Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV 373. Uang Untuk Ayah



IV 373. Uang Untuk Ayah

0"Aku ingin bertanya, bagaimana system penjagaan disekolah ini. Kenapa Gendhis sering dibully tapi kalian tidak pernah menghukumnya? Atau kalian tidak tahu? Atau tahu tapi pura-pura tidak tahu?" Jhonny melipat kedua tangannya didepan dada. Gendhis senang mendapatkan pembelaan. Wajahnya senyum cerah. Berbeda dengan Boy, yang merengut kesal dan berlindung dibalik tubuh para gurunya.     
0

"Maaf, ini sebenarnya ada apa ya? Kenapa sampai ramai begini?" Seorang ibu yang penampilannya lebih berwibawa dibandingkan yang lain, menyeruak masuk ke dalam ruang guru.     

"Bu kepala sekolah, ini om nya Gendhis bilang katanya Boy sering bully Gendhis." Salah seorang guru wanita menjawab pertanyaan wanita paruh baya yang baru saja masuk dan ternyata statusnya adalah kepala sekolah.     

"Oh," Wanita itu melihat Jhonny sejenak namun dibalas Jhonny dengan tatapan mengintimidasi. Akhirnya, ibu kepala sekolah itu bertanya pada Boy, anak yang bersembunyi dibalik badan guru kelasnya.     

"Apa benar begitu Boy? Coba ceritakan pada kami, sayang." Ibu kepala sekolah itu berjongkok.     

Boy yang ditatap tajam semua orang, mendadak lebih diam dan tidak bersuara sama sekali. Matanya menatap tajam Gendhis. Tapi Gendhis justru menatap balik dengan berani karena ada Jhonny disampingnya berdiri tegak menatap tajam anak lelaki tersebut.     

"Ayo katakan saja nak. Benar atau tidak, kamu jangan takut. Kami akan selalu menyayangi kamu." Usap kepala sekolah tersebut lembut ke kepala anak lelaki itu.     

"Aku … aku … hanya ingin minta uang Gendhis saja." Jawab Boy. Semua orang yang mendengar, mengernyitkan alis mereka.     

"Uang? Boy untuk apa minta uang?" Tanya kepala sekolah itu lagi.     

"Untuk … untuk … biaya berobat ayah." Jawab Boy lagi.     

Untuk kedua kalinya, semua orang tertegun dengan pengakuan dari bibir mungil anak tampan tersebut.     

"Uang untuk ayah? Bukankah ayah kamu sehat-sehat saja? Ibu sering lihat bunda kamu antar jemput dengan seorang pria didalam mobil." Ibu kepala sekolah itu kini yang keheranan.     

"ITU BUKAN AYAH AKU! ITU PACAR IBUKU!" Teriakan Boy membuat semua orang terhenyak kaget. Bahkan ibu kepala sekolah sampai jatuh terduduk kearah belakang mendengar suara kencang sang anak.     

"Pa-pacar ibu kamu? Ta-tapi ibu lihat dia yang mengantarkan kamu kesini saat mendaftarkan kamu." Semua guru pun saling bertukar pandang. Gendhis tanpa sadar memeluk betis Jhonny karena ngeri juga melihat Boy yang tiba-tiba teriak kencang.     

"Ayah aku di rumah sakit. Ayah sakit paru-paru basah, kata nenek. Nenek tidak punya uang banyak. Kata nenek, semasa ayah bekerja, semua uangnya dikasih ke ibu. Tapi ibu malah pacaran dengan orang lain. Huhuhu …" Boy terjatuh lemas duduk diatas lantai dan menangis meraung keras. Jhonny mencoba untuk tidak mudah simpati. Dalam dunia kelamnya, banyak yang bersandiwara demi mendapatkan perhatian. Banyak yang berpura-pura agar dikasihani namun tidak sedikit pula yang menjadi lebih sadis karena situasi. Namun naluri Gendhis sebagai anak perempuan langsung tersentuh mendengar ucapan dan tangisan Boy, temannya yang beberapa hari ini sering memintanya duit.     

"Hai, anak muda. Kapan yang menjemputmu akan tiba?" Jhonny tiba-tiba bertanya.     

"Hiks hiks … hari ini aku dijemput supir saja. hiks hiks … tapi datangnya agak telat katanya." Jawab Boy.     

"Oh iya, saya terima pesan dari ibunya Boy kalau beliau harus pergi ke suatu tempat. Boy hari ini dijemput sama supir saja." Jawab ibu guru kelasnya.     

"Kenapa aku harus terlibat dengan urusan seperti ini? Aku kepala preman. Semua orang takut padaku. Aku tidak punya istri apalagi pacar. Lalu kenapa aku harus berurusan dengan anak-anak?" Gumam Jhonny dalam hati. Gendhis yang masih memeluk betisnya, mendongakkan kepalanya ke atas.     

"Om, sudahlah, aku sudah memaafkan dia." Jawab Gendhis dengan suara kecil berbisik. Jhonny pun ingin menyudahi drama ini jadi pria bertato itu berkata, "Gendhis sudah memaafkan perbuatan kamu memalak uangnya. Mulai besok dan seterusnya, jangan lakukan lagi! Atau aku akan buat orangtuamu datang ke sekolah." Dengan suara menggelegar, Jhonny membuat kaget semua orang.     

Semua guru pun berkata iya dan menganggukan kepalanya. Boy tidak lagi garang menatap Gendhis. Justru matanya menatap sendu teman perempuannya yang selalu dia todong uangnya itu.     

"Om Jhonny, aku merasa kasihan dengan temanku itu. Apa benar ayahnya sakit? Apa benar ibunya pacaran lagi? Kalau memang benar, kasihan sekali dia. Dia tinggal sama neneknya ya? Kira-kira rumah sakitnya dimana yaa? Apa sakitnya parah? Apa mungkin …" Jhonny yang mendengarkan celotehan Gendhis tiada berkesudahan itu, menghentikan langkahnya.     

"Gendhis, maksud kamu apa? Kamu ingin melihat ayahnya Boy?" Jhonny berjongkok menyamakan tingginya dengan bocah perempuan yang luar biasa bawel ini.     

"Tidak, aku tidak bermaksud begitu. Tapi, kalau om Jhonny memaksa … ya aku sih hayu saja. Let's go!" Gendhis menaikkan alisnya dan tersenyum cerah pada lelaki yang baru dikenalnya kemarin itu.     

"Huft, aku pasti banyak dosanya sehingga Tuhan menghukumku dengan menjadi pengawal si kecil ini." Gumam Jhonny lirih. Lelaki berotot dan bertato itupun terpaksa keluar menemui supir yang mengantarkan Gendhis tadi pagi. Jhonny meminta supir itu untuk menjemput daddynya Gendhis saja. Dia yang akan mengantarkan Gendhis pulang. Jhonny akan menelpon Jack untuk meminta ijin.     

Supir itu pun setuju.     

"Kamu tunggu didalam mobil. Om akan memberitahu daddy kamu." Gendhis mengangguk senang. Bocah perempuan itu merasa akan ada petualangan seru bersama om Aquamannya.     

"Jack, aku merubah rencana. Supir yang mengantarkan kamu dan Gendhis berangkat tadi, sekarang aku suruh menunggu kamu pulang kerja. Sementara aku akan mengantarkan pulang putri kecilmu yang ceriwis dan memekakkan telinga ini." Jhonny menelpon Jack di luar mobil.     

"Oh, okay, tidak masalah. Jadi kamu bisa mengawasi keluargaku lebih cepat juga dirumah." Jawab Jack.     

"Ok," Jhonny pun menutup telponnya.     

"Om om … cepat masuk mobil. Itu Boy sudah dijemput." Gendhis memanggil Jhonny yang masih bersandar di pintu mobil luar. Jhonny mendengar teriakan Gendhis dan langsung masuk kedalam mobil.     

"Pakai sabuk pengamanmu." Jhonny memerintah anak majikannya itu. Gendhis pun langsung memakai sabuk keselamatannya. Wajah Gendhis tampak senang penuh kegembiraan yang membuncah. Jhonny hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.     

Mobil yang membawa Boy menuju sebuah komplek perumahan elit dengan penjagaan super ketat. Jhonny harus menyerahkan kartu tanda pengenalnya di pos penjagaan dan beralasan akan mengunjungi salah seorang temannya disana. Ketika ditanya siapa nama temannya, Jhonny menyebut nama Boy adalah anaknya. Dan, mereka pun langsung mempersilahkan. Jhonny merubah pendapatnya tentang penjagaan super ketat. Kalau begini caranya, siapapun bisa masuk dengan menyerahkan kartu pengenal palsu.     

Mobil yang membawa Jhonny dan Gendhis berjalan pelan mengikuti mobil yang agak jauh didepan namun tetap terlihat. Beberapa saat kemudian mobil itu pun berhenti dan berbelok ke sebuah rumah dengan dua tingkat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.