendiri di rumah yang cukup kecil.     

Setelah kejadian ini, dia harus jujur pada calon suaminya. Dia tidak ingin berbohong pada keluarga calon suaminya agar tidak ada perseteruan di lain kali. Lusy menggenggam ponselnya erat-erat. Dia harus menelpon pacarnya namun tangannya bergetar ketakutan.     

"Mas, aku ingin bertemu." Lusy berkata dengan suara gugup.     

"Dimana? Kapan?" Nada bicara pacarnya sejak dulu sampai sekarang tidak pernah berubah. Selalu to the point dan tidak pernah berkata lembut dan mesra padanya. Namun yang membuatnya dia percaya dan cinta adalah bukti keseriusan pacarnya itu sampai melamar dirinya ke rumah kakaknya     

"Nanti malam sepulang kerja. Kita bertemu di taman yang dekat kantorku. Bisa ya mas?" Lusy bertanya untuk memastikan.     

"Ok. Sudah?"     

"Iya, sudah. Maafkan mengganggu kamu." Tut! Telpon itu pun terputus. Lusy menghela napasnya. Apakah dia bisa menghadapi pria seperti ini setiap harinya saat menikah kelak? Entahlah. Tapi yang pasti perempuan malang itu akan mendapatkan kepastian setelah pertemuan mereka 4 jam lagi.     

-----     

Carol menatap heran tiga orang yang ada dihadapannya. Jhonny datang membawa dua anak kecil, dimana yang satunya adalah Gendhis.     

"Jhonny, ini anak siapa kamu bawa pulang?" Carol menatap lembut anak tampan dihadapannya.     

"Nama aku Boy, tante. Aku teman sekolah Gendhis." Boy membungkuk hormat ke Carol yang semakin membuat ibu dua anak itu bingung.     

"Ok, terus ibu kamu kemana sayang?"     

"Aku boleh bicara berdua? Biarkan mereka makan siang dulu." Jhonny menyela maksud Carol untuk menginterogasi Boy.     

"Oh iya, kalian belum makan siang ya? ckckck, bi. Kemari!" Carol memanggil pembantunya.     

"Siap nyonya."     

"Tolong bawa Gendhis dan temannya ke dapur untuk makan siang. Khusus Gendhis, kamu ganti baju dulu ya sayang." Ujar Carol.     

"Ok mom. Boy, kamu ikut bibi aku saja ke dapur ya. Aku ke kamar dulu ganti baju." Ucap Gendhis dengan nada bicara sok dewasanya. Boy mengangguk saja dan diantarkan bibi menuju dapur.     

"Dan, kamu. Ikut aku ke ruang tamu." Carol mengajak Jhonny untuk menjelaskan kejadian siang ini.     

"Aku harus cerita darimana. Intinya, anak itu teman Gendhis adalah anak yang ibunya pacaran dengan lelaki lain sementara ayahnya sedang terbaring di rumah sakit tempat anda bekerja." Jawab Jhonny singkat.     

"Lalu, untuk apa kamu bawa kerumah? Nanti kalau ibunya mencari bagaimana? Kita akan dianggap menculik anaknya." Jawab Carol dengan pendapat pribadinya.     

"Anda belum lihat luka memar di punggungnya. Tadi sudah diperiksa di salah satu dokter yang kemungkinan teman anda juga. Kesimpulan sementara ini adalah Boy menerima pukulan benda tumpul. Anak itu sendiri bilang katanya, dipukul pacar ibunya pakai gagang sapu saat memanggil ibunya." Ujar Jhonny.     

"Ya Tuhan, gila sekali orang itu. Terus, dia tidak punya saudara yang lain?"     

"Keluarganya hanya ayahnya yang sakit dan neneknya yang sudah tidak kuat berjalan tapi tinggal beda rumah. Dia tidak punya kakak ataupun adik. Jadi, terserah menurut anda baiknya bagaimana." Jhonny menyerahkan permasalahan ini pada kebijaksanaan Carol dan Jack.     

Carol terdiam. Ibu dua anak itu bepikir keras. Dia mau saja menampung Boy dirumahnya dan itu tidak masalah baik dari segi materil maupun moril. Tapi, dia harus bicara dengan ibunya Boy soal anaknya. Tidak bisa dibawa begitu saja.     

"Untuk sementara ini, biarkan dia makan dulu. Kita akan kerumahnya setelah anak itu selesai makan." Ucap Carol. "Sekarang, kamu juga istirahat dan makan dulu. Sore kita kembali kerumah Boy." Setelah berkata, Carol masuk ke dalam kamar Gendhis namun tidak lama kemudian anaknya itu sudah berlari menuju dapur. Carol pun mengekori anaknya ke dapur.     

Jhonny terdiam dan kembali ke kamarnya untuk menaru laptopnya. Masalah dengan mantan pacar Carol belum kelar, sekarang sudah bertambah lagi dengan temannya Gendhis. Keluarga ini benar-benar membuatnya terlibat begitu dalam.     

"Boy sayang, setelah makan, kita kembali ke rumah kamu ya." Carol menatap lembut wajah anak lelaki yang sangat tampan dimata Carol. Rambut anak itu hitam tebal, bulu matanya lentik panjang, dan kulitnya putih, tubuhnya pun kurus tidak gemuk juga tidak. Namun, sepasang matanya sendu.     

"Iya tante." Jawab Boy lemah.     

"Ibu kamu ada dirumah kan?" Carol harus memastikan kedatangannya diterima oleh ibunya Boy.     

"Biasanya kalau jam segini rumah sepi. Ibu pulang kalau sudah malam sekali." Jawab Boy.     

Carol mengerutkan bibirnya. Percuma saja dia datang nanti kalau tidak ada orangtua yang bisa dimintain penjelasan. Carol kasihan pada Boy dan ingin menampungnya dirumah. Tapi, harus ada persetujuan dari orangtuanya.     

"Kamu punya nomer telpon ibu kamu?" Carol bertanya lagi.     

"Aku tidak hapal." Jawab Boy.     

"Oh iya yaa, hehe. Begini saja, kamu tinggal disini hari ini. Besok baru pulang. Tapi, besok kamu sekolah ya? Pakaian seragam sekolah kamu bagaimana dong?" Carol kini mulai kebingungan lagi.     

Boy tidak ingin pulang kerumahnya karena sepi dan tidak ada teman. Disini semua ramah dan sayang padanya. Tapi, nanti ibunya akan khawatir.     

"Aku akan kerumahnya dan mengambil pakaian seragamnya. Aku akan bilang, Boy menginap dirumah temannya." Tiba-tiba Jhonny muncul dari belakang.     

"Nah, betul betul. Problem solved! Oya Boy, kamu nanti tidur bareng om Jhonny dikamarnya ya." Carol mengedipkan satu mata kearah Boy sementara Jhonny melongo mendengar ada anak kecil yang akan tidur di kamarnya.     

"Tapi …" Carol sudah keluar dari dapur meninggalkan Jhonny yang kebingungan dan dua anak kecil yang sedang makan siang dengan lahapnya.     

Boy merasakan kehangatan keluarga di rumah Gendhis yang tidak dia rasakan dirumah. Rumahnya besar dan mewah tapi kosong dan tidak ada yang menyayanginya. Namun, dia juga merindukan sosok ayahnya yang masih terbaring lemah di rumah sakit. Seandainya saja ayahnya sehat, Boy tidak akan merasa sepi sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.