Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

IV 375. Pencemaran Nama Baik



IV 375. Pencemaran Nama Baik

0"Iya tante, Gendhis mau jenguk ayahnya teman yang dirawat disini." Ujar anak kecil tersebut. Suster itu melihat Jhonny yang sama sekali belum pernah dikenalnya. Matanya menyeringai curiga dan bibirnya mengerut.     
0

"Ini pengawal daddy dan mommy. Namanya om Jhonny."     

"Sebentar, tante telpon mommy kamu dulu yaa." Mata Gendhis dan Jhonny melotot lebar. Mereka lupa kalau belum memberitahu kemana mereka pergi setelah Gendhis pulang sekolah.     

"GENDHIS! Apa yang kamu lakukan dirumah sakit? Pulang! Mana om Aquaman kamu? Mengapa dia tidak memberitahukan ke mommy kemana kalian pergi?" Carol yang mendapat laporan kalau anaknya berkeliaran di rumah sakit tempatnya bekerja, langsung kaget dan berang. Tanpa pemberitahuan sebelumnya, mereka pergi ke tempat yang tidak diperkirakan.     

"Nyonya,"     

"JHONNY!" Jhonny menjauhkan telpon genggamnya dari telinganya. Suara Carol yang kencang, bahkan bisa terdengar oleh beberapa orang disekitarnya, membuat telinga Jhonny sedikit berdengung. "Kenapa kamu tidak beritahu padaku kalau kamu akan membawa Gendhis ke rumah sakit? Kenapa kalian tidak pulang dulu?" Carol terus bertanya dengan nada menginterogasi.     

"Ini … sangat tiba-tiba, jadi aku lupa memberitahukan anda." Jhonny mencoba mencari alasan yang tepat. "Aku akan menjelaskan semuanya saat dirumah nanti. Tapi, yang pasti, kondisi Gendhis aman dan tidak kekurangan apapun." Jawab Jhonny.     

"Ya, lebih baik begitu. Atau besok aku akan menyuntikmu dengan obat kuat." Ujar Carol sambil menyeringai sinis. Jhonny mengernyitkan alisnya mendengar ucapan absurd tersebut.     

Akhirnya, mereka pun bisa dengan leluasa masuk rumah sakit dan mengunjungi ayah Boy yang katanya dirawat di salah satu kamar di rumah sakit tersebut.     

"Ayah," Boy membuka salah satu kamar perawatan dan masuk kedalamnya. Sungguh menakjubkan, bocah usia 4 tahun bisa keluar masuk rumah sakit seorang diri, kalau bukan karena keberaniannya dan kecerdasannya.     

Jhonny dan Gendhis menyusul masuk di belakangnya. Tampak seorang pria dengan selang yang masih terhubung di mulut, hidung, dan tangan, juga kakinya, terbaring tidak berdaya dan tidak sadar. Gendhis langsung merasa iba melihat kondisi ayah temannya itu.     

"Ayah aku terbaring begini sudah lama. Aku tidak tahu sakit apa tapi kata dokter butuh biaya besar. Namun, aku dan nenek tidak punya banyak uang. Jadi, ayah hanya dirawat seadanya." Jawab Boy sambil mengusap punggung tangan ayah yang terbaring lemah tersebut.     

Jhonny mempunyai ide. Pria bertato itu mengambil ponselnya dan mengambil gambar pria yang terbaring lemah tersebut. Lalu mengirimkannya pada Carol. Jhonny menuliskan pesan kepada mommy Gendhis itu untuk mencari tahu penyakit yang diderita pasien tersebut dan cara penyembuhannya. Tidak lupa, Jhonny menuliskan nama lengkap pasien dan usianya, seperti yang tercantum di papan tulis mini warna putih yang tergantung di ranjang pasien.     

"Memangnya ibu kamu tidak mau membantu ayah kamu? Rumah kamu kan besar, pasti banyak uangnya." Gendhis bertanya dengan polosnya.     

"Sejak ibu berpacaran dengan lelaki itu, ibu sudah tidak peduli lagi dengan ayah." Jawab Boy dengan sedih.     

"Oya, nenek kamu dimana?" Bocah perempuan yang daya nalarnya sangat tinggi untuk anak seusia dirinya itu, mencari kesana kemari keberadaaan nenek Boy.     

"Nenek ada dirumahnya. Tapi sedang sakit jadi tidak bisa mengantarkan aku setiap hari." Ucap Boy.     

"Huft, drama macam apa ini? Kenapa anak ini pintar sekali memainkan perannya?" Jhonny bergumam dalam hati. Dia masih belum percaya semua ucapan bocah lelaki ini sebelum mendapatkan info akurat yang sesungguhnya.     

Triiiing … triiiiing …     

"Jhonny, siapa dia?" Carol pun menelpon balik Jhonny setelah beberapa saat.     

"Aku tidak tahu. Justru aku bertanya pada anda untuk mencari datanya." Jawab Jhonny balik. Carol di ujung telepon mengeratkan giginya.     

"Maksud aku … siapa dia sampai kamu dan Gendhis bela-belain untuk berada disana?" Carol bertanya lagi.     

"Dia ayah dari temannya Gendhis. Anaknya mengunjunginya setiap hari tanpa siapapun yang mengantar jemput. Menurut pengakuan anaknya, ayahnya tidak mendapat bantuan dana dari ibunya selama masa pengobatan." Jawab Jhonny.     

"Oh. Aku baru mendapat data singkatnya. Pasien itu menderita kanker otak stadium 4. Sudah hampir mustahil untuk diselamatkan. Tapi, pihak rumah sakit masih bersedia merawatnya karena anaknya menangis terus ingin melihat mata ayahnya terbuka.' Jawab Carol.     

"Oh, lalu siapa penyokong dana untuk pengobatannya?" Jhonny bertanya.     

"Dari rumah sakit dan tim relawan yang tergabung dalam badan khusus yang digalang dari internet." Jawab Carol.     

"Oh," Jhonny kini mulai percaya apa yang dikatakan anak kecil malang itu. Tiba-tiba dia ingat ada bekas pukulan benda tumpul di punggung anak tersebut.     

Jhonny berencana untuk memeriksakan bekas memar tersebut pada dokter yang ada dirumah sakit ini.     

"Ayah kamu sedang tidur. Kamu tenang saja, sudah banyak orang baik yang membantunya. Ayah kamu hanya butuh kamu disisinya. Tapi, untuk saat ini, kamu ikut aku sebentar." Jhonny menarik lembut tangan anak lelaki malang tersebut keluar.     

"Mau kemana om?" Gendhis berlari menyusul dua lelaki beda generasi tersebut.     

"Suster, aku ingin dokter memeriksa anak ini, harus aku daftarkan dimana?" Jhonny bertanya pada salah seorang suster lewat yang bertugas.     

"Memangnya anak bapak sakit apa?" Suster itu bertanya polos.     

"Dia bukan anak saya. Lihatlah!" Jhonny membalikkan tubuh Boy dan membuka kaosnya. Reflek, mata suster itu terbelalak lebar selebar-lebarnya.     

"Ya Tuhan, kalau perbuatan manusia sungguh kejam sekali. Ayo ikut saya pak." Suster itu pun mengajak Jhonny dan dua anak kecil disebelahnya untuk mengikuti jejaknya menuju satu ruangan.     

"Maaf dokter, bisa tolong periksa anak ini?" Seorang dokter perempuan membalikkan badannya, sesaat setelah menulis sesuatu di buku besar.     

"Ada apa sus?" Tanya dokter itu.     

"Lihatlah anak ini." Jhonny membalikkan tubuh Boy sekali lagi untuk memperlihatkan bekas memar yang ada dipunggungnya. Spontan dokter itu dan semua orang yang ada disana kaget melihatnya dengan mata melotot lebar.     

"Kamu apakan anak kamu? Kamu itu ayah yang kejam! Tidak punya perasaan! Suster, telpon polisi dan suruh mereka menangkap ayah yang tidak bertanggung jawab ini. Kamu pasti masuk penjara dan menerima hukuman berat!" Dokter perempuan yang menguncir kuda rambutnya, mendadak marah tanpa sebab. Sehingga membuat semua orang yang ada disana melihat ke sumber suara.     

"Dok dok, dia bukan ayahnya." Suster itu berbisik pelan di telinga dokter yang panik tersebut.     

"Apa? Anak ini bukan anaknya? Lalu siapa dia?" Dokter itu menyeringai sinis melihat wajah Jhonny yang menyebarkan aura menyeramkan.     

"Dia om dari teman anak itu." Jawab Suster tersebut.     

"OH"     

"Anda sudah puas menuduh saya? Bagaimana kalau kita panggil polisinya sekarang dan menangkap orang yang menuduh sembarangan dan membuat pencemaran nama baik." Jawab Jhonny dengan sinis.     

"Huh, siapa yang tahu dengan tampang kamu seperti ini adalah orang baik-baik atau tidak." Jawab Dokter itu lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.