Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV 376. Demo



IV 376. Demo

0"Anda sudah puas menuduh saya? Bagaimana kalau kita panggil polisinya sekarang dan menangkap orang yang menuduh sembarangan dan membuat pencemaran nama baik." Jawab Jhonny dengan sinis.     
0

"Huh, siapa yang tahu dengan tampang kamu seperti ini adalah orang baik-baik atau tidak." Jawab Dokter itu lagi.     

Semua orang yang berada disana menatap dua orang dewasa yang sedang berdebat mengenai sesuatu yang justru malah melupakan hal pokoknya.     

"Dokter, ini bagaimana?" Bisik suster itu lagi, dengan mata memohon.     

"Oh, iya. Ikut bu dokter yuk sayang." Dokter perempuan itu pun menggandeng tangan Boy ke dalam kamar periksa yang dipintunya tertulis papan nama, 'dr. Jenny Arum, Sp.A'     

"Jhonny … Jenny …" Jhonny bergumam sendiri dan dia pun mengibas-ngibaskan khayalan anehnya menguap begitu saja.     

-----     

"Jam berapa anak-anak pulang sekolah?" Darren bertanya pada istrinya yang sedang duduk di sofa panjang yang ada di kantornya. Hari ini Calista ikut ke kantor Darren karena ibu dua anak yang masih sangat cantik dan segar ini, akan menjemput anaknya langsun di sekolah lalu mengajak mereka pergi ke sebuah museum yang sedang mengadakan lomba melukis.     

"Jam 10. Masih 1 jam lagi. Kamu kalau mau ke ruangan rapat, tinggalkan saja aku tidak apa-apa." Jawab Calista sambil menutup majalah yang dibacanya.     

"No, aku rapat nanti selepas jam makan siang. Kamu tidak apa-apa kan bertiga saja sama anak-anak? Plus supir tentu saja." Darren mengusap rambut istri tercinta dan memainkan sehelai rambut yang terjuntai di depan telinga.     

"Tenang saja, orang yang membenci kami mudah-mudahan sudah capek dan bertobat. Sehingga yang ada adalah sekarang yang mau menjalin pertemanan untuk selama-lamanya." Jawab Calista sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami.     

"Kamu tahu kan kalau Jack menyewa pengawal pribadi khusus untuk keluarganya?" Darren mendekap lengan sang istri dengan erat.     

"Hmm, ya aku sudah tahu. Carol yang memberitahu aku."     

"Nah, kamu mau aku sewa pengawal pribadi buat kalian?" Darren bertanya lagi.     

"Tidak perlu! Sungguh tidak perlu. Darren, tampaknya sesekali kita perl berlatih karate agar kamu percaya dengan kemampuanku." Calista menantang sang suami dengan tubuh tegak.     

"Hahahaha, kamu yakin? Aku ini pemegang sabuk hitam juara di sekolah dan kampus berturut-turut selama lima tahun. Juga juara pertama tingkat propinsi 3 tahun berturut-turut." Darren berkata sambil berdiri dan mempraktekan tendangan memutar dengan kaki diangkat tinggi. Tiba-tiba pintu dibuka dan masuklah Andrew dengan tubuh terpaku mematung.     

Jarak sepatu Darren dengan wajah Andrew hanya sekitar lima senti sehingga bisa saja wajah Andrew babak belur mencium sepatu Darren jika maju sedikit lagi.     

Darren segera menarik kakinya dan merapihkan kembali jasnya.     

"Kamu mau apa masuk tiba-tiba? Kalau kamu berlari masuk maka acara pernikahan kalian pasti diundur karena wajah calon pengantin prianya babak belur." Jawab Darren.     

"Maaf tuan, aku buru-buru." Jawab Andrew terbata-bata.     

"Menikah? Andrew kamu mau menikah dengan kak Rosa? Kenapa kak Rosa tidak memberitahuku?" Calista tampak sangat kecewa dan marah. Kalau bukan karena kak Rosa, Calista yakin dia dan anak-anak tidak akan bisa bertemu Darren kembali.     

"Rosa sedang tugas dinas ke Singapore. Lusa pulang. Dia belum sempat untuk menemui nyonya." jawab Andrew.     

"Tapi kan bisa telepon." Jawab Calista. Seolah tidak ada alasan untuk tidak berhubungan. Namun, Calista juga merasa salah, kenapa bukan dia duluan yang menelpon kakak angkat tersayangnya itu. "Ya sudah nanti aku yang coba telpon kak Rosa. Kamu mau menemui bosmu? Aku keluar dulu kalau begitu." Calista mengambil tas selempangnya yang berisi dompet dan hp.     

"Masuklah! Ada apa?" Darren kembali ke kursi kebesarannya dan duduk dengan bersandar dan kedua tangan dilipat diatas dada.     

"Tuan, proyek terakhir yang kita menangkan tendernya, mengalami konflik hebat. Banyak pendemo yang tiba-tiba datang ke lokasi pembangunan pabrik tambahan. Mereka menolak pembangunan pabrik disana karena katanya akan mencemari lingkungan. Awalnya setuju tapi sejak ada rombongan pengusaha lain yang membangun pabrik yang sama di lokasi yang hanya berjarak 1 kilometer, mereka langsung berubah anarki terhadap pabrik kita." Jawab Andrew dengan laporannya.     

"Kamu sudah selidiki siapa saja yang diduga kuat pelaku provokatornya?" Darren bertanya lagi.     

"Ada seseorang yang diduga yang membayar langsung para masyarakat pendemo. Dia mendatangi rumah penduduk satu demi satu di malam hari dan menyebarkann fitnah di warung kopi atau tempat dimana saja orang berkumpul." Jawab Andrew lagi.     

"Fotonya ada?" Darren menopang sebelah kepala dengan tangan kanannya.     

"Ini tuan." Andrew menyodorkan foto seorang pria yang tampak dari keluarga kaya raya. Dibelakang foto itu ada keterangan nama dan alamat tempat tinggalnya.     

"Ini alamatnya di Jakarta?" Darren mengernyitkan alisnya.     

"Iya tuan." Jawab Andrew.     

"Cari alamat rumahnya, datangi, dan bawa orangnya kemari secara baik-baik. Aku ingin tahu siapa dalang dibaliknya. Kalau di menolak, bawa ke markas. Paham?" Darren bertanya dengan mata tidak berkedip.     

"Paham tuan." Jawab Andrew.     

"Ya sudah kamu pergi dulu. Dan, cari Calista suruh masuk lagi." Perintah Darren     

"Siap tuan." Jawabnya.     

"Aku disini. Aku habis telepon kak Rosa dan aku akan bertemu dia akhir pekan ini." Jawab Calista.     

"Akhir pekan?" Darren mengernyitkan alisnya.     

"Iya, akhir pekan. Ada masalah?" Calista tidak mengerti kenap Darren harus mengulangi perkataannya.     

"Sayang, aku tahu kalau kamu itu masih dalam proses penyembuhan ingatanmu. Tapi, aku lihat dibuku agendamu mencatat kalau akhir pekan kita akan ke …" Darren sengaja memutuskan kalimatnya.     

"Kemana?" Calista tidak mengerti apa maksud pertanyaan Darren.     

"For Goodness sake! Apa kamu lupa kalau akhir pekan ini kita akan ke Jogja?" Darren berkata sambil merentangkan tanganya. Andrew yang masih didalam ruangan, dapat melihat dengan jelas reaksi nyonya majikannya yang melongo dan menganga lalu mengangguk-anggukkan kepalanya tanda baru ingat.     

"Oh iya, aku baru ingat. Kalau begitu, kapan bisa bertemu kak Rosa ya?" Calista bergumam sambil melirik kearah Andrew.     

"Hehehe, aku bisa usahakan dia untuk menemui nyonya setelah sampai Jakarta." Jawab Andrew dengan ramah.     

"Kamu super sekali! Selalu mengerti kode yang aku berikan padamu, hehehe," Calista dan Andrew tertawa tanpa sadar.     

"Andrew, sepertinya kamu ingin menjadi manager di negara tempatnya binatang buas merajalela." Darren menyeringai sinis melihat ke akraban istrinya dengan sekretarisnya.     

"Tidak tidak tuan, aku masih betah disini. Jangan buang saya ke Afrika!" Andrew ketakutan dan dia pun keluar ruangan kantor bosnya dengan berjalan setengah berlari.     

"Sayang kemarilah," Darren merindukan kehangatan memeluk istrinya.     

"Ada apa lagi?" Ujar Calista sambil menghampiri sang suami dan memeluknya dari depan dengan erat.     

"Aku ada urusan di daerah dan itu mungkin akan lama. Aku harap kamu tidak bekerja dan tidak mengeluarkan kata-kata mengumpat kepada orang lain." Ujar sang suami.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.