Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV 374. Lalat Kamera



IV 374. Lalat Kamera

0Mobil yang membawa Jhonny dan Gendhis berjalan pelan mengikuti mobil yang agak jauh didepan namun tetap terlihat. Beberapa saat kemudian mobil itu pun berhenti dan berbelok ke sebuah rumah dengan dua tingkat.     
0

Jhonny menghentikan mobilnya tepat didepan rumah sebelah rumah Boy. Pria itu tidak bisa melihat langsung dari dalam mobil. Tapi Jhonny punya sesuatu yang akan membuat Gendhis terbelalak lebar matanya.     

"Kamu mau lihat apa yang terjadi didalam rumah itu?" Gendhis mengangguk cepat.     

"Tunggu saja. Aku akan mempersiapkan kejutan besar untukmu." Gendhis melongo menunggu keajaiban yang akan Jhonny tampilkan.     

Pria bertato penuh di lengan, dada, dan leher itu mengambil sesuatu dari tas laptopnya dibelakang. Gendhis menyimak saja apa yang om Aquaman di khayalannya ini lakukan.     

Sebuah lalat yang seukuran kecoa atau mungkin itu kecoa, dikeluarkan dari dalam tas dan dimasukkan ditekan tombol ON nya lalu dilepaskan Jhonny ke udara lewat kaca sebelahnya. Setelah menerbangkan lalat robot itu, Jhonny membuka laptopnya dan mengawasi hasil kerja kamera udaranya itu beraksi lewat laptop yang dipangkunya.     

Mata Gendhis sontak melebar dan tersenyum cerah.     

"Om Jhonny ternyata pintar juga ya. Gendhis kira hanya jago berkelahi karena badannya gede. Ternyata bisa buka laptop juga seperti daddy." Ucapannya tanpa disadari memebuat Jhonny mengernyitkan dahi. Dimata anak ini ternyata aku hanya pintar main fisik. Belum tahu dia kalau harta kekayaan daddynya bisa hilang saat ini juga kalau pria itu mau.     

Lalat kamera itu terbang diatas pekarangan lalu masuk kedalam rumah tanpa sepengetahuan orang-orang didalamnya. Gendhis dan Jhonny bisa melihat kalau isi dalam rumah itu sangat megah. Tapi, sepi kosong. Jhonny menggerakkann mousenya mengontrol pergerakan si lalat menuju kamar Boy dan dia menemukan sosok Boy sedang berjalan naik tangga. Dan, bocah lelaki itu berhenti di kamar pertama dekat tangga. Anak yang sangat malang, rumah sebesar itu tidak ada yang menyambutnya pulang.     

Lalat itu berhasil masuk kedalam kamar dan berhenti diatas lemari, agar tidak terlihat oleh Boy. Dilihatnya Boy menatap lemarinya lama-lama. Gendhis tertegun melihat temannya yang gahar di sekolah itu ternyata sangat kesepian didalam rumah. Cukup lama Boy terdiam duduk menatap lemari baju. Tidak ada satu pelayanpun yang menggantikannya baju atau mengajaknya untuk makan.     

Anak kecil itu pun melepas pakaiannya sendiri dan mengganti bajunya dengan pakaian bebas. Sebuah kaos dan celana panjang dipilihnya. Namun, tiba-tiba Gendhis dan Jhonny terkesiap kaget karena di punggung Boy terdapat luka membiru seperti bekas pukulan benda tumpul. Gendhis menutup mulutnya karena kaget tidak percaya. Jhonny menggeram emosi karena meskipun dia kepala preman tapi tidak pernah mengijinkan anak buahnya menyakiti anak kecil dan orang yang sudah tua.     

Boy keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga lalu memutar ke samping rumahnya. Ternyata anak itu menuju garasi. Didalam garasi banyak kendaraan mewah dan salah satunya sepeda yang sepertinya punya Boy seorang. Anak kecil itu pun memakainya dan keluar dari garasi. Tampak percakapan antara Boy dengan seorang satpam di pos penjagaan rumahnya. Entah apa yang diucapkan anak itu namun gerbang pagar pun terbuka. Jhonny memanggil lalat itu pulang kembali ke dalam mobil dan memasukkannya ke dalam tas laptop beserta laptopnya.     

Mobil yang ditumpangi Jhonny dan Gendhis pun melaju mengikuti kemana perginya anak usia empat tahun itu sendirian. Ternyata, ketika sampai di ujung perumahan, ada jalan tembus ke kawasan pemukiman kampung. Jhonny menggeram kesal karena tidak bisa mengikuti sepeda itu pergi. Jalan tembus itu hanya bisa dilewati oleh sepeda atau karena dijembatani kayu kecil, bahkan motor pun tidak bisa melewati jalan pintas tersebut.     

"Bagaimana ini, Gendhis? Aku tidak bisa masuk melewati jalan itu. Kemungkinan dia pergi ke tempat dimana ayahnya dirawat, kalau dia tidak berbohong." Jhonny masih mengamati bocah itu yang berusaha untuk keluar melewati jalan tembus.     

"Om, tangkap saja dia dan bawa masuk kedalam mobil kita. Biar kita yang antarkan dia ke rumah sakit." Gendhis tiba-tiba mengeluarkan ide gila yang tidak terpikirkan sebelumnya.     

"Heiii, kamu itu benar anak usia 4 tahun? Kenapa pikiranmu bisa sejauh itu?" Jhonny menyentil dahi Gendhis pelan tapi Gendhis justru mendorong tubuh Jhonny untuk segera menangkap Boy sebelum dia berhasil melewati jalan tembus. Jhonny pun segera membuka sabuk pengamannya dan keluar menghampiri Boy. "Aku benar-benar punya dosa besar di masa lalu sehingga menjadi kacung satu keluarga. Bahkan anaknya pun jago memerintahku."     

HAPPP!     

Jhonny menangkap Boy yang baru saja melangkahkan kakinya melewati jembatan dan sepedanya dibiarkan Jhonny tergeletak di sebelahnya.     

"Hummppp," Jhonny membekap mulutnya.     

"Aku sudah pantas jadi penculik anak. Dan, aku turun derajat sekarang." Jhonny menggeram kesal melakukan pekerjaan yang bukan pada kapasitasnya.     

Tubuh Boy dimasukkan ke kursi belakang dan dikunci dari luar.     

"Kamu? Untuk apa kamu menculikku? Lepaskan aku! Atau aku berteriak sekarang!" Boy mengamuk histeris didalam mobil namun Gendhis berteriak tidak kalah galaknya sekarang dibandingkan saat disekolah, dimana dia takut pada Boy.     

"Sstt diam! Kamu berisik sekali. Anak lelaki cengeng teriak terus!" Gendhis berteriak sehingga membuat Boy dan Jhonny melongo.     

"Kamu mau kemana? Kami bisa antarkan sekarang." Ujar Gendhis lagi. Boy terdiam beberapa saat dan akhirnya mulutnya pun bersuara.     

"Aku ingin menjenguk ayah. Sudah dua hari aku tidak ke rumah sakit." Jawab bocah malang tersebut. Gendhis dan Jhonny saling bertukar pandang.     

"Baiklah, tapi kamu bantu kami untuk bicara pada pos penjaga ya. Kami bilang datang untuk menemuimu." Jawab Jhonny.     

"Siap om! Aku sudah hapal dengan semua penjaganya." Jawab Boy sambil tersenyum. Gendhis tersenyum melihatnya.     

Akhirnya, mereka pun berhasil keluar dari komplek perumahan itu setelah melalui pemeriksaan yang tidak begitu ketat. Mobil yang dikendarai Jhonny menuju sebuah rumah sakit tempat dimana ayahnya dirawat. Begitu masuk ke pintu gerbang rumah sakit itu, Gendhis berteriak.     

"Ini kan rumah sakit tempat mommy bekerja." Ujar Gendhis.     

"Mommy kamu dokter?" Boy bertanya.     

"Iya, dan aku juga mau jadi dokter seperti mommy." Ucap Gendhis dengan senyum lebar penuh kebanggaan. Boy terdiam mendengarnya.     

"Ayo kita masuk." Mobil pun sudah diparkir di basemen. Jhonny beserta dua bocah cilik yang salah satunya masih mengenakan seragam sekolahnya, mendapat perhatian orang-orang disekitarnya.     

"Loh, ini kan anaknya dokter Carol. Anak manis, kamu kesini mau cari siapa? Mommy masih dirumah kan?" Seorang suster wanita menghentikan langkah mereka bertiga saat berpapasan di depan jalan.     

"Iya tante, Gendhis mau jenguk ayahnya teman yang dirawat disini." Ujar anak kecil tersebut. Suster itu melihat Jhonny yang sama sekali belum pernah dikenalnya. Matanya menyeringai curiga dan bibirnya mengerut.     

"Ini pengawal daddy dan mommy. Namanya om Jhonny."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.