Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV. 377. Perdebatan



IV. 377. Perdebatan

0"Aku ada urusan di daerah dan itu mungkin akan lama. Aku harap kamu tidak bekerja dan tidak mengeluarkan kata-kata mengumpat kepada orang lain." Ujar sang suami.     
0

"Maksud kamu mengumpat apa? Sembarangan! Aku tidak pernah berkata kasar pada orang. Aku hanya berkata keras pada orang yang tidak tahu dimana dia meletakkan dirinya. Dan, bekerja? Maksud kamu bekerja apa? Aku selalu berada dirumah sepanjang waktu. Sepertinya ada yang salah dengan dirimu hari ini." Calista meninggalkan suaminya keluar dari ruangan dan pergi dengan rasa kesal yang membuncah.     

"Calista! Tunggu!" Teriakan Darren yang sangat kencang tidak menghentikan langkah ibu dua anak itu untuk pergi. Darren mengejarnya tapi sayang sekali pintu lift sudah tertutup dari dalam. Pria bermata hijau itu memukul pintu lift dengan sekali dentuman kencang     

BRAKKK!     

Semua karyawan yang berada di lantai yang sama menoleh mencari sumber suara. Andrew yang mengetahui dengan jelas apa yang terjadi, hanya bisa terdiam. Dia tidak pernah melihat bosnya bertengkar dengan istrinya. Mungkin ini yang pertama kalinya.     

Darren kembali masuk kedalam ruangannya dan langsung menggebrak kembali meja kerjanya sendiri. Diatas meja itu ada map berisi lamaran pekerjaan yang dibagian luarnya bertuliskan 'Calista Ardiningrum'. Darren mendapatkan map tersebut dari salah seorang kliennya yang merupakan bos dari perusahaan yang Calista lamar.     

Wanita yang memakai gaun terusan lengan pendek sepanjang dibawah lutut itu mendadak kesal karena merasa dicurigai suaminya sendiri. Darimana Darren mendapatkan info kalau dia ingin bekerja. Hidupnya yang sekarang sudah cukup untuk membahagiakan anak-anaknya, jadi dia tidak perlu bekerja.     

Berbeda saat dia masih menjadi single parent dengan dua anak yang ditanggungnya sendiri, ditambah harus membayar biaya kontrakan rumah, sekolah Raja dan Ratu, dan lain sebagainya. Mau tidak mau, dia harus bekerja.     

"Pak, kita langsung ke sekolahnya anak-anak." Calista menghampiri supirnya yang sudah siap menunggu di depan lobi.     

"Siap, nyonya."     

Calista membawa rasa kesal didalam dada. Bisa-bisanya Darren menganggap kalau dirinya suka mengumpat dan ingin bekerja. Seperti bukan Darren yang dia kenal. Di usia pernikahan mereka yang menjelang 6 tahun, sepertinya baru kali ini dia dan Darren bersitegang.     

"Sebelumnya, yang terlalu banyak mengalah adalah aku. Tapi, entah mengapa ucapan Darren tadi sungguh tidak enak di dengar. Atau, hatinya sedang sensitif. Entahlah." Gumam Calista dalam hati. Wanita cantik itu lebih memilih melihat jalanan diluar dari balik kaca jendelanya agar hatinya setidaknya lebih plong dan wajahnya bisa kembali cerah saat bertemu dengan anak-anaknya.     

"Ibuuuu," Teriakan panjang dua bocah sudah terdengar sangat jelas dari jarak jauh. Mereka berlarian siapa yang lebih cepat sampai memeluk ibunya. Dan, itu tentu saja Ratu. Kenapa bukan Raja? Raja kan anak lelaki.     

Raja memilih berlari pelan meskipun dari awal tampak ingin mendominasi tapi setelah Ratu terpancing, anak lelaki itu akan memelankan laju larinya. Raja menyayangi saudaranya dengan caranya sendiri.     

"Ayo, kalian sudah siap? Acaranya masih 1 jam lagi. Ibu sudah siapkan pakaian ganti dan makanan kita beli drive thru saja ya biar masih hangat." Ucap Calista sambil sibuk mengambil tas anak-anaknya dan membawakannya.     

"Siap bu." Jawab Ratu dengan keceriaannya seperti biasa.     

"Bu, sepertinya telpon ibu berbunyi terus dari tadi." Raja berkata. Calista tahu itu tapi dia tidak peduli dan tidak mau mengangkatnya. Dia masih marah dengan tuduhan yang dialamatkan Darren padanya.     

"Telpon iseng. Sudahlah, biarkan saja." Raja mengangguk. Ratu malah sibuk mengganti baju sekolahnya dengan pakaian santai khusus lomba, setelah berada didalam mobil.     

"Kita belok ke H**ben ya pak untuk beli makanan di drive thru saja." Calista berkata pada supir yang sudah melajukan mobilnya sejak tadi.     

"Siap nyonya."     

Mobil pun melaju mencari restoran yang dimaksud dan akhirnya mereka menemukan restoran tersebut. Calista memesan 4 bento, termasuk untuk supirnya dan mereka pun melanjutkan perjalanan menuju museum untuk mengikuti kompetisi melukis usia balita.     

-----     

"Sial! Kenapa dia tidak mengangkat telponku dari tadi? Andrew!" Darren memanggil dari dalam dengan suara menggema.     

"Ya tuan." Andrew tergopoh-gopoh masuk kedalam ruangan sang presdir tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.     

"Semua materi rapat sudah siap?" Darren bertanya dengan matanya menatap nyalang.     

"Su-sudah tuan."     

"Aku masih punya waktu 3 jam lagi. Aku mau keluar sebentar." Darren memakai jasnya dan berjalan tergesa-gesa meninggalkan ruangan dan Andrew yang menatapnya kosong.     

Darren mengemudikan sendiri mobil lamborghininya. Dia hendak menuju suatu tempat untuk meminta penjelasan dari map yang di terima pagi-pagi tanpa nama pengirimnya itu.     

Karena Darren mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi namun tetap lihay meliak liuk, perjalanan yang seharusnya ditempuh dalam waktu setengah jam itu pun bisa dipangkas menjadi 15 menit.     

Darren masuk kedalam basemen parkir gedung perkantoran milik salah seorang koleganya itu dan pria bermata hijau dengan aura mengancam itu turun dari mobil dan menekan alarm pengunci mobil lalu menuju salah satu lift yang ada di basemen untuk membawanya ke lantai yang dia tuju.     

Darren menekan tombol lift angka 1 dimana terdapat meja resepsionis.     

"Aku ingin bertemu dengan bos kalian, Steve. Katakan saja, Darren Anderson yang mencari." Dengan nada arogannya, ayah dari Raja dan Ratu itupun memberikan perintah kepada salah seorang perempuan yang bertugas di meja resepsionis.     

"Oh sebentar ya pak." Perempuan itu pun dengan sigap menekan beberapa angka dan menelpon sekretaris dari orang yang dimaksud. Setelah beberapa detik, Darren pun mendapat jawaban.     

"Silahkan naik ke lantai 15 pak. Mr. Steve sudah menunggu di ruangannya." Jawab perempuan tersebut.     

"Terima kasih." Darren menerima kartu akses untuk membuka pintu pemindai dan pria yang sedang dilanda penasaran luar biasa ini segera menuju lift sambil membawa map yang membuatnya gusar bukan kepalang.     

Begitu pintu lift terbuka, Darren langsung menuju ruangan tempat dimana Steve berada.     

"Tuan tunggu, anda siapa? Jangan masuk tanpa ijin." Seorang sekretaris wanita ingin mencegah Darren masuk tapi terlambat. Darren sudah membuka pintu kantor presdir mereka lebar-lebar.     

Pemandangan tak lazim di jam kerja pun terpampang nyata.     

"Aaahhh." Seorang perempuan seksi sedang duduk diatas pangkuan sang presdir dengan tubuh bagian atasnya sudah terbuka dengan bra yang lepas dari kaitannya. Sekretaris mereka dan Darren memalingkan wajahnya melihat pemandangan tidak senonoh itu. Perempuan itu menyembunyikan dirinya untuk mengancing kemejanya lalu berlari ke luar ruangan tergesa-gesa.     

"Seperti biasa, tuan Darren selalu masuk semaunya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Hei, kamu sekretaris ku apa mau aku pecat?" Steve menatap Darren dan sekretarisnya dengan mata nyalang.     

"Ma-maaf tuan, aku sudah berusaha tapi tidak sempat. Maafkan saya tuan, jangan pecat saya." Ucap perempuan itu membungkukkan badannya berkali-kali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.